chapter 10

"Maaf ya nyonya, rumah nya hanya sederhana saja. Tidak besar dan tidak juga terlalu kecil." Ucap bik surti kepada ziah.

Mereka saat ini sudah tiba dirumah, dan kebetulan sekali hanya dalam hitungan detik saja, hujan langsung mengguyur dengan lebatnya.

"Nggak papa bi. Begini aja udah syukur banget kok. Setidaknya kita dapat berlindung dari teriknya panas matahari, dan juga hujan saat turun seperti ini. " Jawab ziah seadanya.

Memang rumah yang bik surti tinggali cukuplah sederhana. Tapi ziah cukup nyaman berada dirumah seperti ini. Karna seperti ini mengingatkan nya pada jaman ia masih muda dulu. Ziah bukanlah kalangan dari orang kaya. Dulu waktu dia kecil, hidupnya juga susah. Bahkan jauh lebih susah dari pada rumah yang bik surti tinggali, jika hujan turun lebat. Maka siap siap saja ziah dan kedua orang tuanya, menampung air akibat atap rumahnya yang bocor. Namun seiring berjalannya waktu ziah memilih untuk merantau ke Jakarta, dan memulai karir sebagai wanita kantoran, yang sedikit demi sedikit membantu perekonomian keluarga nya.

Waktu terus berlanjut, sampai ia menikah memiliki dua orang putra, dan suatu kejadian terjadi pada rumah tangga nya. Dimana sang suami kepergok berselingkuh dengan sahabat nya sendiri. Dan pada akhirnya ziah memilih jalan bercerai. Sekian lama menjanda ziah pun dipertemukan dengan Diki yang berstatus duda. Lama mereka saling kenal dan merasa cocok. Akhirnya mereka menikah, dan semenjak ziah menikah kehidupan nya justru semakin membaik.

"Nyonyah silahkan istirahat dulu, perjalanan dari jakarta menuju bandungkan cukup jauh. Nyonya pasti lelah, apalagi tadi bantuin saya jualan. "

"Mohon maaf ya. Kamarnya cuma ada dua. Nyonyah bisa istirahat di kamar nya non fasyin aja. " Ucap bik surti.

Ada baiknya nyonya nya ini beristirahat dikamar fasyin. Karna kamar fasyin ukuran nya jauh lebih besar ketimbang kamarnya bik surti. Begitupun juga kamar fasyin memiliki kipas angin, sedangkan kamar miliknya tidak. Jadi tidak ada salah nya kan, mama nya beristirahat dikamar anaknya.

"Iya juga sih. Yaudah deh kalo gitu, maaf saya ngerepotin ya bi. " Ucap ziah tak enak hati

"Ah nyonya. Jangan ngomong gitu, nggak repot sama sekali kok. Justru saya yang nggak enak, harus menerima nyonya dirumah yang kecil seperti ini. "

"Kalo gitu. Nyonya istirahat aja dulu. Nggak lama lagi non fasyin juga pulang kok. "

"Yaudah deh. Kalo gitu, saya istirahat dulu ya bi. " Pamit ziah menuju kamar fasyin. Tak lupa bik surti juga menganggukkan kepalanya

Sepeninggalan ziah. Bik surti kembali menuju dapur untuk memasak makan siang untuk dirinya dan juga nyonya keduanya itu. Sebelum nanti ia melanjutkan pekerjaan lainnya. Bik surti berniat untuk membersihkan halaman belakang rumah, yaitu taman yang kemarin sempat dibahas oleh fasyin.

Karna fasyin yang sibuk bekerja. Jadi bik surti pikir fasyin tidak memiliki waktu untuk membersihkan halaman tersebut.

Sementara ziah yang berada dikamar fasyin, merebahkan tubuhnya dikasur yang terbilang tidak terlalu empuk. Ziah berpikir, kenapa fasyin sanggup hidup dengan kesederhanaan ini. Padahal fasyin terlahir dari keluarga yang kaya raya. Hidup dirumah papanya yang serba mewah, tak membuat fasyin menjadi sosok manusia yang angkuh.

Padahal bisa saja fasyin menjadi wanita yang keras kepala. Pembangkang dan juga melawan pada papanya. Tapi semua itu tidak ia lakukan, walaupun ia selalu diperlakukan kasar oleh papanya. Tapi fasyin selalu diam dan menurut saja atas tindakan papanya.

Bahkan ketika dirinya diusir dari rumah pun. Fasyin tak banyak bicara, Entah terbuat dari apa hati anak itu. Sungguh ziah merasa bersyukur memiliki anak tiri seperti fasyin. Kadang ziah sempat berpikir. Kenapa sikap anak anak nya tidak sama seperti fasyin.

