“Zel, aku antar Anin sebentar ya,” ujar Vindra pada kekasihnya yang menganggukkan kepalanya.
Walaupun sebenarnya Zeline ingin langsung pulang sulaya secepatnya bisa membaringkan badan lelahnya di atas tempat tidur, tapi Zeline tidak mungkin melarang ketika Vindra ingin memastikan Anin baik-baik saja tiba di dalam unit apartemen miliknya.
“Sebentar aja kok,” ujar Vindra sambil mengusap puncak kepala Zeline singkat kemudia keluar dari mobil disusul oleh Anin.
Zeline menghela napas pelan kemudian mengubah posisi kursi mobilnya supaya lebih lurus ke belakang setelahnya Ia mulai bersandar dengan nyaman.
*****
“Besok aku jemput di sini, jadi kita berangkat bareng ke sekolah, Nin,”
“Nggak usah, aku naik ojek online aja,”
“Ya jangan dong, bareng aja sama aku,”
“Terus Zeline gimana?”
“Zeline juga aku jemput kok,”
“Kalian berdua aja deh, aku berangkat sendiri. Takutnya aku kesiangan,”
“Ya jangan sampai kesiangan, nyalain alarm makanya, Nin,”
“Tapi ‘kan suka bablas meskipun udah nyalain alarm,”
“Ah kamu agak susah dibangunin ya?”
Anin tertawa dan mengangguk. Ia membenarkan kalau Ia memang kerap sulit untuk dibangunkan apalagi kalau tidurnya larut malam. Tidur sebelum larut saja sulit kalau dibangunkan.
“Iya sih, tapi kadang gampang juga. Nggak nentu deh, kalau aku tidurnya malam, lagi kecapekan, lagi malas, lagi pengen tidur melulu, ya aku bisa lama banget tuh di gempat tidur meksipun alarm udah ribut,”
“Kalau Zeline tuh tipe yang gampang banget bangun pagi, aku aja sampai heran sama dia. Keren dia tuh kalau soal bangun tepat waktu, biar tidur ya kemaleman juga dia tetap nggak kesiangan bangunnya. Padahal ‘kan masuk akal kalau kesiangan ya soalnya tidur udah kemaleman. Lah dia nggak,”
Vindra tidak jarang menjadikan kekasihnya sebagai topik obrolan baik bersama orang tua atau keluarga,maupun ke teman-temannya tidak terkecuali Anin ini. Kali ini Vindra secara tidak langsung menyampaikan rasa kagumnya pada Zeline soal disiplin yang dimiliki oleh Zeline.
“Jadi Zeline jarang kesiangan?”
“Jarang banget. Malah kayaknya nggak ada sejarah kesiangan dalam hidup dia deh,”
“Hahaha beda dong sama aku. Mama aku suka capek juga bangunin aku,”
“Ya pasti beda, tiap manusia ‘kan beda-beda. Karakter aja beda,”
Vindra dan Anin naik ke lantai tujuh belas dengan menggunakan lift, setelah itu mereka berjalan menjelajahi satu persatu unit sampai akhirnya bertemu dengan unit apartemen milik Anin.
“Makasih ya udah ngajakin aku pergi ke kafe, antar aku pulang bahkan nganter sampai ke depan pintu lho, kamu baik banget,”
“Iya sama-sama, selamat istirahat ya, aku pulang dulu, Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, hati-hati, Vin,”
“Okay, Nin,”
Vindra berbalik melangkah pergi. Ia benar-benar menepati ucapannya tadi bahwa Ia ingin mengantarkan Anin sampai di depan pintu unit apartemen Anin.
Anin langsung mencari kartu akses pintu apartemen nya namun Ia tidak menemukannya. Setelah mencari di dalam tas tidak ada, Ia rogoh saku baju, dan roknya namun tetap tidak ada.
“Vindra! Vindra!”
Vindra yang belum benar-benar jauh posisinya tentu kaget ketika mendengar Anin memanggilnya. Ia menoleh bingung melihat wajah panik Anin.
“Kenapa, Nin?”
“Masa kartu akses apart aku nggak ada ya? Kemana coba? Aku cari nggak ada. Di tas, di baju sama rok semua udah aku cari,”
“Hah? Serius? Coba cari pelan-pelan, jangan panik. Mungkin lagi keselip aja, Nin. Sini deh aku bantu cari kartu akses apart kamu,”
Vindra langsung meraih ransel Anin kemudian Ia berjongkok mengeluarkan semua barang peralatan sekolah Anin dan Ia letakkan tepat di depan pintu apartemen Anin supaya Ia bisa lebih mudah untuk mencarinya.
“Duh, kalau nggak ada gimana ya, Vin?”
