Duarrrrr....
Suara petir menyambar saling bersahutan memekakkan telinga, gemuruh angin yang bertiup menerbangkan apa saja yang dilewatinya. Air jatuh dari langit begitu deras. Di sebuah rumah besar di kawasan elit itu seorang bocah tengah meringkuk ketakutan di pelukan sang Nenek. Ia terus saja memanggil Ayah dan Ibunya. Entah apa yang terjadi pada mereka sehingga bocah laki-laki itu terus-menerus memanggil keduanya. Nenek pun tak kalah risaunya, wajahnya tampak sekali mengkhawatirkan suatu hal. Sesekali ia menggeleng menepis sesuatu yang buruk yang tiba-tiba melintas dalam pikirannya. Ia terus mengelus lembut punggung bocah itu, menenangkan bocah itu yang entah kenapa tidak berhenti menangis menyebut kedua orang tuanya... Nenek teringat saat siang tadi.
#Siang hari
Razka bergelayut manja di pangkuan sang Ibu, ia seolah menahan kedua orang tuanya untuk pergi meninggalkan rumah. Dika terus saja menatapi arloji di pergelangan tangannya dengan gusar sambil sesekali mengusap rambutnya ke belakang. Ia harus mengejar waktu namun anaknya, sepertinya tidak mengizinkannya untuk pergi saat ini. Ini tidak seperti biasanya, Razka akan dengan mudah membiarkan mereka pergi untuk urusan bisnis mereka, tapi kali ini tidak mudah membujuknya. Anita mengelus kepala Razka sayang, masih setia membujuk bocah itu agar segera mengizinkannya untuk pergi.
"Sayang. Ibu dan Ayah hanya sebentar... Kali ini hanya dua hari saja, setelah itu Ayah dan Ibu akan segera pulang sayang."
Tutur Anita sambil terus membelai kepala Razka.
"Ayah dan Ibu tidak boleh pergi kemana-mana, Ayah dan Ibu harus tetap di rumah hari ini. Razka tidak mau Ayah dan Ibu pergi. Ayo main saja di rumah bersama Razka Ayah. Ibu."
Rengek Razka masih menangis ala bocah Balita. Dika menggeram marah, ia hendak meraih Razka dari pangkuan istrinya namun Anita melarangnya dengan kedipan mata seolah mengatakan,
'Tunggulah aku pasti berhasil membujuknya.'
Akhirnya Dika hanya menunggu sesaat lagi, ia melihat Anita menganggukkan kepala melirik Dika seolah memintanya untuk membujuknya juga. Akhirnya Dika berjongkok di kaki istrinya mengusap punggung anaknya itu.
"Sayang. Jagoan Ayah. Bukankah anak Ayah pintar hmmm? Ayah dan Ibu pergi hanya sebentar, setelah itu kita akan pergi berjalan jalan ke Taman Satwa. Bagaimana? Apa jagoan ini bersedia berjalan-jalan ke Taman Satwa?"
Bujuk Dika ia faham anaknya suka sekali jika diajak ke Taman Satwa.
"Mmm... Ayah dan Ibu harus berjanji untuk kembali, Razka tidak mau Ayah dan Ibu pergi meninggalkan Razka sendiri bersama adik."
Razka membenamkan kepalanya di leher Ibunya, ada ketakutan di sana. Terdengar dari suaranya yang bergetar.
"Hei... Ayah dan Ibu hanya sebentar sayang, tidak akan selamanya pergi. Setelah ini kita akan bermain bersama lagi."
Razka mengangkat kepalanya menatap sang Ibu yang tersenyum lembut kepadanya memberikan keyakinan pada sang Putra. Lalu Razka menoleh pada Ayahnya yang juga tersenyum dan menganggukkan kepala. Anita mengangkat Razka membawanya ke depan menuju pintu utama rumah. Di sana supirnya telah setia menunggu. Nenek berjalan di belakang mereka, Anita menyerahkan Razka pada sang Nenek yang disambut oleh Nenek dan menggendongnya.
