“Vindra emang keliatan secinta itu ya sama Zeline. Dia nggak mau biarin Zeline pulang sendiri. Padahal tadi aku udah bilang aku nggak apa-apa kok sekalian nunggu Seline terus baru ke sini, tapi Vindra nggak mau bikin aku nunggu lama deh kayaknya karena Zeline belum jelas kapan pulang. Akhirnya Vindra anterin aku dulu deh ke sini, baru balik lagi ke sekolah untuk jemput Zeline. Kasian juga dia bolak-balik, tapi kalau udah cinta emang begitu deh,”
Rina terkekeh mendengar perkataan Anin yang memang benar adanya. Vindra mencintai Zeline, kalau ada kesempatan bersama, kenapa harus dilewatkan meskipun harus kembali lagi ke sekolah dimana seharusnya Ia bisa istirahat saja dnegan tenang, dan Rina tahu Zeline kekasih Vindra tidak masalah kalaupun Vindra tidak menjemput, asal dikabari saja.
“Iya memang begitulah kalau udah cinta ya. Maunya dekat terus,”
“Bukan soal mau dekat terus aja, Tan, tapi menurut aku Vindra bertanggung jawab juga,”
“Alhamdulillah kalau memang begitu. Memang seharusnya bertanggung jawab ‘kan. Mau pacaran sama anak perempuan orang ya harus mau juga tanggung jawab,”
“Aku iri deh liatnya, tapi takut nggak dapat yang kayak Vindra jadi mending single aja deh,”
“Kamu pasti dapat yang terbaik untuk kamu, Nin. Bisa jadi dia lebih baik dari Vindra, cuma belum waktunya aja dipertemukan. Tenang, waktu masih panjang, kamu masih muda. Nggak punya pacar juga nggak apa-apa kok,”
“Tante setuju sama hubungannya Vindra Zeline?”
Pertanyaan yang mudah untuk dijawab oleh Rina karena situasi akan berbeda kalau seandainya Ia tidak setuju.
“Setuju dengan catatan nggak boleh pacaran melebihi batas wajar! Vindra harus bertanggung jawab atas semua keputusan yang dia ambil. Dia ‘kan juga udah dewasa ya, jadi tau mana yang baik dan nggak, Tante sama Om tinggal mengarahkan aja. Kalau dia mau punya hubungan istimewa sama Zeline dengan catatan harus mau tanggung jawab, jangan bikin sedih Zeline, hargai dia sebagai pasangan, sebagai perempuan, ya udah silahkan. Tante sama Om mantau aja,”
********
Vindra turun dari mobilnya dan bergegas cepat memasuki sekolah yang ternyata sudah sangat sepi. Ia benar-benar memastikan Zeline tak ada lagi di kelasnya. Setelah itu Vindra membuang napas kasar dan setelah itu punya dugaan kalau kekasihnya sudah pulang.
“Zeline udah keburu pulang sebelum gue jemput. Aduh bisa-bisanya gue lupa jemput dia, harusnya dari tadi tuh abis antar Anin, eh malah keasikan duduk di rumah akhirnya kelupaan deh Zeline belum dijemput,”
Vindra akhirnya memutuskan untuk pulang. Ia yakin Zeline sudah di rumahnya. Nampaknya tidak mungkin lagi Zeline pergi ke suatu tempat selain rumahnya, karena mengingat Zeline pulang sekolah sore dan Ia pasti capek. Kalau pulang sesuai jadwal saja Zeline lebih suka langsungnpulang ke rumah ketimbang harus singgah-singgah dulu di tempat lain.
Vindra melajukan mobilnya menuju rumah. Di pinggir jalan Ia melihat ada penjual martabak. Keinginan untuk makan martabak langsung hadir. Tanpa menunggu waktu lama Vindra langsung menghentikan mobilnya untuk membeli martabak itu.
Kebetulan hanya ada dua pembeli saja sudah termasuk Vindra. Dua orang yang menjual martabak itu sedang sibuk membuat martabak yang dipesan oleh seorang pria, pembeli selain Vindra yang duduk menunggu giliran pesanannya dibuatkan.
*****
“Zel, hari sabtu minggu kita ke villa yuk,”
Zeline menganggukkan kepalanya dan mengangkat ibu jari pertanda kalau Ia setuju dengan ajakan Papanya akhir pekan ini.
“Beneran nih Papa,”
“Iya, Pa, aku udah kangen liburan juga,”
“Okay siap-siap berarti satu hari lagi,”
“Dadakan, Pa,” ujar Reta yang merasa bingung karena suaminya tiba-tiba punya rencana berlibur di akhir pekan ini. Sebelumnya tidak ada pembicaraan tentang itu.
“Iya emang kenapa, Ma? Toh nggak jauh-jauh juga, persiapan cuma baju dikit aja, soalnya ‘kan cuma ke vila, dan cuma dua hari aja,”
“Okay, Pa,”
“Emang kenapa tiba-tiba mau liburan, Pa?”
