chapter 4

"Nia! Nduk, kenapa kok malah melamun? " Ucap bik surti melihat nona mudanya ini, tengah melamun.

Tak ada jawaban dari fasyin. Dirinya masih saja terus melamun. Bik surti terus saja melambaikan tangannya tapi tetap sama sekali tidak ada respon dari fasyin. Tak kehilangan akal, bik surti sedikit mengguncang tubuh fasyin agar segera sadar dari lamunannya.

"Nduk sadar, kamu kenapa. Kok malah ngelamun. " Ucap bik surti

"Eh, iya bik. Kenapa? Bibik udah siap belanjanya, " Tanya fasyin linglung

"Udah ini. Bibik juga sekalian belanja bahan bahan kue, sama sayuran untuk kita makan. Bibik tanya, kamu itu kenapa kok melamun gitu, mikirin apa toh? " Ulang bik surti kembali

"Ah nggak kok bik. Nia nggak mikirin apa apa kok. Yaudah bik kalo gitu kita pulang aja, " Ajak fasyin. Ia tak ingin membuat bik surti juga ikut memikirkan apa yang tengah ia pikirkan. Sudah cukup dirinya saja yang membebani kehidupan bik surti dari dulu. Jangan ditambah lagi dengan beban yang tengah hadapi.

"Yasudah kalo gitu, kalo ada masalah jangan dipendam sendiri nduk. " Ucap bik surti

"Iya bik. Fasyin nggak kenapa napa kok, " Jawabnya.

Mereka pun kembali pulang kerumah, dengan membawa kotak kotak kue, dan juga belanjaan yang tadi bik surti beli. Cukup melelahkan, karna cuaca hari ini begitu panas sekali. Namun mereka tetap melanjutkan jalannya walaupun perut mereka sudah berbunyi minta diisi. Bukan tidak sempat Sarapan, tapi memang sudah tidak ada lagi makanan yang bisa dimakan. Karna masakan yang bik surti makan sudah habis untuk makan malam itu juga.

Fasyin berjanji, ia tak akan membuat bik sueti merasa kesusahan karna nya. Fasyin merasa kasihan karna bik surti harus berjualan kepasar seperti ini, walaupun dagangannya laris manis. Tapi uang yang didapatkan hasil jualan, hanya mampu untuk biaya kehidupan mereka sehari sehari. Ia berpikir bagaimana ia bekerja saja, entah menjadi pembantu atau apalah itu. Yang penting ia bekerja dan bisa menabung untuk biaya lahirannya nanti.

"Padahal belum ada satu minggu nia pergi. Tapi rumah ini sepi banget ya pah! " Ucap ziah. Saat ini mereka tengah makan siang bersama. Karna hari minggu jadi Diki memilih untuk beristirahat dirumah. Pun dengan rehan bayu dan juga sisil, yang memilih untuk tidak kemana mana hari ini.

"Biasa aja. " Jawab Diki acuh. Justru Diki senang karna fasyin pergi dari rumahnya ini. Karna memang itu yang Diki inginkan sedari dulu, Diki benar benar benci pada fasyin karna setiap kali melihat wajahnya, Diki selalu teringat akan mendiang istrinya yaitu dewi. Karna wajah fasyin benar benar mewarisi wajah dewi. Persis seperti pinang yang dibelah dua.

"Kamu ini kenapa sih mas. Kamu lupa kalo nia itu anak kamu? Darah daging kamu! Tapi kenapa kamu begitu benci sama nia mas. " Kesal ziah, melihat suaminya yang tidak memiliki rasa kasihan sedikitpun pada fasyin

"Harus berapa kali aku bilang mah. Aku itu benci dengan nya. Karna ia lahir aku harus kehilangan istri pertama ku. " Ucap Diki menatap ziah nyalang

"Itu semua udah takdir mas. Nia juga pasti nggak bakal mau dilahirkan tanpa seorang ibu. Coba kamu ngertiin dia. Resiko melahirkan memang nyawa taruhannya. Bukan cuma mendiang istri mu yang melahirkan, langsung meninggal. Kalo takdir ku juga sama seperti dewi, mungkin saat aku melahirkan sisil, aku juga bisa meninggal. Cuma takdir berkata lain, ini sudah jalan dari Tuhan yang menjemput dewi mas. "Jawab ziah lantang dan langsung pergi meninggalkan mereka bertiga dimeja makan

Ziah benar benar kesal pada Diki. Sudah berapa kali bahkan ribuan kali, ziah memberi tau Diki kalo ini semua udah takdir. Memang sudah nasib hidupnya nia harus lahir tanpa seorang ibu. Apakah pantas seorang ayah membenci anaknya karna ia kehilangan istri nya. Walaupun Diki sudah diberi tau oleh ziah. Tapi tetap saja ia tidak peduli, ia masih kekeuh dengan pada pendirian nya. Bahwa dewi pergi itu karna fasyin nya saja yang pembawa sial.