Ziah paham. Bahkan paham sekali, bagaimana watak ketiga anaknya yang tak pernah cukup dengan apa yang mereka miliki. Bahkan ziah kerap sekali mendapatkan laporan buruk tentang ketiga anaknya. Dan ziah juga kerap sekali menegur mereka, akan tetapi teguran yang mereka dapatkan tidaklah, membuat mereka berhenti.

Justru mereka malah semakin menjadi jadi. Memang benar kenakalan anak remaja itu masih terbilang wajar dan hal yang biasa, karna ada yang bilang tidak nakal tidak gaul. Tapi kembali lagi pada kenakalan anak tersebut. Jika kenakalan nya diluar batas apakah masih bisa dibilang wajar? Tentu tidak bukan.

Dan karna dari situlah. Baik rehan bayu dan juga sisil, tidak pernah menyukai fasyin. Karna apa? Karna setiap kali ziah memarahi mereka, ziah selalu saja membanding bandingkan diri mereka pada fasyin. Itulah sebabnya mengapa sisil dan kedua abang nya turut membenci fasyin. Karna bagi mereka fasyin telah merebut kasih sayang ziah dari mereka.

Padahal kalo dipikir lebih lanjut lagi. Bukan seperti itu, ziah hanya menegur mereka agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Dan memberi tau mereka contoh sifat fasyin yang baik. Akan tetapi mereka salah beranggapan, yang akhirnya mereka pikir kalo fasyin telah merebut seluruh perhatian ziah dari mereka.

****

Braakk!

"Ya. Ini benar benar sop ter enak yang pernah gue makan! Gilaa! Gilaa! Pokoknya lo harus naikin gajih bik yem dua kali lipat dari biasanya. " Ucap Edwin mengebrak meja.

Sampai sampai Arya dan juga fasyin terlonjak kaget, oleh suara gebrakan meja yang Edwin buat.

"Kayanya, apa yang lo bilang bener. Udah hampir lima belas tahun bik yem kerja dengan keluarga gue, tapi baru ini dia bikin sop seenak dan selezat ini. " Puji Arya.

Ia juga membenarkan saran dari Edwin kalo ia harus menaikan gajih bik yem dari biasanya.

Sementara itu, fasyin yang mendengar percakapan mereka hanya mampu tersenyum sendiri, ketika mereka memuji masakannya. Fasyin sama sekali tidak berniat untuk memberi tau mereka kalo itu adalah masakan nya.

Biarkan saja bik yem yang mendapatkan gajih lebih. Hitung hitung berbagi kebahagiaan sesama. Fasyin bahagia karna masakannya dipuji. Dan bik yem bahagia karna mendapatkan gajih double.

Arya yang melihat fasyin tersenyum seperti itu. Entah kenapa ia juga ikut tersenyum. Ia mengagumi kecantikan fasyin yang begitu natural.

"Astaga Arya. Ngapain lo ngeliatin dia sampe segitunya. Ingat ya ingat, dia udah jadi istri orang." Batin Arya ketika sadar dengan kelakuan nya.

Sementara Edwin hanya bisa diam dan mengulum senyumnya. Ia sadar jika Arya memiliki rasa pada fasyin. Dapat ia lihat dari pancaran mata milik Arya. Namun Edwin dapat menebak jika Arya belum menyadari hal tersebut.

Jika dirinya sadar akan perasaan nya pun, Arya juga tidak dapat berbuat apa apa. Karna fasyin adalah wanita yang telah bersuami.

"Ekhem! Kita udah selesai makan. Kamu bisa beresin ini semua, "ucap Arya berdeham canggung pada fasyin.

Seketika fasyin tersadar. Ia mengangguk lalu mulai membereskan sisa makanan mereka dari meja. Ia merasa senang, karna makanan yang ia buat habis tak tersisa.

"Kalo gitu. Saya permisi tuan. " Pamit fasyin ketika telah selesai membereskan semuanya.

"Tunggu! " Cegah Arya. Ketika melihat fasyin sudah mulai mendekati pintu

"Iya tuan kenapa? "

Arya terdiam. Ia bingung harus berkata apa? Ia juga tidak tau pasti kenapa tiba tiba ia hendak menghentikan fasyin. Entah kenapa ada rasa tidak ikhlas ketika fasyin harus pulang. Padahal masih banyak waktu mereka bertemu kembali

"Tuan. Apa ada sesuatu? " Tanya fasyin ketika melihat Arya hanya berdiam saja setelah memanggilnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!