Nenek mengakhiri ceritanya. Ia menatap Razka dengan lembut, sorot matanya memancarkan kesedihan juga kelegaan di dalamnya. Sedih karena harus kehilangan segalanya dan lega Cucu yang dibawanya kini sudah dewasa. Razka memeluk kaki Nenek erat, mencium lututnya. Ia meraih tangan sang Nenek dan menciumnya dengan lembut. Lalu menatap mata sang Nenek dan tersenyum penuh arti.
"Terimakasih karena telah merawat Razka, menjadikanku seorang laki-laki yang kuat. Terimakasih telah melimpahkan segala kasih sayang kepadaku. Razka menyayangi Nenek, maaf Razka masih belum bisa memberikan kebahagiaan untuk Nenek. Mulai sekarang Razka akan merawat Nenek dan akan menjaga Nenek dengan nyawaku seperti Nenek menjagaku saat aku kecil dulu."
Razka memegang tangan Nenek lembut, ada yang ingin ia tanyakan dari cerita Nenek tadi.
"Nek. Boleh Razka bertanya sesuatu?"
Ucapnya ragu, ia takut apa yang dipikirkannya salah.
"Tentu saja, tanyakanlah!" Nenek tersenyum meyakinkan.
"Apakah bayi Emil itu adik Razka?" Tanyanya dengan pelan. Nenek mengangguk mengiyakan.
"Iya, Emil adalah adikmu. Dulu saat kita pergi dari rumah itu dia baru saja berusia 8 bulan." Jawab Nenek
"Emilia?"
Tiba-tiba Razka menyebutkan satu nama, ia teringat seorang gadis yang selama ini dianggapnya sebagai adik Emilia.
"Benar, kau benar. Adikmu bernama Ananda Emilia Pratama. Anak yang cantik dia memiliki paras wajah seperti Ibumu."
Ucap Nenek membenarkan. Razka terkejut dia mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah Emilia yang selama ini dikenalnya adalah adiknya? Tapi usianya seharusnya sudah 20 tahun sedangkan Emilia baru saja lulus dari SMA. Itulah yang membuatnya bingung saat ini.
"Nenek, adakah tanda khusus yang dimiliki adik Emil seperti Razka?" Tanya Razka untuk meyakinkan tebakannya. Nenek mengangguk mengerti dan berkata,
"Mmm ya. Emil memiliki tahi lalat bawaan di bawah mata kanan. Memang tidak bisa di sebut sebagai tanda lahir, hanya saja itu akan memudahkanmu mengenalinya saat kalian nanti bertemu." Jawab Nenek yang membuat Razka mengerutkan dahi seolah mengingat sesuatu.
'*J*ika tidak salah ingat, Emil memiliki tanda seperti itu.'
Nenek menatap Razka yang seolah sedang berfikir keras mendengar jawabannya. Nenek mengerutkan dahi lalu menepuk pelan lengan Razka.
"Ada apa? Apa kau mengingat sesuatu?"
Tanya Nenek kemudian. Razka menoleh menatap Nenek lalu bangkit dan melangkah masuk ke dalam rumah, sebentar kemudian dia sudah kembali dengan membawa benda pipih panjang miliknya. Dia sibuk memainkan jarinya pada benda tersebut seolah sedang mencari sesuatu. Setelah memastikan dia memberikan benda itu pada Nenek. Terlihat foto seorang gadis cantik dengan rambut sebahu tersenyum memeluk Razka.
"Dia Emil, Emilia namanya tapi dia baru saja lulus dari SMA Nek, apa mungkin dia adalah adik Razka?"
Tanya Razka dengan tatapan sendu melihat sang Nenek. Nenek diam. Lama sekali menatap foto gadis itu, gadis cantik dengan senyum yang manis. Dan, seketika air mata Nenek jatuh begitu saja, Nenek menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Nenek kemudian menatap Razka lalu mengangguk.
"Benar. Dia adikmu. Lihat senyumnya mirip sekali dengan Ibumu. Hiks. Cucuku. Hiks."
Nenek menangis pilu mengusap-usap foto di handphone itu, Razka memeluk sang Nenek ia pun tak dapat menahan air matanya. Mereka menangis haru hanya melihat sebuah gambar. Ternyata selama ini dia dekat dengan adiknya, pantas saja ada perasaan tak asing saat pertama kali bertemu dengan gadis itu.
"Razka akan menjemputnya Nek, Razka akan membawanya dari neraka itu Nek."
Razka mengepalkan tangannya di belakang punggung Nenek. Lalu Nenek melepaskan pelukannya menatap Razka penuh tanya banyak sekali yang ingin ditanyakan Nenek kepadanya.
"Apa maksudmu? Selama ini kau mengenalnya bahkan dekat denganmu tapi kau tak pernah menceritakannya pada Nenekmu ini? Dan apa kau bilang? Neraka? Neraka yang mana? Di mana dia tinggal?"
Nenek tak dapat membendung air matanya, tangisnya pecah memenuhi teras rumah sederhana itu.
"Katakan! Katakan di mana kau bertemu dengannya?"
Ucap Nenek dengan berurai air mata.
"Maafkan aku Nek. Maafkan aku yang tak dapat mengenali adikku sendiri. Selama ini dia selalu datang ke kedai ku membantuku berjualan di sana Nek. Maafkan aku."
Ucap Razka tak kalah histeris. Dia menangis tersedu. Nenek menghela nafas berat dan mengusap air matanya.
"Ceritakan pada Nenek bagaimana kalian bertemu!"
Kata Nenek setelah menghapus air matanya. Razka mengangguk dan menghapus air matanya lalu perlahan ia menceritakan pertemuannya dengan Emil hingga hubungannya yang seperti adik kakak sampai saat ini. Nenek tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
"Razka berjanji padanya Nek, akan menjemputnya jika Razka sudah layak untuk mengurusnya Nek. Sekarang Razka benar-benar akan menjemputnya dari neraka itu Nek."
Razka memeluk sang Nenek. Nenek hanya mengangguk. Ia mendukung apa yang akan dilakukan Razka.
"Jangan sekarang, nanti tunggu sebentar lagi. Bukankah Paman Max memintamu untuk datang ke rumahnya malam ini?"
Tanya Nenek, ia tak ingin tiba-tiba Razka datang ke rumah itu lalu mengaku sebagai putra Pratama. Ia ingin Razka dikenali dulu oleh orang-orang kepercayaan keluarganya. Mendapatkan dukungan dari mereka setelah meyakinkan bahwa dirinya adalah keturunan sah dari pemilik perusahaan tersebut.
"Tapi sampai kapan Nek? Emil tersiksa di sana, mereka tidak memperlakukan Emil dengan baik Nek. Adik Razka kerap disiksa oleh mereka Nek. Razka harus menjemputnya."
Nenek menggeleng
"Max akan membantumu, datangi rumahnya malam ini setelah itu kalian bisa merencanakan untuk menjemput Emil."
Razak mendesah frustasi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan adiknya selama ini. Tapi akhirnya ia mengangguk pasrah. Malam ini ia akan datang menemui Paman Max.
Razka berbalik dan melangkah masuk ke dalam rumah lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia melemparkan dirinya ke atas kasur dan menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal. Tangannya mengepal memukul-mukul kasur tersebut. Melampiaskan amarah yang membuncah dalam hatinya.
"Emil. Adik Kakak. Tunggu sebentar lagi. Kakak akan menjemputmu."
Ucapnya lirih. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan membuat mereka yang selama ini menyiksa adiknya itu menderita. Ia masih menangis di sana. Menyesali kebodohannya yang tak mengenali adiknya sendiri.
Menyesal... Satu kata yang selalu datang di akhir cerita. Memberikan manusia pelajaran berharga atas setiap kejadian yang menimpa. Dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki keadaan dan kesalahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
🌹🪴eiv🪴🌹
ini juga yg ada di otakku
umur 20 baru lulus sma
malah mikirku baru lulus SMP , ternyata 20 tahun yg lalu
2025-02-08
2
Ardika Zuuly Rahmadani
razka dan emil doaku bersama kalian😭😭
2021-07-21
2
Wati Simangunsong
ya ampun udh hbs nie tisu setengah gra2 kepiluan yg mndalammm authorr 😂😂😂😂😂
2021-01-19
1