"Apa sebaiknya kalian tunda dulu perjalanan kalian kali ini, Ibu sedikit merasakan khawatir. Lihat Razka betapa ia tak ingin kalian pergi."
Nenek berkata hati-hati kepada kedua orang tua Razka. Dika menghampiri Ibunya dan memegang lembut tangan sang Ibu.
"Bu, kami harus benar-benar pergi, masalah ini tidak dapat kami tunda Bu. Jika ini ditunda terlalu lama kami khawatir perusahaan akan semakin turun. Kami hanya dua hari pergi, kami akan segera menyelesaikannya secepat mungkin. Ibu tidak perlu khawatir hanya doakan saja kami berdua."
Ucap Dika lembut memberi pengertian pada Ibunya.
"Hhaaahhh"
Nenek mendesah dan membiarkan keduanya untuk pergi.
"Baiklah... Berhati-hatilah, dan kabari kami saat kalian telah sampai."
Terdengar khawatir dari nada bicara Nenek.
"Baik Ibu. Begitu sampai kami akan segera mengabari Ibu."
Akhirnya mereka berdua pergi setelah memberikan ciuman hangat pada Razka dan Nenek. Razka menatap kepergian orang tuanya dengan sisa air matanya.
"Nenek, apa Ayah dan Ibu akan kembali?"
Tanya nya tiba-tiba yang membuat Nenek mengerutkan dahinya.
"Tentu saja sayang mereka akan kembali."
#Kembali pada saat malam hari
Razka masih saja meringkuk dengan sesenggukan, ia belum berhenti menangis dan terus menyebut nama orang tuanya. Nenek sama khawatirnya karna sedari siang ia belum mendapatkan kabar dari keduanya. Handphone keduanya pun tak bisa dihubungi menambah kekhawatiran sang Nenek. Tak lama Razka berhenti menangis terdengar dengkuran teratur pertanda ia sudah tidur pulas. Mungkin karena lelah menangis. Tak berselang lama Bi Sum masuk sambil menggendong bayi perempuan yang terus saja menangis tak bisa ditenangkan.
"Nyonya, bagaimana ini. Nona Muda ini tidak berhenti menangis sejak tadi. Dia tidak mau menyusu Nyonya."
Ucap Bi Sum begitu khawatir.
"Kemari, berikan padaku mungkin ia juga sama sedang mengkhawatirkan ke dua orang tuanya."
Ucap Nenek meraih bayi perempuan itu.
"Apa masih belum ada kabar Nyonya dari Tuan Besar?" Tanya Bi Sum khawatir.
"Belum Sum, aku juga khawatir kenapa sampai saat ini mereka belum juga mengabariku."
Nenek menepuk-nepuk bayi dalam gendongannya menenangkannya agar berhenti menangis.
"Sayang. Cup cup cup. Jangan menangis ya. Emil harus tenang sayang. Tidurlah, sebentar lagi Ayah dan Ibu akan segera pulang."
Nenek masih setia menepuk-nepuk bayi Emil dengan lembut. Akhirnya bayi Emil itu berhenti menangis dan tertidur dalam gendongan sang Nenek. Nenek membaringkan Emil di samping Razka tertidur, mereka akan tidur di kamar Nenek malam ini.
"Sebaiknya saya bawa Non Emil Nyonya ke kamarnya."
Kata bi Sum karena tak enak hati membiarkan Nyonyanya mengasuh bayi Emil.
"Sudahlah. Malam ini biar mereka tidur dengan saya disini. Istirahatlah Sum." Ucap Nenek.
"Baiklah Nyonya saya kembali ke kamar saya."
Tak lama terdengar dering telpon berbunyi dari arah ruang keluarga. Bi Sum segera menghampirinya dan mengangkatnya.
"Hallo, selamat malam apa benar ini Kediaman Pratama?"
Terdengar suara laki-laki di sebrang sana.
"Iya betul tapi saya bukan pemilik rumah, sebentar saya panggilkan Nyonya saya."
