Emil melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah yang luas, perlahan ia menggerakkan tangannya membuka pintu besar berdaun dua itu dengan hati-hati agar tak menimbulkan suara lalu menutupnya kembali.
Beruntung pintu rumah itu belum terkunci, jika tidak maka ia harus rela tidur di luar malam ini. Ia terus melangkah semakin memasuki rumah besar itu sampai pada tangga yang menjadi akses menuju kamar tidurnya. Baru saja beberapa langkah ia menapaki anak tangga sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Kau pulang? Aku kira tak kan pulang lagi, atau bahkan kau lupa jalan pulang. Seperti kau melupakan tugasmu malam ini untuk memasak makan malam. Apa kau lupa? Apa yang kau lupakan, hemmm?"
Suara itu terdengar menggeram menahan amarah. Yah lihat saja wajahnya, terlihat sekali ia sedang marah saat ini. Emil melupakan sesuatu.
"M-mamah. Ma-maaf E-Emil lupa," jawabnya terbata.
Ia menunduk tak ingin memandang wajah bengis Mamahnya, matanya yang memandang seolah sedang memandang mangsa yang siap disantapnya.
"Bagus! Kau lupa? Sekarang, cepat pergi ke dapur kerjakan tugasmu! Kami sudah menunggu terlalu lama untuk makan malam, hanya karena kau pulang terlambat." titahnya dengan kejam.
Mirna dan Sesil memandang penuh kebencian terhadap sosok gadis itu, terlihat sekali dari sorotan mata mereka yang tajam. Seolah ingin mencabik habis tubuh Emil. Emil berjalan kembali menuruni anak tangga dan berbelok ke dapur, diikuti oleh dua orang yang terus memandangnya dengan penuh kebencian.
"Cepatlah! Aku harus menahan lapar karena menunggumu pulang." Sesil berbicara ketus sambil mendorong keras tubuh Emil ke arah dapur.
Dengan cepat Emil menyiapkan segala sesuatu yang akan dia masak malam ini. Emil yang sibuk berkutat dengan alat masak, sementara dua wanita yang menyuruhnya tadi asik mengobrol di meja makan sambil mengawasi kegiatan Emil.
"Mah, Papah kapan pulang dari Luar Negri?"
Sesil bertanya di sela-sela obrolan mereka.
"Lusa sayang, Papah akan pulang lusa. Papahmu pasti senang dengan kabar pernikahanmu dengan Rudi. Kau tahu bukan, sudah dari dulu Papah ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan Rudi. Namun blm berhasil sampai saat ini."
Mirna begitu antusias membicarakan itu, ia sangat senang, karena bisnis keluarganya akan semakin berkembang dengan pernikahan bisnis anaknya ini. Emil yang mendengarkan hanya melirik sesekali dan menoleh untuk melihat mereka berdua.
"Hei! Tukang nguping! Berhenti menguping atau aku sumpal telingamu dengan ini."
Ia mengangkat buah anggur dan mendekatkannya ke telinga miliknya. Emil tak menanggapi ia kembali fokus pada kegiatan memasaknya. Ia tak lagi memikirkan perihal pernikahan Sesil dengan laki-laki beristri itu.
'Benar kata Kak Razka itu bukan urusanku, aku tidak akan peduli lagi. Mulai sekarang aku hanya akan memikirkan diriku sendiri. Aku harus bertahan sampai Kak Razka membawaku dari rumah ini.'
Emil bergumam dalam hati mengingat kembali obrolannya dengan Razka, ia tak boleh larut dalam kesedihan.
Setelah hampir satu jam ia berkutat dengan alat masak, akhirnya kini selesai sudah acara masak-memasak yang dipaksakan. Ia membawa masakannya pada meja makan dan meletakkannya di sana satu persatu. Setelah itu, dia berbalik dan hendak pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa amat lelah. Namun baru beberapa langkah,
"Mau pergi ke mana? Kau pikir siapa yang akan merapikan ini semua setelah kami selesai makan? Kembali dan tunggu kami selesai makan, baru kau boleh kembali," ucap Mirna yang seketika menghentikan langkah Emil.