Sementara rehan bayu dan juga sisil. Hanya bisa diam sambil terus menikmati makan siang mereka. Hal ini lah yang mereka tidak suka. Ziah adalah ibu kandung mereka. Tapi ziah justru lebih menyayangi fasyin ketimbang mereka. Mereka merasa bahwa ziah lebih sayang fasyin dari pada mereka. Itulah kenapa rehan bayu dan juga sisil membenci fasyin, hingga tega membuat fasyin diusir dari rumahnya. Padahal perlakuan ziah, sama adilnya dengan mereka. Ziah sama sekali tidak pernah membeda bedakan fasyin dan juga anak anaknya. Karna ziah begitu menyanyangi mereka.

"Selalu nia, nia, nia, dan nia terus. Kenapa sih mama pake acara khawatir anak itu. " Batin sisil kesal

"Selalu saja anak itu. Karna membahas tentang dia, mama sama papa jadi bertengkar kan. " Batin bayu

"Setiap hari selalu Ini yang dibahas. Bosen gue lama lama. Kenapa sih mama harus peduli sama dia. Padahal sudah jelas kalo dia itu bukan anak mama. Tapi mama selalu lebih peduli dengan nya, " Batin rehan tidak suka

"Sudahlah. Jangan kalian pikirkan mama kalin, sekarang lanjut kan makan siangnya, " Ucap Diki. Ketika melihat mereka memandangi pintu kamar miliknya. Ia tau kalo ketiga anak nya itu lagi mengkhawatirkan ziah

"Iya pah. " Jawab rehan. Mereka bertiga pun melanjutkan makan siang mereka. Walaupun dengan perasaan yang entah seperti apa rasanya.

"Nia, gimana keadaan kamu sekarang nak? Maafin mama ya, karna mama masih belum bisa ngebuka pikiran papa kamu, biar nggak selalu berpikiran an yang bukan bukan dan selalu nyalahin kamu. Mama nggak tau lagi sekarang seperti apa. Tapi yang jelas semoga kamu baik baik aja disana. Mama bakal nyari tau dimana kamu tinggal sekarang nak. Mama janji itu, "ucap ziah.

Saat ini ia memang lagi berada dikamarmya. Ia benar benar merasakan khawatir pada fasyin. Entah seperti apa keadaan fasyin saat ini. Apalagi sekarang fasyin tengah mengandung, ia takut terjadi sesuatu dengan fasyin mau punya kandungannya.

"Kamu istirahat aja nduk. Biar bibik aja yang ngerjain tugas rumah. " Ucap bik surti setelah mereka tiba dirumah nya

"Tapi bik, nia pengen bantu bibik. " Jawabnya

Mana mungkin ia tega membiarkan bik surti mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri, sedangkan dia malah enak enakkan berbaring dikamar.

"Udah nggak papa. Ingat kandungan kamu nduk, " Kekeuh bik surti

"Hmm, tapi kandungan nia nggak papa kok bik. Nia bahkan nggak ngerasain mual atau apapun itu. Nia ngerasa kaya lagi nggak hamil malah. " Ucap fasyin

"Walaupun. Kamu kan sudah membantu dari subuh tadi. Bahkan kamu juga ikut berjualan di pasar. Sekarang makan ini terus istirahat. Jangan ngebantah, " Ucap bik surti mutlak

Fasyin pun mau tak mau harus menuruti keinginan bik surti. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah dan mulai memakan makanan yang ia inginkan. Sementara bik surti tersenyum melihat itu. Lalu ia pun melanjutkan tugasnya didapur dan meningalkan fasyin seorang diri.

Sepeninggalan bik surti. Fasyin memakan makanan nya, sambil men scroll hp miliknya. Guna mencari pekerjaan apa yang sekiranya pantas untuknya, sambil mencari, ia juga tak lupa mengatakan bahwa ia tengah hamil agar mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu berat. Sekian banyaknya pekerjaan yang ia tanya, tak ada satupun yang mau menerima nya. Karna sebagian memang mencari yang masih gadis atau belum berkeluarga. Mereka hanya takut jika menerima karyawan dengan kondisi hamil, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi mereka lebih memilih menolaknya. Lebih baik mencegah dari pada harus mengobati bukan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!