Bi Sum segera pergi menuju kamar Nenek.
"Nyonya, ada telephon yang menanyakan Kediaman Pratama." Ucap bi Sum dengan segera.
Deggggg...
Entah kenapa tiba-tiba jantung sang Nenek berdetak kencang. Perasaan khawatir yang sedari tadi ditekannya kini membuncah. Segera Nenek menerima telpon itu dan berbicara.
"Ha-allo... Saya Nyonya Pratama di sini, dengan siapa saya berbicara?"
Nenek berkata terbata dengan si penelpon.
"Kami dari kepolisian, ingin mengabarkan bahwa mobil yang dikendarai oleh saudara Dika mengalami kecelakaan di jalan A di kota B. Mohon kepada keluarga untuk segera mendatangi rumah sakit C di kota ini. Terimakasih."
Bagai disambar petir kabar yang diterimanya itu memporak porandakan hati Nenek. Nenek menutup mulutnya menangis tak percaya dengan kabar yang ia terima malam itu. Nenek menggeleng menolak kabar yang diterimanya.
"Tidak! Tidak mungkin. Hiks. Hiks. Dika, Anita."
Inilah jawaban dari kegelisahan hati Nenek malam ini. Kabar ini begitu memukul hatinya. Bagaimana caranya memberi tahu bocah itu bahwa orang tuanya mengalami kecelakaan. Tidak. Nenek akan membiarkan Razka tetap di rumah sementara Nenek pergi ke rumah sakit.
"Bi Sum, minta pak Dirman menyiapkan mobil saya akan pergi ke kota B. Dika mengalami kecelakaan."
Kata sang Nenek lalu menangis memeluk bi Sum. Ia menumpahkan kesedihannya di sana.
"Yang sabar Nyonya, semoga Tuan Besar dan Nyonya tidak apa-apa."
Ucap bi Sum menenangkan, Nenek mengangguk.
"Kau benar, ini baru kabar. Semoga mereka baik baik saja. Aku harus segera pergi."
Nenek melepaskan pelukannya dan berlari menuju kamarnya. Mengambil mantel dan tas lalu pergi setelah mencium kedua Cucunya.
"Saya pergi dulu, tolong jaga kedua Cucuku."
Bi Sum mengangguk mengantar kepergian Nenek hingga mobilnya menghilang di balik gerbang menembus jalanan.
"Kita kemana Nyonya?"
Kata pak Dirman setelah mereka keluar dari rumah utama.
"Kita ke kota B ke rumah sakit C segera Pak!"
nenek dengan tergesa. Ia ingin segera sampai di sana, memastikan anak dan menantunya baik-baik saja baru ia akan merasa tenang.
"Butuh berapa jam perjalanan kesana Pak?"
Tanya sang Nenek tak sabar, pasalnya ini sudah hampir dua jam tapi mereka belum juga sampai.
"Tiga jam Nyonya, perjalan dari rumah ke kota B membutuhkan waktu tiga jam lamanya Nyonya." Jelas Pak Dirman
"Lama sekali. Apa tidak bisa segera sampai?"
Nenek tidak bisa bersabar untuk kali ini.
"Akan saya usahakan Nyonya."
Jawab Pak Dirman. Mobil mereka melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, namun masih dapat terkontrol oleh Dirman. Jalanan cukup sepi mengingat malam ini tengah turun hujan deras di kota ini. Sesekali petir menyambar menambah kekhawatiran sang Nenek.
Satu jam kemudian mereka sampai di kota B dan segera melaju menuju ke rumah sakit C. Sesampainya di sana Nenek segera menghampiri seorang Suster menanyakan keberadaan orang yang kecelakaan tadi sore.
"Sus, korban kecelakaan di jalan A di mana saat ini?" Tanya Nenek segera setelah sampai.
"Ooohhh mereka di ruang tindakan Nyonya di sebelah sana. Mari saya antar."
Kata Suster itu sopan, ia mengantar Nenek ke ruang tindakan di mana anak dan menantunya itu ditangani dokter.