Emil menatap tak percaya, ia lelah sekali. Hari ini terlalu banyak kejadian yang ia lalui mulai dari pulang sekolah tadi.
"Tapi Mah, Emil-"
Belum sempat ia melanjutkan ucapannya Mirna sudah menyela ucapannya.
"Oh, kau sudah bosan rupanya tinggal di sini ya. Kau mau terlunta-lunta di luar sana? Tanpa apapun yang akan kau bawa hah?" ancamnya tak main-main.
Suasananya sudah mulai memanas kembali, Emil harus mengalah agar tidak menjadi berbelit dan menjadi perkara yang panjang.
"Baik, Mah, Emil akan tunggu di sana," tukasnya pasrah.
Ia kemudian berjalan kembali menuju tempat yang ia tunjuk. Yahhhh sebuah kursi di halaman belakang tak jauh dari pintu dapur, ia duduk di sana termenung. Merenungi nasibnya yang tidak diterima kehadirannya oleh keluarganya sendiri.
Tak berapa lama dua wanita itu telah selesai dengan urusan perut mereka, Emil melangkah masuk dan langsung merapikan kembali meja makan yang 'hah' Emil menghela nafas,
'Berantakan sekali, apa mereka sengaja melakukannya?'
Meski lelah ia terus membersihkan sisa-sisa nasi yang bertaburan di atas meja makan. Sepertinya mereka berdua sengaja menaburkan nasi di atas meja makan tersebut. Dengan langkah gontai ia segera melangkahkan kakinya pergi ke kamarnya dan beristirahat setelah menunaikan kewajibannya.
Pagi pun datang, sinar mentari perlahan masuk menerobos dari sela-sela tirai di kamar tersebut. Perlahan gadis itu mulai membuka matanya mengerjap, kilau sinar matahari yang menerobos masuk menandakan hari sudah berganti. Ia terlonjak kaget karena bangun terlalu siang
"Ah. Aku bangun terlalu siang, aku melewatkan kewajiban ku. Karna terlalu lelah semalam."
Ia mulai beranjak dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi, membersihkan dirinya dan bersiap keluar dari kamar itu. Perlahan ia berjalan keluar kamar dan menuruni anak tangga menuju bagian bawah rumahnya. Ia menyapa Bu Sum kepala ART di rumah tersebut.
"Pagi, Bu Sum, ini rumah sepi sekali Bu, Mamah dan Kak Sesil ke mana?"
Emil sudah duduk di meja makan dan menikmati sarapannya.
"Maaf, Nona. Nyonya dan Nona Sesil sedang ke Bandara karena Tuan Besar hari ini pulang." Bu Sum berbicara penuh sopan santun.
"Oh... Tapi kenapa mereka tidak memberi tahuku Bu, semalam aku dengar Papah akan pulang lusa, tapi ternyata hari ini ya."
Emil melanjutkan sarapannya di temani Bu Sum yang memang selalu menemani Emil saat di rumah tersebut sedang tidak ada orang. Bu Sum menemani Emil sarapan sambil mengobrol sesekali mereka akan tertawa kecil, Emil bersyukur di rumah ini ada orang yang begitu baik dan memperhatikannya saat ia sedang sendiri seperti ini.
Tak apa ia tetap senang karena Bu Sum selalu baik padanya. Pintu besar rumah itu terbuka lebar menampakan beberapa orang berjalan memasuki rumah itu.
Terdengar suara langkah beberapa orang, Emil dan Bu Sum segera melangkah keluar dan menyambut kedatangan Tuan Besar rumah itu. Tuan Ferdi Hermawan. Emil berlari ke arah Papahnya, hendak memeluk tubuh laki-laki tersebut. Namun langkahnya terhenti saat ia melihat sebuah tangan terangkat ke atas yang memintanya berhenti.
"Papah, Emil merindukan Papah, boleh kah, bolehkan Emil memeluk Papah?"
Emil berbicara ragu, tp sungguh ia merindukan sosok Papahnya itu setelah dua Minggu lamanya ia pergi. Meski Papahnya bersikap tak acuh namun ia tak pernah berlaku kasar terhadap Emil.
"Hei! Kau anak tak tahu malu, mau peluk Papah, sementara kau sendiri baru terbangun dan tidak menjemput Papah ke Bandara. Dasar pemalas!"