“Bentar, aku cari teliti dulu ya,”
Anin ingat Ia sudah menyimpan kunci dengan baik di tas, tapi entah kenapa malah tidak ada. Ia sudah mencari di saku baju seragam dan juga roknya tapi tetap juga tidak ketemu.
“Duh dimana ya?”
Vindra sudah mengeluarkan isi dari ransel Anin dan Ia tidak menemukan kunci apartemen Anin. Ia ikut panik juga sekarang.
“Ya udah aku bantu urus. Ayo kita ke magament apart nya. Kita ngomong ke mereka kalau kartu akses kamu hilang jadi kamu nggak bisa masuk,”
“Bantuin aku ya, sebelumnya aku nggak pernah begini,”
Kepanikan tentu saja melanda Anin. Ia tidak baia berpikir jernih lagi ketika tidak mendapati kartu akses untuk masuk ke dalam apartemen. Ia spontan memanggil Vindra yang beruntungnya belum jauh sehingga bisa Ia mintai tolong.
*****
“Kok Vindra lama ya? Katanya cuma nganter ke depan pintu aja. Emang Anin ada di lantai berapa? Jauh kali ya,”
Zeline mulai bosan menunggu kedatangan kekasihnya yang tadi berkata bahwa akan mengantarkan Anin sampai di depan pintu unit apartemennya saja. Zeline pikir tidak akan lama. Paling lama mungkin hanya sekitar lima bela smenit, tapi dihitung-hitung oleh Zeline, sepeetinya sudah lebih dari lima belas menit Vindra belum datang juga.
“Ah bentar lagi Maghrib, kalau nggak datang juga sampai selesai adzan mendingan aku pulang duluan aja deh,”
Baru memiliki niat seperti itu, tiba-tiba ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia pikir dari Vindra, tapi ternyata dari Mamanya.
“Assalamualaikum, Zel. Kamu dimana, Nak? Kok belum pulang sih? Tumben udah sore gini belum pulang,”
“Waalaikumsalam, iya maafin aku, Ma. Aku lagi antar teman aku ke apartemen nya nih. Kami habis ke kafe tadi,”
“Oh gitu, ada Vindra juga?”
“Iya ada Vindra, Ma,”
“Ya udah secepatnya pulang ya, Nak. Hati-hati ya,”
“Siap, Ma,”
“Abis nganterin teman langsung ke rumah ‘kan?”
“Iya, Ma,”
“Okay Mama tunggu. Bilang ke Vindra langsung antar kamu ke rumah, jangan kemana-mana lagi,”
“Iya, Mamaku sayang, aku paham kok,”
“Pinter, ya udah Mama tutup dulu teleponnya, Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, Ma,”
Zeline menghela napas pelan setelah sambungan teleponnya bersama sang mama berakhir, kemudian Ia menyimpan ponselnya di dalam tas.
“Lama banget si Vindra. Beneran pulang sendiri deh ini. Mama udah nyuruh cepat pulang, lagian aku tuh nggak biasa pulang udah sore banget begini, mana hampir Maghrib. Biasanya udah di rumah sekarang malah nggak jelas nasib aku. Apa Vindra lupa ya dia ninggalin aku di sini? Ah tapi masa iya sih?”
Zeline menghubungi Vindra akan tetapi tidak mendapat tanggapan apapun. Itu membuat Zeline semakin kesal.
“Ih sebenarnya apa sih maunya Vindra? Aku kok didiemin begini di mobil? Aku ‘kan mau pulang cepat,”
Disaat tengah rasa kesalnya, tiba-tiba adzan berkumandang. Perasaan Zeline semakin tidak karuan. Yang seharusnya Ia sudah bersama kedua orangtuanya seperti biasa di rumah, ini malah masih di jalan.
“Ah udah deh aku mau pulang naik angkot aja, udah nggak begitu jauh juga, pesan ojek knline takut lama,”
Zeline memutuskan untuk pulang sendiri saja. Ia tidak betah lagi di mobil. Daripada tidak ada kepastian kapan Vindra mau menghampirinya di mobil kebih baik Ia pulang sendiri saja, lagipula jarak ke rumahnya tak jauh lagi.
Memberi pelajaran juga untuk Vindra yang mengabaikannya. Tadi bilang cuma sebentar saja tapi ternyata lama. Tidak mau menjawab panggilan maupun pesannya juga. Itu semakin membuat rasa kesalnya bertambah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Suherni 123
duh vindra bener bener deh
2023-10-10
0
Olla Tulandi Jom
seharusnya vindra kabari zeline menceritakan sebenarnya yg terjadi biar tidak salah oaham
2023-09-28
2