"Silahkan menunggu Nyonya."
Nenek mengangguk lalu duduk di kursi tunggu. Seorang Polisi datang menghampiri Nenek.
"Selamat malam, Nyonya Pratama?" Sapa Polisi tersebut.
"Semalam malam Pak."
"Kami telah menyelidiki tempat kejadian Nyonya, dan kami menemukan bahwa kejadian ini memang karena ulah seseorang Nyonya. Kami menemukan kejanggalan pada kasusnya. Supir yang mengendarai Truk itu tidak ada di tempat, yang artinya setelah melajukan mobilnya ia melompat keluar dari dalam Truk. Sehingga kami hanya menemukan tiga orang saja. Sepertinya seorang Supir dan saudara Dika dan Anita di bagian belakang mobil."
Jelas Polisi itu, pihak kepolisian dengan cepat menyelidiki kasus kecelakaan yang melibatkan tiga orang di dalamnya. Tidak, seharusnya ada empat dengan Supir Truk itu.
"Baik terimakasih Pak, tolong selidiki lebih lanjut Pak dan temukan Supir Truk yang membawa Truk tersebut Pak."
Ucap Nenek, ia tidak menyangka ada orang yang sengaja ingin mencelakai anak dan menantunya. Tak lama seorang Dokter keluar dari ruang tindakan menghampiri Nenek
"Nyonya Pratama, saudara Dika ingin berbicara dengan Anda Nyonya."
Kata dokter itu begitu sampai di dekat mereka.
"Bagaimana keadaannya Dok, dan bagaimana menantu saya?"
Tanya Nenek, ia tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya itu.
"Anda dapat melihatnya sendiri di dalam."
Kata Dokter mengarahkan tangannya ke ruangan di mana ia tadi keluar. Nenek bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut. Terdengar bunyi alat medis di sana, Nenek mengedarkan pandangan dan menemukan tiga orang yang sedang berbaring dua di antaranya telah ditutupi kain putih artinya mereka tidak selamat. Nenek tak dapat menahan air matanya ia segera menghampiri Dika yang tengah melihat ke arah orang yang ditutupi kain itu. Nenek menggenggam tangan Dika lembut.
"Sayang. Ibu disini Nak, kau harus kuat. Anak-anakmu membutuhkan dirimu sayang. Hiks. Hiks."
Nenek menangis tersedu di samping Dika. Perlahan Dika menoleh dan berucap lirih pelan sekali.
"Anita telah pergi Bu, dan mungkin aku juga akan menyusulnya. Kami titip Razka juga Emil. Jaga mereka berdua Bu, ada seseorang yang berniat mencelakai keluargaku Bu. Ja... Ga... A... Nak... Ku... Hhhhkkk..."
Dika tersendat lalu,
"Tidaaaaaakkkk. Dika sayang jangan tinggalkan Ibu Nak! Dokter. Dokter. Tolong anak saya dokter."
Nenek berteriak dari dalam ruangan Dokter segera datang menghampiri Nenek.
"Permisi, biar saya periksa sebentar."
Dokter memeriksa denyut nadi Dika dengan menempelkan jarinya pada hidung Dika lalu menggeleng. Nenek histeris. Ia kehilangan dua sosok insan yang begitu menyayanginya. Dengan segera tubuh Dika ditutupi kain putih. Jasadnya kini terbujur kaku bersama sang istri.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Nenek menitikan air mata saat menceritakan ulang kejadian itu pada Razka begitupun Razka ia tak dapat menahan air matanya yang lolos dari pertahanannya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Thomy Yazid
tuh kaaaaannnn..ternyata emang bener
2021-11-24
3
Kafiedya Yusuf
ikut nangis .. nyesek ...,😭😭
2021-11-22
2
Ardika Zuuly Rahmadani
nah bener kan emil adeknya razka, tpi ibunya bapaknya meninggal, trus orang tua yang bersama emil siapa ya, kan neneknya bersama rasa🤔🤔🤔
2021-07-21
1