Zeline sepemikiran dengan Reta, mamanya. Biasanya kalau mau berlibur sudah dibicarakan satu minggu sebelumnya.
“Ya nggak apa-apa, pengen ngajakin kamu liburan, kayaknya lagi kusut,”
“Hmm? Lagi kusut, Pa?”
Deni menganggukkan kepalanya. Menurut Denis, anaknya kelihatan sedang butuh liburan, makanya Ia hadirkan rencana itu di meja makan ketika makan malam ini.
“Aku nggak kusut kok, Pa,”
“Keliatan kok, kamu lagi banyak tugas ya? Keliatan mumetnya, Zel,”
“Tadi aku pulang sore, Pa. Karena ada materi tambahan gitu deh. Capek sih jujur, mungkin karena itu kali ya,”
“Terus tugas-tugas, ulangan, gimana?”
“Ya…emang lagi banyak sih, Pa,”
“Ya udah fokus aja, makanya Papa ajakin liburan supaya refresh pikiran,”
“Makasih ya, Pa,”
“Apa lagi mikirin Vindra? Hmm? Jangan sampai kusut karena mikirin cowok ya, Zel,” pesan Reta dengan tegas. Reta ingin anaknya bisa mengatur mana yang harus jadi prioritas. Kalau masalah percintaan, dimana-mana memang lebih baik harus dikalahkan dulu ketimbang pendidikan.
“Iya nggak kok, Ma. Aku nggak mikirin cowok, nggak mikirin Vindra,”
“Tapi kamu sama Vindra baik-baik aja ‘kan? Kalau nggak, bisa jadi yang bikin kamu mumet karena itu. Jangan mumet karena percintaan, karena cowok, pendidikan yang nomor satu,”
“Ma, Zeline juga tau kok, dia udah paham. ‘Kan dari awal udah dikasih rules kalau mau pacaran harus apa,”
Reta mengangkat kedua bahunya. Ia hanya mengingatkan anaknya saja. Yang namanya orangtua ingin selalu mengingatkan anak tentang hal yang baik-baik.
“Kamu sama Vindra gimana? Baik-baik aja?”
“Iya baik-baik aja kok, Pa,”
“Ya udah berarti bukan mumet karena percintaan ya?”
“Nggak, aku aman-aman aja kok, emang keliatan mumet ya? Kalaupun iya, udah pasti karena capek belajar, Pa, Ma,”
“Semangat dong, Nak. Ini papa ajakin liburan, jadi harus semangat ya,”
“Iya makasih, Pa,”
“Jangan lengah belajarnya. Udah mau lulus,”
“Siap, Ma,”
“Yang nggak penting tinggalin dulu, jangan dipikirin. Fokus sama belajar,”
Zeline memasang sikap hormat dengan mendekatkan tangan kanannya ke pelipis sambil berkata “siap laksanakan,”
Mereka kembali fokus makan sampai akhir. Setelah membasuh semua peralatan makan, Zeline ke kamarnya. Ia penasaran apakah Vindra menghubungi atau tidak. Sudah pulang lebih dulu, tanpa kabar pula. Tumben, biasanya Vindra sudah mengiriminya pesan di jam-jam segini.
“Kok Vindra belum chat ya? Dia kemana sih?”
Zeline hubungi tapi ternyata tidak aktif. Zeline langsung mendengus kesal. Tumben kekasihnya menghilang.
Zeline memutuskan untuk mengerjakan tugasnya saja. Ia harus ingat kata mamanya. Tidak boleh menomorsatukan hal selain pendidikan. Jadi walaupun kepikiran dengan Vindra, Ia tidak akan melupakan kewajibannya sebagai pelajar yaitu mengerjakan tugas.
*****
“Eh, lo liat nggak sih di sana ada si Vindra sama Anin? Mereka cuma makan berdua atau gimana deh? Kok Zeline nggak keliatan ya, Dar?”
“Mana gue tau, tapi mereka sahabatan ‘kan?”
“Walaupun sahabatan? Aneh nggak sih cuma berduaan doang?”
“Nggak aneh sih kalau Vindra ngomong ke ceweknya, kecuali kalau nggak ngomong, La,”
Dara dan Lala menginginkan nasi goreng sebagai menu makan malam dadakan mereka setelah berkunjung ke sebuah toko buku.
“Coba kita tanya Zeline, dia tau nggak?”
Dara akan meraih ponselnya tapi dilarang oleh Lala. “Kenapa sih?” Tanya Dara dengan ekspresi kesal. Menurut Dara, tidak ada yang salah Ia menghubungi Zeline. Hanya ingin tahu Vindra cerita atau tidak pada kekasihnya tentang Ia yang makan malam dengan Anin. Walaupun mereka bersahabat tapi kedekatan mereka berlebihan kalau sampai makan malam berdua tanpa diketahui oleh Zeline
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Suherni 123
terlalu si vindra
2023-10-10
0