“Nggak-nggak, aku mau obatin di apartemen aku aja soalnya di sana ada obatnya kok,”
“Nggak, pokoknya kita cari apotek dulu kayaknya tadi aku sempat liat ada apotek,”
“Vin, nggak us—“
“Nurut sama aku, Nin. Kelamaan kalau harus nunggu sampai apartemen,” ujar Vindra dengan lugas. Vindra mulai melajukan mobil dengan laku yang normal sambil matanya melihat ke sisi kanan dan kirinya untuk mencari keberadaan apotek.
“Vindra dibilangin susah banget deh, orang aku maunya nanti aja kok,”
“Takutnya malah makin parah kalau didiemin terus,”
“Udah, Nin, kamu ikut aja. Daripada kaki kamu kenapa-napa,”
Anin menghembuskan napas kasar karena sepasang kekasih yang sedang berada di dalam satu mobil bersama nya itu sama-sama kompak ingin Ia segerq diobati semnetara Ia ingin langsung pulang ke apartemen dan akan mengobati lukanya di rumah.
“Tuh di depan ada papan nama apotek, Vin, berhenti aja di situ,”
Vindra mengangguk, ternyata Zeline melihat juga. Memang ada apotek tak jauh lagi, ada di depan mereka hanya beberapa meter saja jaraknya.
Tanpa menunggu waktu lama, Vindra langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat memasuki apotek. Dari gerak geriknya sejak tadi, Zeline tahu kalau Vindra pasti panik.
Di dalam mobil hanya ada Zeline dan Anin yang sama-sama terdiam. Zeline masih belum benar-benar pulih dari rasa sakit hatinya. Sementara Anin masih merasa sakit di kaki akibat kecelakaan kecil yang Ia alami tadi.
Vindra datang dengan menjinjing satu kantong plastik dan Ia segera menyerahkannya kepada Anin.
“Kamu bisa obatin sendiri? Aku takut kurang hati-hati,”
“Iya aku sendiri aja, aku bisa kok,”
“Sini aku bantu, Nin,”
Zeline tidak sungkan menawarkan bantuan. Ia yang semula diam dan duduk bersandar, langsung bicara dan menegakkan punggungnya mendekat ke kursi di depan.
“Nggak usah, aku sendiri aja,”
“Dibersihin dulu baru diobatin, Nin. Aku bantu aja yuk, aku bakal pelan-pelan kok,”
“Jangan, aku aja, Zel. Aku bisa kok, tenang aja,” ijar Anin seraya membersihkan lukanya dengan kapas juga alkohol. Ia melakukannya sendiri, sementara Zeline dan Vindra mengamati Anin dalam diam.
“Kalian kenapa jadi diam-diaman gitu? Ada masalah?”
“Nggak, ya lagi fokus ngeliatin kamu aja. Yang bener obatinnya,”
“Iya! Kamu cerewet deh. Ngobatin nggak, cerewet iya,”
“Lah ‘kan tadi aku udah bilang, aku takut nggak hati-hati kalau ngobatin kamu, ya namanya juga cowok. Kadang ‘kan kurang lembut walaupun menurutnya udah lembut,”
“Udah nih, kita pulang sekarang aja yuk,”
“Okay,”
Vindra melajukan mobilnya menuju apartemen Anin setelah Anin selesai mengobati lukanya. Begitu tiba di apartemen, Vindra bergegas membantu Anin keluar dari mobil.
“Aku gendong ya, Nin?”
“Eh nggak usah, aku sendiri aja bisa kok,”
“Serius bisa? Bukannya perih banget ya? Dan itu ada legam juga,”
“Nggak apa-apa, aku bisa kok,”
“Sini aku bantu, Nin,”
Tidak hanya Vindra yang menawarkan bantuan, tapi Zeline juga inisiatif menawarkan bantuannya supaya Anin tidak kesulitan dalam berjalan.
“Jangan-jangan, aku sendiri aja. Kalau dibantuin malah kagok,” tolak Anin.
“Nggak apa-apa, kamu jangan sungkan sama aku,”
“Ya udah aku gendong kayak tadi ya, Nin?”
“Nggak usah, Vindra, aku sendiri aja,”
Vindra akhirnya mengangguk membiarkan Anin berjalan. Vindra pikir, mungkin Anin sungkan bila dibantu olehnya. Padahal sebenarnya tidak apa-apa.
“Aku rangkul ya, plis jangan nggak mau,”
Zeline langsung merangkul pinggang Anin, dan sengaja meletakkan salah satu tangan Anin di bahunya.
Anin menolak bantuan Vindra, Zeline berharap Anin tidak menolak bantuannya yang tulus ingin membantu Anin sebagai sahabatnya juga.
“Pelan aja jalannya, Nin,”
“Iya, aku tau kok. Makasih ya udah bantu aku,”
“Sama-sama,”
“Maafin aku ya, tadi aku nggak bisa selamatin kamu dari bahaya. Mungkin aku maish kalah cepat sama kamu yang udah terlanjur nyebrang dan akhirnya malah disenggol sama orang nggak bertanggung jawab,”
“Harusnya aku yang minta maaf. Karena aku nggak dengar omongan kamu, aku jadi kena batunya gini deh,”
Zeline mengusap pinggang Anin dengan lembut sambil terus berjalan memasuki apartemen. Di belakang mereka ada Vindra yang sudah seperti penjaga mereka. Yang menekan tombol lift adalah Vindra, dan yang membuka serta pintu apartemen juga Vindra. Anin langsung mengantarkan Anin ke kamarnya.
“Kamu harus banyak istirahat ya, ini sering-sering diobatin jangan sampai lupa biar cepat kering luka kamu,”
“Iya, Zel, makasih,”
“Sama-sama,”
“Kalian mau langsung pulang?” Tanya Anin pada Zeline dan Vindra yang berdiri di depan pintu kamarnya.
“Iya, Zel?”
Zeline menoleh ke arah sang kekasih yang meminta pendapatnya. Zeline langsung mengangguk. Mereka tidak perlu lama-lama di apartemen Anin supaya Anin juga bisa istirahat.
“Hati-hati ya, makasih udah mau temenin aku jalan-jalan, terus nganterin aku balik lagi ke sini. Maaf udah repotin kalian berdua,”
“Nggak ada kata ngerepotin, kamu jangan ngomong gitu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk kabarin aku ya,”
“Okay, Vin,”
“Besok kamu sekolah? Kalau sekolah, berarti dijemput Vindra,” ujar Zeline pada Anin.
“Iya aku sekolah deh kayaknya,”
“Kamu serius? Bukannya kaki kamu masih sakit?”
“Iya masih pasti, cuma ‘kan aku udah ninggalin sekolah hari ini, jadi aku nggak mau lagi ninggalin besok, takut ketinggalan banyak materi,”
“Ya nggak apa-apa juga sih sebenarnya, tinggal izin aja, Nin,”
“Nggak ah, aku bisa kok,”
“Besok aku jemput kalau gitu, jangan berangkat sendiri. Selagi aku bisa aku pasti jemput kamu kok,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Inasitinurhasanah
gemes sama si anin 🤢😡😡
2023-08-28
1