“Duh perut sama pinggul aku rasanya nggak enak banget, sakit. Aku mau pulang tapi Anin sama Vindra masih betah,”
Zeline hanya bisa mengeluh dalam hati sambil memegangi perutnya yang terasa sedikit nyeri sehingga membuatnya tidak nyaman.
“Pulang yuk, aku mau pulang sekarang,”
Itu ajakan kedua dari Zeline. Sebelumnya Anin menjawab “Nanti-nanti aja dulu, Zel. Aku masih nyaman di sini,” yang disetujui oleh Vindra. Entah Vindra masih nyaman juga di kafe itu, atau memang ingin memenuhi keinginan sahabatnya.
“Ya udah ayo pulang sekarang,”
“Zel, muka kamu keliatan pucat, kamu baik-baik aja?”
Vindra memegang bahu sang kekasih. Ia bisa melihat wajah Zeline yang pucat. Zeline langsung menyentuh bibirnya sendiri.
“Kamu sakit?”
“Nggak, Vin,”
“Ya udah ayo pulang biar kamu istirahat. Udah capek ya?”
“Maaf ya, Zel. Kamu jadi kacapekan karena di sini sama aku,”
Sudah sore sekali dan mereka belum juga meninggalkan kafe Ananta. Zeline bukan tipe orang yang suka berada di luar rumah terlalu lama. Sekalipun Ia mengunjungi tempat yang membuatnya nyaman, tapi tetap saja rumah yang paling nyaman baginya. Makanya tadi Zeline mengajak pulang, tapi ditolak. Beruntungnya yang kedua tidak ditolak lagi.
Sebelum menuruni anak tangga, Zeline menghembuskan napas pelan dulu. Dan itu membuat kekasihnya bertanya “Kenapa? Kamu sakit ya?”
“Nggak, aku nggak sakit,”
“Ya udah ayo,”
Tiba-tiba Vindra sedikit membungkukan badannya di depan Zeline dan itu membuat Zeline bingung.
“Kamu ngapain, Vin?”
“Ayo naik ke punggung aku biar aku gendong. Kamu capek banget kayaknya,”
“Nggak usah, aku malu,”
Zeline masih punya rasa sungkan pada Vindra yang pasti tidak mudah menggendongnya sambil menuruni tangga. Vindra bisa kurang konsentrasi dan bahaya juga untuk mereka. Ia juga masih memiliki rasa malu. Apaka kata pengunjung-pengunjung lain di jafe itu bila melihat Ia digendong okeh Vindra.
“Kamu kayaknya kecapekan, Zel,”
“Aku lagi datang bulan hari pertama aja jadi agak ngerasa nggak nyaman, tapi nggak apa-apa kok,”
“Emang sesakit itu? Aku kalau datang bulan sih kadang sakit kadang nggak, tapi syukurnya nggak sakit banget,”
“Nggak kok, cuma sakit dikit aja,” ujar Zeline menjelaskan. Karena sakit yang dirasa itu maish bisa Ia tahan makanya Ia tidak akan mau menyulitkan Vindra kekasihnya.
“Ayo aku gendong ke mobil,”
“Nggak, Vindra. Aku maish kuat jalan sendiri kok, kamu tenang aja ya,”
“Daripada kamu kenapa-napa,”
“Santai, ini ‘kan hal biasa untuk perempuan,”
“Tapi ‘kan nggak boleh diremehin,”
“Serius aku baik-baik aja,” ujar Zeline seraya tersenyum mengusap punggung kekasihnya dnegan lembut, Ia meminta Vindra untuk berdiri tegap juga.
“Aku pokoknya mau jalan sendiri aja,” ujar Zeline memutuskan. Ia tidak akan mau digendong oleh Vindra. Sebab masih kuat berjalan dengan kakinya sendiri.
“Ya udah hati-hati, aku bantu pegangin ya,”
Vindra meraih tangan Zeline menggenggamnya dengan erat dan mereka turun tangga bersamaan. Vindra selalu mengamati ke samping nya untuk memastikan sang kekasih bisa melangkah dengan hati-hati.
