Saat ini Razka sedang mengitari sebuah komplek perumahan mewah menjajakan dagangannya di sekitar sana.
"Sateeee... Ayam!"
Begitu ia berseru. Setelah cukup ia mengitari komplek tersebut, ia pun berhenti di pinggir jalan di bawah pohon yang rindang sekedar berteduh sambil menunggu pelanggan datang.
Cukup lama ia berdiam di sana sampai akhirnya satu persatu para pelanggan datang menghampirinya. Di sela-sela kegiatannya membakar sate, ia mendengar sebuah suara keras. Seperti tabrakan ataukah menabrak seseorang.
Dari kejauhan ia dapat melihat seseorang tergeletak sepertinya tak sadarkan diri. Ia segera menghampiri tempat di mana seseorang itu terlihat tergeletak.
Dia yakin itu adalah seorang gadis, kemudian perlahan dibaliknya tubuh yang tergeletak itu dan menampakkan wajah seorang gadis muda. Namun dilumuri dengan darah dari keningnya.
Segera ia mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke rumah sakit tak lupa ia mendatangi satpam terlebih dahulu untuk menitipkan jualannya. Dengan menaiki angkutan umum ia membawa tubuh gadis itu ke rumah sakit.
Sampai di IGD, tim medis segera menangani gadis itu sementara Razka menunggu di depan ruangan itu setelah membereskan administrasinya. Tak berapa lama pintu IGD terbuka dan seorang Suster keluar dari sana.
"Maaf dengan keluarga pasien kecelakaan?"
Razka menoleh ke kanan dan kirinya. Namun ia tak menemukan siapa pun di sana. Lalu ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahnya. Seolah mengatakan, 'Apakah aku?'
Suster itu mengangguk.
"Bagaimana keadaannya, Sus?" Entah kenapa Razka begitu khawatir dengan keadaan gadis itu.
"Kondisinya kritis, pasien mengalami benturan keras sehingga menyebabkan pendarahan hebat. Dan kami membutuhkan pendonor saat ini juga," jelas Suster tersebut.
"Jika boleh tau, apa golongan darahnya, Sus?" tanya Razka. Ia berharap golongan darahnya akan cocok dengan gadis itu.
"Golongan darah gadis itu A, Pak"
Razka tersenyum dan langsung berbicara, "Ambil darah saya saja, Suster. Darah saya sama dengan gadis itu." Suster itu mengangguk lalu seorang dokter menghampiri keduanya.
"Anda keluarga pasien?" tanya dokter padanya. Razka bingung hendak menjawab apa, pasalnya ia pun sama sekali tak mengenal gadis itu. Ia hanya pernah sekali bertemu dan saat itu pun mereka tidak dalam keadaan baik.
"Sa-saya, Kakaknya, dokter." Ia menunduk merasa bersalah karena telah membohongi banyak orang.
" Baik, silahkan ikuti prosedurnya, untuk pendonoran darahnya Suster Lia akan mengantar Anda." Dokter itu menunjuk pada Suster yang tadi, yang hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Mari, Pak, kita jangan menunda lagi." Suster itu segera membawa Razka ke sebuah ruangan untuk pengambilan darah. Setelah cukup ia keluar dari ruangan tersebut.
Akhirnya gadis itu kini dibawa ke ruang perawatan. Razka ikut mengantarnya. Namun, ia tak bisa menungguinya karena ia teringat gerobak jualannya. Terpaksa Razka menitipkan gadis itu kepada Suster lalu pergi dari rumah sakit.
Ia kembali ke komplek perumahan tersebut dan mendatangi satpam untuk berterima kasih padanya lalu pergi membawa gerobaknya. Sesampainya di rumah ia segera membersihkan diri dan menunaikan kewajibannya.
Saat ini jam menunjukkan pukul 22.30, seharusnya Razka segera beristirahat karena esok ia akan masuk kuliah pagi. Namun, pikirannya terus melayang pada sosok gadis yang dibawanya ke rumah sakit.
'Apakah keluarganya sudah datang? Apa gadis itu sudah ada yang menjaga? Atau apa dia masih sendiri? Aaahhh... Aku harus memastikannya, setelah itu aku akan kembali dan beristirahat. Aku harus ke rumah sakit.' Ia berbicara dalam hati lalu mengambil jaketnya dan berjalan keluar kamar.
"Mau kemana, Nak? Malam-malam begini seharusnya kamu istirahat."
Suara lembut Nenek menyapa gendang telinganya, ia menghentikan langkahnya dan menoleh pada Nenek sambil tersenyum.
"Razka ada urusan sebentar, Nek, setelah selesai Razka akan pulang dan beristirahat."
Ia menghampiri Neneknya meraih tangan renta itu lalu menciumnya.
"Hati hati! Jangan pulang terlalu larut." Razka mengangguk menurut.
"Iya, Nek. Razka pergi dulu."
Setelah itu ia langsung mengambil motornya dan bergegas pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di sana ia segera menuju ke ruangan tempat di mana gadis itu dirawat. Perlahan ia membuka pintu ruangan dan memasukan kepalanya terlebih dahulu.
'Kosong? Apa gadis ini tak memiliki keluarga?' Ucapnya dalam hati sambil melangkah masuk.
Tidak ada siapa pun di ruangan ini, hanya ada seorang gadis yang masih terbujur lemah di ranjang pasien di ruangan tersebut. Perlahan ia menghampiri gadis itu memandangnya dengan teliti.
'Kenapa perasaanku tak asing terhadap gadis ini? Seolah ada ikatan di antara kami berdua.'
Ia tetap berbicara dalam hati sambil terus menatap gadis yang masih setia memejamkan matanya. Namun, ia melihat ada pergerakan dari jari-jemari gadis itu pertanda ia akan segera sadar.
"Eeehhhmmm.." Gadis itu melenguh pelan, ia meringis merasakan sakit pada bagian kepalanya. Perlahan ia membuka mata dan menatap sekeliling.
"Di-di mana aku?" Ia melihat seorang laki-laki yang masih setia menatapnya.
"Kau sudah sadar? Tunggu! Jangan banyak bergerak aku akan memanggil dokter." Ia menahan bahu gadis itu untuk tetap berbaring, karena ia sepertinya ingin bangun. Tapi akhirnya ia hanya mengangguk saja. Tak lama dokter pun datang dan langsung memeriksa gadis tersebut.
"Syukurlah tidak ada luka yang berarti pada tubuhnya, hanya luka luar saja. Dalam tiga hari Nona sudah diperbolehkan pulang. Saya permisi." Dokter itu berpamitan setelah memeriksa keadaan gadis tersebut.
"Terimakasih, dokter." Dokter menepuk bahu Razka kemudian berlalu dari ruangan itu.
"Kakak siapa? Dan kenapa aku bisa ada di rumah sakit? Apa Kakak yang membawaku?"
Gadis itu tak tahu siapa laki-laki ini, tapi ia tahu laki-laki di hadapannya itu, laki-laki yang menyebalkan yang pernah ditemuinya sekali waktu saja.
"Aku Razka, aku menemukanmu tergeletak di pinggir jalan di komplek perumahan xxx. Sepertinya seseorang menabrakmu. Jadi ku bawa saja ke rumah sakit ini." Ia menjelaskan apa yang sudah terjadi pada gadis itu.
" Ahhh maafkan aku. Apa Kakak yang membayar biaya aku selama di sini? Maaf, aku merepotkan Kakak. Aku janji setelah sehat aku akan ganti uang Kakak." Gadis itu terlihat serius dengan ucapannya, ada raut bersalah di wajahnya.
"Tak apa. Kakak senang bisa membantu, apalagi kalau kau sudah sehat. Siapa namamu? Dan di mana keluargamu? Apa mereka tahu tentang ini?"
Inilah rasa penasaran Razka yang disimpannya sejak tadi. Gadis itu menggelengkan kepalanya sebelum menjawab.
"Aku Emil. Emilia. Aku tinggal di komplek perumahan xxx. Dan orang tuaku. Aku-"
Gadis yang bernama Emil itu menundukkan wajahnya ada gurat kesedihan yang terukir pada wajah cantiknya.
"Tak apa. Ada Kakak, Kakak akan menemanimu sampai sehat kembali. Jika diizinkan tentunya." Razka tersenyum menatap gadis itu.
"Apa tidak apa-apa, Kak? Tapi nanti aku merepotkan Kakak." Emil bertanya sangat hati-hati.
"Tidak apa-apa. Setelah berjualan, Kakak akan menemanimu di sini. Maaf, mungkin hanya waktu malam hari Kakak bisa menemanimu, karena pagi hari Kakak harus kuliah dan sore hari Kakak harus berjualan. Tidak apa-apa kan?"
Razka merasa bertanggung jawab terhadap Emil entah kenapa ia bisa seperti itu.
"Iya, Kak, tidak apa-apa."
Dari semenjak kejadian itu Razka dan Emil semakin dekat, tak jarang Emil membantu Razka berjualan saat ia berkeliling komplek perumahannya.
"Kak, apa kita pernah bertemu sebelum ini? Rasanya aku merasa tidak asing dengan Kakak" Tiba-tiba Emil bertanya membuat Razka berhenti dari aktifitasnya mengipasi sate.
"Mmm. Sepertinya iya, tapi Kakak lupa."
Ia tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.
"Ih Kakak. Kakak yang menyebalkan yang menarik tanganku saat aku mau mengambil handphoneku di atas gedung sekolah." Emil mencoba menguak kembali ingatannya
"Hm benarkah itu kau? Kakak tidak menyangka ternyata gadis yang hendak menjadi hantu gentayangan sekarang sedang bersama kakak." Razka terkekeh kecil setelah mengatakan itu.
"Tidak ada bunuh diri, Kakak tahu! Gara-gara Kakak yang menarik tanganku, handphoneku terjatuh dan hancur, dan Kakak tidak bertanggung jawab. Menyebalkan ." Emil bersedekap dada sambil cemberut.
"Oh. Sekarang apa perlu Kakak ganti? Dulu Kakak pikir karena handphone itu Emil menangis. Maafkan Kakak ya."
Razka memang tidak tahu apa penyebab Emil menangis saat itu, ia hanya melihat gadis itu melempar handphonenya lalu meraung pilu setelah itu.
"Tidak. Tidak perlu Kakak ganti, sudah cukup dengan kehadiran Kakak dan kasih sayang yang Kakak berikan, tidak ingin yang lain. Terimakasih." Emil tersenyum manis ada raut kebahagiaan terpancar di wajahnya.
Razka hanya mengelus kepala Emil sayang, kini mereka layaknya saudara kandung dalam sebuah keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
bs jd saudara kandung
2021-01-19
2
ARSY ALFAZZA
duhh
2020-11-05
1
Maharani
Emil dan razka kayanya saudara kandung
2020-09-28
4