Setelah pertemuannya dengan Toni, Razka mulai mempersiapkan diri untuk membangun bisnisnya itu dibantu Paman Max dan Toni yang selalu siap membimbingnya dalam kondisi apapun. Mereka memberikan dukungan penuh kepadanya agar kelak disaat ia merasakan jenuh dalam perjalanannya ia sudah tahu harus melakukan apa untuk menghadapinya.
Dan hari ini adalah hari yang sudah ditunggunya. Ya, Razka akan mengunjungi kedua orang tuanya ditemani sang Nenek, Paman Max juga istrinya. Sejak pagi tadi Paman Max sudah sampai di rumahnya menjemput dirinya dan Nenek untuk pergi mengunjungi tempat di mana orang tua Razka berada. Selama perjalanan senyum tak pernah hilang dari wajah Razka, jelas sekali ia merasa sangat bahagia akan dipertemukan dengan kedua orang tuanya. Setelah menempuh dua jam perjalanan mobil mereka melambat dan kemudian memasuki sebuah gerbang namun itu bukan gerbang rumah. Dahi Razka mengernyit ia melihat ke arah Paman Max yang berada dibalik kemudi lalu menoleh ke kursi bagian belakang melihat sang Nenek yang menatapnya tersenyum namun ada gurat kesedihan di wajahnya. Razka kembali menatap ke depan, mobil mereka berhenti di tempat parkiran ia menoleh bingung ke arah Paman Max yang juga menoleh kepadanya sambil tersenyum. Lalu menggerakkan kepalanya sebagai isyarat untuk turun.
Mereka akhirnya turun keluar dari mobil mereka, Razka tak dapat menahan lagi rasa penasaran dalam hatinya.
"Paman, Nenek, kenapa kita datang ke sini? Bukankah ini adalah tempat pemakaman umum? Apakah ayah dan ibuku tinggal di sekitar sini? Atau apakah mereka...."
Ia menggeleng cepat memikirkan kemungkinan kedua yang ia sendiri tak menginginkannya. Matanya mulai berkaca saat logikanya bekerja. Tidak mungkin ada orang yang akan tinggal di pemakaman umum seperti ini kecuali mereka telah meninggalkan dunia ini.
"Tidak! Paman katakan ini tidak benar! Nenek! Katakan kita salah memilih tempat. Tidak mungkin orang tuaku. Tidak! Tidak mungkin."
Air mata Razka seketika tumpah lolos dari pertahanan yang dia bangun. Ia menangis tersedu. Begitu pilu di telinga yang mendengarnya. Ia menjatuhkan dirinya duduk bersandar di badan mobil sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Nenek tak dapat lagi menahan air matanya ia pun menangis, ia berjongkok di samping tubuh Razka, tubuh rentanya merengkuh tubuh Razka memeluknya erat yang dibalas tak kalah erat oleh Razka. Tubuh yang selama ini begitu kuat dan tangguh kini terasa rapuh dalam sentuhan sang Nenek. Paman Max juga istrinya ikut menangis merasakan kesedihan dua insan Nenek dan Cucu itu.
Nenek mengelus-elus sayang punggung Razka memberikan ketenangan, menyalurkan rasa sabar ke dalam jiwa Razka.
"Tidak Nek! Ini tidak mungkin. Aku belum melihat wajah mereka Nek. Kenapa mereka meninggalkan aku Nek. Hiks hiks. Katakan Nek apa aku tak layak berada di samping mereka? Hiks. Hiks. Apa mereka tak menyayangiku hingga mereka tega meninggalkan aku Nek. Hiks hiks."
Ia semakin tersedu Nenek semakin mengeratkan pelukannya. Tak lama ia mendongakkan kepalanya menatap sang Nenek.
"Nenek. Apa mereka memang tak ingin melihatku?"
Ia kembali menangis Nenek menggelengkan kepalanya menolak perkataan Razka.
"Tidak Nak, tidak seperti itu. Mereka berdua sangat menyayangimu, mereka selalu mendahulukan mu meskipun mereka sedang sibuk dengan urusan bisnis mereka. Tapi bagi mereka kau lah yang terpenting dalam hidup mereka sayang. Jangan katakan seperti itu. Mereka adalah orang tua yang baik, yang sangat menyayangi keluarganya. Ini sudah takdir sayang. Takdir dari yang Kuasa siapa yang bisa menolak. Jika kita bisa bernegosiasi dengan takdir seperti halnya bisnis mungkin mereka akan menukar seluruh harta mereka demi tetap bersamamu sayang. Jadi sekarang tegarkan hatimu kita temui kedua orang tuamu Nenek pun rindu kepada mereka berdua."
Nenek melepaskan pelukannya ia meraup wajah Razka dengan kedua tangannya menyapu air mata Razka dan menuntunnya untuk berdiri. Perlahan Razka bangkit dari duduknya ia menarik nafasnya panjang lalu menghembuskan kembali. Dan mulai menegakkan tubuhnya.
'*N*enek benar. ini semua adalah takdir yang Kuasa. Aku tidak boleh terlihat lemah dihadapan kedua orang tuaku, aku harus terlihat kuat agar mereka berdua di sana bangga kepadaku.'
Ia mendongakkan kepalanya ke atas menatap langit. Lalu pandangannya kembali menatap lurus ke depan dan mulai melangkah.
"Sudah siap Tuan Muda?"
Razka menoleh lalu mengangguk. Tunggu. Kenapa kali ini dia tidak menolak seperti biasanya ya. Hhmmm
'Tuan Muda tidak menolaknya kali ini saat aku memanggilnya seperti itu. Cepat atau lambat ia akan segera mengetahuinya.'
Ia berucap dalam hati.
"Mari, Paman tunjukan jalannya."
Paman Max memimpin jalan diikuti Razka di belakangnya dan Nenek yang dituntun oleh istri Paman Max. Mereka berhenti didepan dua buah gundukan tanah tertulis di batu nisan itu dua buah nama
RADIKA PRATAMA BIN YUDHA PRATAMA
Dan
ANITA BINTI SANTOSO
Razka memperhatikan tulisan di batu nisan keduanya.
'Di sinilah kalian selama ini. Bahkan aku tidak mengetahuinya sama sekali. Anak macam apa aku ini? Maafkan aku Ayah, Ibu karena selama ini aku tidak mengetahui apapun tentang kalian.'
Kembali Razka meneteskan air matanya namun kali ini segera di sapunya oleh tangannya ia tak ingin menangis di hadapan kedua orang tuanya. Ia mendongakkan kepalanya ke atas langit menahan agar air matanya tidak kembali jatuh, kemudian ia berjongkok di antara keduanya memegang kedua batu nisan itu, mengelusnya dengan lembut seolah ia sedang mengelus tubuh kedua orang tuanya. Sementara ketiga orang yang ada di belakangnya hanya diam memperhatikan.
"Ayah. Ibu. Aku datang. Maafkan aku. Maafkan anakmu ini Ayah Ibu."
Gagal. Ia gagal mencegah air matanya agar tidak lolos dari tempatnya. Ia kembali menangis tersedu memeluk nisan keduanya secara bergantian.
"Maafkan aku yang tidak tau apa apa tentang kalian. Maafkan aku yang tidak mengenal kalian. Maafkan aku Ayah. Maafkan aku Ibu. Bahkan wajah kalian saja aku tidak mengetahuinya. Kalian tahu? Kalian harus tau, Nenek merawatku dengan sangat baik, menjadikan aku lelaki kuat dan tangguh. Nenek sangat menyayangiku Ayah, Ibu. Aku berjanji aku akan menjadi orang yang sukses dan akan membuat Nenek bahagia. Sebagai ganti karna aku tidak dapat membahagiakan kalian. Berbahagialah Ayah, Ibu. Aku akan membuat kalian bangga di alam sana. Aku menyayangi kalian."
Ia menggerakkan kepalanya mendekati kedua nisan itu lalu mencium keduanya secara bergantian. Setelah itu ia bangkit kemudian membalikkan badannya dan berlalu dari sana melewati ketiga orang yang sejak tadi hanya terdiam memperhatikannya. Paman Max kemudian berjongkok di antara keduanya.
"Tuan dan Nyonya Besar, Tuan Muda kini sudah dewasa ia telah menemukan jalan hidupnya sendiri. Dengan kerja kerasnya ia membangun bisnisnya sendiri. Aku berjanji akan selalu menjaganya dan menemaninya sampai ia menjadi orang besar seperti Tuan. Berbahagialah."
Ia bangkit kemudian mengajak kedua wanita itu meninggalkan pemakaman itu. Sesampainya di mobil mereka tidak menemukan keberadaan Razka, Paman Max mencarinya ia mengintip ke dalam mobil dan benar saja Razka telah duduk di dalam sana. Pandangannya lurus, tatapan matanya tajam dan dingin. Ia menoleh pada kedua wanita itu lalu mengangguk, mereka bertiga memasuki mobil dan pergi meninggalkan pemakaman tersebut kembali ke rumah mereka.
Di sepanjang perjalanan pulang, Razka terlihat lebih pendiam. Ia hanya melihat ke luar jendela tanpa minat sedikitpun. Senyum yang menghiasi wajahnya saat berangkat tadi kini hilang entah kemana. Tidak ada gurat kebahagiaan di wajahnya. Hanya ada kesedihan dan kekecewaan sepertinya. Ia begitu terkejut dengan kenyataan yang baru saja diterimanya. Apa yang dia harapkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang harus dia hadapi saat ini. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya, rasa sedih, bahagia, kecewa, dan hancur yang dia rasakan.
Ia butuh waktu sendiri untuk dapat menerima semua ini.
Semua kenyataan yang dihadapinya hari ini terlalu mengejutkan untuknya. Selama ini ia menganggap orang tuanya masih hidup dan sedang mencarinya, namun semua itu hanya ada dalam angannya. Harapannya sirna untuk bertatap muka dengan kedua orang tuanya. Ia belum siap menerima kejutan yang begitu melukai perasaannya kini.
Bersabarlah. Seiring berjalannya waktu hati akan menerima kenyataan sepahit apapun itu. Percayalah. Lebih baik mengetahui kenyataan yang ada meskipun amat menyakitkan dari pada harus menahan rasa penasaran seumur hidupmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
la la la
jgn2 hartanya di ambil ortu Emil🤔
2021-06-28
3
Nanik Karima
😢😢😢😢😢
2021-03-09
1
Abdul Munir
sangat menyetuh perasaan
2021-01-30
1