Hari yang begitu cerah, matahari mulai menampakan senyum merekahnya untuk memberi kehangatan pada setiap insan yang mendambanya.
Memberikan segenap harapan pada jiwa-jiwa yang lemah agar dapat bangkit dari keterpurukan untuk menggapai apa yang menjadi cita-citanya.
Jalanan di kota kecil ini cukup padat oleh pengendara yang melintas di sana. Kendaraan yang seolah tiada habisnya membuat kota kecil ini terlihat seperti kota yang penuh dengan kesibukan.
Dengan semangat membara Razka mengendarai motor bututnya untuk pergi ke kampus membelah jalanan kota yang cukup padat kendaraan.
Setelah beberapa saat ia tiba di parkiran kampus dan segera menepikan motornya di sana, agak jauh dari kendaraan lainnya yang jika dilihat hampir semuanya adalah kendaraan beroda empat yang terlihat mewah di mata Razka. Tapi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap pergi ke kampus. Karena ia telah berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa agar dapat kuliah di kampus tersebut.
Kampus yang cukup terkenal di kota kecil itu, kampus yang mewah yang seluruh mahasiswa nya adalah anak-anak konglomerat.
Saat ia mulai melangkahkan kaki sebuah suara menghentikannya.
"Hai, Razka? Kau masih membawa motor ini ke kampus?"
Seorang wanita berjalan melewatinya dan berhenti di hadapannya. Ia tersenyum meremehkan.
"Ku kira kau sudah berubah atau bahkan tak kan pernah datang lagi ke kampus ini setelah kejadian itu. Ternyata aku salah, kau orang yang bersemangat ya, atau kau orang yang tak tahu malu?"
Ia tersenyum miring, jelas sekali wanita itu sangat meremehkannya. Ia adalah mimpi buruk bagi Razka di kampus tersebut. Jika bisa Razka tak ingin bertatap muka dengannya. Terlalu menyakitkan untuknya bila harus berbicara dengannya, dan ia terlalu muak berhadapan dengan wanita itu. Wanita yang saat ini menjelma sebagai iblis dalam mimpi buruknya.
"...." Razka tak menanggapinya, ia hanya berlalu melewatinya tanpa sepatah kata atau bahkan menoleh padanya. Membuat wanita itu merasa tak diacuhkan oleh Razka.
'Sombong sekali kau Razka, jika
dulu tidak terpaksa, aku enggan sekali mendekatimu. Kau memang tampan tapi tak punya apa-apa'
Ia mencibir dalam hati sambil terus menatap punggung Razka yang berlalu. Ia berdecak kesal lalu pergi dari sana.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Razka membuatnya tersentak kaget.
"Hei! Kau tak apa? Sepertinya ada yang melamun saat berjalan. Hmmm?"
Razka hanya memutar bola mata malas menanggapi. Ia terus berjalan tidak mempedulikan temannya yang terus berbicara sambil mengejarnya.
"Hei! Tunggu kau ini! Kenapa selalu meninggalkanku seperti ini saat kau sedang kesal." gerutunya kesal.
Razka berhenti lalu menoleh dan tersenyum miring membuat temannya bergidik ngeri.
"Kau benar, aku memang kesal dan butuh sesuatu untuk pelampiasan. Apa-" Ia menatap temannya lama sebelum melanjutkan perkataannya, "kau saja yang ku jadikan tempat pelampiasan kekesalan ku ini ya?"
Ia berjalan perlahan menghampiri temannya yang sedang berdiam melihatnya dengan takut. Perlahan ia terus maju membuat temannya berjalan mundur untuk menghindarinya.
"Wow. Wow. Santai Man! Aku tahu kau sedang kesal tapi jangan jadikan aku alas untuk bogemmu itu. Aku sudah merasakannya kau tahu, dan aku tak ingin merasakannya lagi."
Ia terus berbicara sambil berjalan mundur dengan tangan yang diangkat ke atas tanda menyerah. Razka berhenti lalu terkekeh geli melihat temannya itu ketakutan. Perlahan ia menurunkan tangannya sambil mengernyit heran.
"Maaf, dulu aku tidak bisa mengontrol emosiku hingga kau jadi sasarannya. Tapi sekarang aku sudah tidak peduli kau tahu! Ren" Razka berbicara sambil tersenyum. Membuat Rendy bernafas lega dan berjalan menghampiri.
"Aku bangga padamu, kau sudah bisa mengalahkan perasaanmu itu. Aku senang." Rendy menepuk lengan temannya itu lalu berjalan bersama.
"Apa ada masalah? Ku lihat kau tadi melamun. Apa yang kau pikirkan?"
Rendy menoleh pada Razka yang juga menoleh padanya lalu sama-sama menghadap ke depan kembali.
"Tidak ada, aku hanya memikirkan apa yang akan aku lakukan setelah lulus nanti, itu saja. Aku ingin membahagiakan Nenek dan juga ... Adik kecilku. Kau tahu Emil?" Ia menoleh lalu tersenyum setelah menyebutkan nama Emil. Gadis yang selalu terlihat ceria namun ternyata hatinya begitu rapuh.
"Hhhmmm. Kau amat menyayanginya seperti adikmu sendiri ya. Aku iri padamu. Aku pun ingin memiliki little girl sepertinya." Rendy memasang wajah cemberut menampakkan wajah kecemburuannya.
"Hei, sudahlah. Kita harus bergegas sebentar lagi waktunya."
Mereka ingat, mereka harus segera pergi karena sebentar lagi sidang akan di mulai.
"Semangat!" Keduanya bersorak keras sambil mengepalkan tangan lalu diangkat ke atas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
‼️n
Stlh baca ' cinta datang dan pergi' jd tertarik nyimak karya mb Ais.....
2022-12-26
2
Risa Aprilia
mampir baca
2022-01-16
1
Ana
Like
2021-04-09
1