Sesil geram mendengar ucapan Emil yang meminta izin untuk memeluk Papah mereka. Sementara Emil hanya menundukkan wajahnya, dan cairan bening lolos dari matanya begitu saja. Hingga sebuah pelukan menyadarkannya, ia mendongakkan kepalanya melihat wajah orang yang sedang memeluknya.
"Papah!"
Emil balas memeluknya erat, ini yang dia rindukan. Sangat dia rindukan, pelukan penuh kehangatan dan kasih sayang. Ia tak menyangka Papahnya sendiri yang akan datang memeluknya. Emil menenggelamkan wajahnya pada dada Papahnya, menangis sesenggukan di sana. Ferdi melepas pelukannya dan meraup wajah Emil lalu menghapus air matanya.
"Sudah jangan menangis lagi. Papah lelah Papah ingin langsung beristirahat."
Ferdi menepuk bahu Emil lalu pergi meninggalkan tempat itu. Sementara dua wanita yang kini sedang menatapnya, semakin dipenuhi dengan kebencian. Mereka tak menyangka Ferdi yang selama ini tak pernah bersentuhan dengan Emil, tapi tadi apa? Mereka melihat ia begitu erat memeluk gadis tak tahu malu itu.
"Jangan merasa senang karena Papah memelukmu. Aku tidak akan membiarkan Papah menyayangimu."
Ucap Sesil penuh kebencian, ia mendorong tubuh Emil hingga tersungkur di lantai. Kemudian mereka pergi meninggalkan tempat itu. Emil menangis tapi bibirnya membentuk tersenyum.
'Apa itu tadi, Papah memelukku? Setelah sekian lama akhirnya aku dapat merasakan pelukan Papah. Papah memelukku'
Tapi sebuah tangan mengusap punggung Emil dengan perlahan, Emil menoleh dan mendapati Bu Sum yang sedang melihatnya dengan kesedihan.
"Papah. Bu, Papah memelukku, aku senang, Bu. Akhirnya Papah memelukku. Ibu tahu aku hanya ingin itu Bu, tidak ingin yang lain dan aku mendapatkannya."
Nada suara Emil bergetar ia berbicara penuh haru dan ada perasaan senang meliputi hatinya. Ia menangis dan tersenyum dalam waktu bersamaan.
"Iya Ibu bersyukur, akhirnya Tuan Besar mulai menyayangi Non Emil."
Bu Sum ikut merasakan bahagia, bagaimana tidak ia adalah saksi hidup setiap kepedihan yang dialami Emil. Ia memeluk Emil dan mereka saling memeluk satu sama lain.
Sementara di kamar Mirna menghampiri Ferdi yang saat ini sedang merebahkan tubuhnya di kasur besar itu.
"Apa maksudmu memeluk anak itu? Aku tidak suka melihatnya. Apa kau mulai menyukainya?" tanya Mirna karena dia memang tidak senang dengan melihat Ferdi memeluk Emil.
"Hei. Sudahlah. Hanya sekali ini saja, dan ingat aku baru saja sampai aku lelah setelah perjalanan jauh ini. Kau tahu aku merindukanmu, sayang. Kemarilah! Singkirkan wajah penuh amarahmu itu."
Mendengar itu Mirna mengembangkan senyumnya, ia berjalan mendekat dan merangkak naik ke atas kasur merebahkan tubuhnya di samping suaminya lalu memeluknya.
"Aku senang, ku kira kau-"
Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, Ferdi meletakan jari telunjuknya di bibir istrinya itu lalu mulai menciumnya sekilas dan,
"Aku tidak ingin membahas hal lain, aku merindukanmu."
Ia kembali mencium bibir istrinya dan mencurahkan seluruh kerinduannya pada istrinya tersebut, kemudian mereka terlelap setelah kegiatan panas mereka di pagi hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Ana
Tak lnjut lh ben kejawab penasarankuh
2021-04-09
1
Wati Simangunsong
bs jd harta itu mlik org lain
2021-01-19
1
Neneng neng
kaya nya sih Emill ini adik kakak ya sm Razka,,,,
2021-01-10
1