“Kamu bawa kayuputih nggak? Yang sakit perut ya?”
“Aku nggak bawa,”
“Yah, kita beli dulu ya,”
“Eh nggak usah, aku cuma mau rebahan aja ini. Nanti juga hilang sendiri kok, lagian di rumah nanti bisa aku balurin minyak kayuputih,”
Vindra membukakan pintu mobil untuk Zeline dan Anin, setelah itu barulah Ia menyusul masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, Ia mengulurkan botol air mineral yang tutupnya sudah dibuka kepada Zeline . “Minum dulu,” ujarnya dengan lembut.
Zeline menerima dengan senang hati. Ia langsung menyeruput air ninum itu sedikit. Vindra mengamati dalam diam, sampai Zeline berhenti minum barulah Ia bertanya “Beneran kamu baik-baik aja?”
“Iya, Vin, kamu tenang aja,”
“Okay, kita antar Anin ke apartemen dulu ya, baru aku antar kamu pulang ke rumah. Soalnya ‘kan yang lebih dekat dari sini apartemen Anin,”
“Iya nggak masalah kok,”
Zeline tahu tidak mungkin Vindra membiarkan sahabatnya pulang sendiri dengan kendaraan umum. Apalagi Vindra yang membawa Anin pergi, otomatis Vindra bertanggung jawab mengantar Anin pulang ke apartemen nya.
“Anin, jadinya kamu sendiri ya tinggal di apartemen?”
“Iya, Zel. Mama Papa aku ‘kan masih di luar,”
“Keren kamu, Nin. Bisa mandiri gitu ya? Aku sih angkat tangan duluan deh kayaknya. Aku paking nggak bisa banget jauh dari Mama Papa,”
“Aku juga masih belajar, Zel. Ini ‘kan pertama kalinya pisah jauh sama mereka. Ya semoga aja aku betah. Tapi kayaknya betah sih, soalnya di Jakarta masih tetap nyaman kok dan di sini aku merasa punya keluarga, ada Vindra, ada orangtuanya Vindra,”
“Kamu kalau ada apa-apa, jangan sungkan ngomong ke aku, Nin. Kalau butuh sesuatu dan aku bisa bantu, pasti aku bantu kok. Mama Papa aku udah pesan juga ke aku untuk jagain kamu, untuk selalu ada saat kamu lagi perlu aku,”
Zeline bisa menyimpulkan, memang sedekat itu hubungan persahabatan antara Anin dan Vindra. Tidak hanya mereka yang dekat, tapi dengan irangtua masing-masing pun cukup dekat. Terbukti dari pesan yang diberikan orangtua Vindra kepada anak mereka yang intinya adalah mereka ingin Vindra menjadi sahabat yang baik untuk Anin.
“Iya, makasih banyak, Vin,”
“Kita ini ‘kan udah kayak keluarga. Kamu tinggal sendiri, mana anak perempuan, jadi orangtua aku tuh perhatian banget ke kamu,”
“Iya makanya aku ngerasa nyaman di sini karena nggak sendirian, ada yang bisa jadi teman aku,”
Tiba di apartemen, sebelum keluar dari mobil Anin menyempatkan diri untuk berkata “Makasih ya kalian udah ngajak aku pergi ke kafe Ananta, di sana ternyata makanan sama minumannya enak-enak, tempatnya juga nyaman banget dampai aku betah. Aku kayaknya bakal sering ke sana deh,”
“Iya sama-sama, Nin,”
“Ayo aku antar,” ujar Vindra sambil melepaskan sabuk pengaman yang menahan sebagian badannya.
“Eh nggak usah. Aku bisa sendiri kok. Kalian berdua langsung pulang aja. Zeline ‘kan capek jadi harus istirahat,”
“Nggak apa-apa, aku anterin sampai depan unit apartemen kamu supaya aku bisa ngenalin juga. Ayo aku antar, Nin,”
“Vindra, nggak usah,”
“Santai aja, aku cuma mau antar samapi depan pintu doang kok abis itu balik,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments