“Eh biasanya kamu ngajak Zeline pergi makan kemana?”
“Macam-macam tempat lah. Aku kalau makan sama Zeline tuh kadang di sini, kadang di sana, sesuai mood aja. Ntar sesekali aku ajak kamu deh,”
“Boleh, jadi aku ikut kalian ngedate ya ceritanya?”
“Iya kalau kamu mau,”
“Aku mau lah, tapi kalau Zeline bolehin,”
“Gimana, Zel?”
Zeline menoleh dan tersenyum. Ia mengangguk dengan ringan tanpa beban “Iya nggak apa-apa dong, ikut aja,”
“Kamu nggak masalah?”
“Santai, Nin,”
“Tapi judulnya nggak kencan berdua dong? Nggak makan berdua, tapi bertiga,”
“Ya ‘kan cuma sesekali aja, jadi nggak masalah dong. Malah seru kita makan bertiga,” ujar Zeline.
Kalau sesekali menurut Zeline tidak apa-apa. Asal tidak selalu ketika Ia pergi berdua dengan Vindra saja ada orang lain yang ikut serta. Karena jujur Ia menyukai quality time bersama Vindra.
“Wuih ini kafenya ya? Bagus dari luar, kayaknya nyaman lama-lama di sini,”
Anin terperangah kagum ketika mobil Vindra tiba di depan sebuah kafe dengan nama ‘kafe Ananta’ yang tertulis di depannya.
“Yok masuk,”
Vindra keluar disusul oleh Zeline dan Anin. Vindra langsung meraih tangan Zeline, menggenggamnya dengan erat kemudian memasuki kafe.
“Milih tempat duduk yang mana? Ada lesehan juga lho, tapi di atas. Cocok buat cowok-cowok yang nongki sih kalau itu,”
“Di bawah aja ah, aku males ke atas, Vin,”
Zeline menolak untuk naik ke lantai atas. Kalau ada yang aksesnya mudah, kenapa harus mencari yang susah? Lagipula sama-sama nyaman juga.
“Di atas aja yuk, enak ‘kan kalau lesehan,”
“Tapi Zeline—“
“Kalau di sini nggak lesehan, penasaran deh di atas gimana. Aku pengen di atas, menurut kalian gimana?”
“Ya aku sih terserah, ngikut aja,”
Vindra menatap Zeline dan Anin punya keinginan berbeda. Zeline ingin di lantai dasar, sementara Anin ingin di lantai dua sebab duduk di lantai menurutnya lebih nyaman.
“Ya udah deh aku ikut Anin aja,”
Zeline tidak enak hati mempertahankan keinginan disaat Anin punya keinginan sendiri, dan Vindra tidak mendukung keinginannya sebagai seorang kekasih.
“Padahal aku mau di lantai dasar karena perut aku agak nyeri gara-gara hari pertama halangan nih,”
Zeline hanya bisa membatin saja sambil mengikuti langkah Anin yang sudah lebih dulu melangkah ke arah tangga untuk naik ke lantai atas. Zeline masih digenggam oleh Vindra dan mereka berjalan di belakang Anin.
“Nggak apa-apa di atas?” Tanya Vindra pada kekasihnya yang menganggukkan kepala.
“Dia penasaran sama di lantai atas, lagian bener juga, nyaman duduk lesehan di atas. Kita seringnya ‘kan di bawah ya, Zel,”
“Iya,”
Setelah tiba di lantai atas, Anin yang memilih tempat. Zeline dan Vindra menjadi pengikut saja. Anin tampak antusias pertama kali mengunjungi tempat ini, keinginannya untuk duduk di lantai atas, dihargai oleh Zeline yang sebenarnya malas untuk naik tangga tadi karena sedang halangan jadi perutnya sedikit sakit.
“Langsung pesan ya,”
“Aku aja yang pesenin, bentar ya,”
Vindra memilih untuk menghampiri pelayan yang sedang sibuk semua. Daripada memanggil takutnya lama ditanggapi, jadi Ia berinisiatif untuk menghampiri, tinggalah Zeline dan Anin di meja.
“Kamu diam aja, kamu serius nggak apa-apa ‘kan kita lesehan di lantai atas?”
“Iya nggak apa-apa, Anin. Aku nggak masalah kok,”
“Aku pikir kamu kesal?”
“Nggak lah, masa kesal sih? Kekanakan banget aku kesal karena hal sepele. Aku dimana aja juga nyaman kok, jadi nggak masalah sama sekali,”
“Biasanya kamu sama Vindra kalau lagi ke sini duduk di bawah ya?”
“Iya di bawah lebih sering, pernah ke atas, cuma emang di atas nih biasanya lebih banyak cowok-cowok dan aku kurang nyaman aja, Vindra juga gitu,”
“Kenapa? Kamu diliatin sama cowok-cowok itu jadi Vindra cemburu kah?”
Zeline tertawa tapi kepalanya mengangguk yang artinya membenarkan. Kemudian Ia bercerita tentang momen dimana pertama kalinya Vindra cemburu sebab Zeline sempat menjadi pusat perhatian beberapa lelaki yang kebetulan menjadi pusat perhatian para lelaki yang menjadi pengunjung kafe itu juga.
“Kayaknya di atas sih jadi tempat favorit buat para jantan deh, Zel. Mungkin karena adem, lesehan lebih enak kaki bisa selonjoran, bisa liat pemandangan kali ya,” ujar Vindra saat itu. Sesaat sebelum Vindra menyadari kalau kekasihnya diperhatikan oleh beberapa lelaki.
“Ada yang ngeliatin kamu tuh,”
“Kenapa emangnya?”
“Ya naksir lah, apa lagi alasan mereka untuk merhatiin kamu?”
“Kamu sok tau deh,”
“Heh aku tuh cowok, aku bisa tau arti tatapan mereka yang kagum sama kamu,”
“Kagum kenapa coba? Aku ‘kan bukan bidadari,”
Vindra berdecak ketika mengedarkan pandangan guna mencari tahu apakah kekasihnya masih sesekali diperhatikan atau tidak. Ternyata masih juga.
“Lama-lama colok juga nih matanya,”
“Hahahah kamu kenapa sih? Ya udah lah nggak usah diladenin, aku aja diamin mereka kok, aku nggak mau ambil pusing. Yang penting aku nggak ngapa-ngapain, dan aku ada yang jagain yaitu kamu jadi aku nggak takut,” ujar Zeline dengan senyum lembutnya yang menenangkan sang kekasih.
“Kamu cemburu ya?”
“Pakai nanya lagi,”
“Tenang-tenang, nggak usah cemburu. Aku nggak bakal ngelirik mereka kok, ‘kan aku ingat punya kamu,” ujar Zeline seraya menepuk-nepuk bahu kekasihnya.
Anin tertawa mendengar cerita Zeline. Bertepatan dengan berakhirnya sesi cerita dari Zeline, Vindra datang dan kembali duduk di sebelah kekasihnya.
“Kenapa kamu, Nin? Kok ketawa?”
“Ternyata kamu cemburuan ya orangnya?”
“Hah? Kok tiba-tiba ngomong gitu?”
“Barusan aku dengar ceritanya, Zeline,”
Vindra langsung menoleh ke samping dimana Zeline terkekeh. Vindra memicingkan kedua matanya menatap Zeline curiga.
“Kamu cerita apa aja, Zel? Hayo jujur sama aku,”
“Cuma cerita kalau kamu emang cemburuan orangnya, pernah cowok-cowok ngeliatin aku, kamu nya sewot banget,”
“Hahaha, oh gitu, main cerita-ceritaan ya sekarang,”
“Ya nggak apa-apa dong, ‘kan wajar aja kalau cemburu ke pacar sendiri, aku malah senang dengar cerita kebucinan kalian,” ujar Anin yang tadi menikmati cerita Zeline, dan reaksinya adalah tertawa. Ia membayangkan bagaimana ekspresi Vindra ketika cemburu itu.
“Aku penasaran gimana muka kamu kalau lagi cemburu,”
“Nanti aku buat dulu ya,” jawab Zeline dengan santainya.
“Heh jangan! Enak aja kamu,”
“Hahaha nggak apa-apa dong, biar ada bumbu dalam hubungan,”
“Nggak, aku nggak mau ya kamu bikin aku cemburu. Asal kamu tau, cemburu itu capek tau,”
“Capeknya kenapa?”
“Ya capek lah. Cemburu itu nahan emosi. Kalau diluapin ‘kan malah runyam, ya jadi bisanya ditahan aja. Kalau diluapin dengan cara ribut, malah ngerasa makin capek, nggak enak kalau cemburu tuh, seriusan deh,”
“Coba sesekali Zeline dong yang cemburu,”
“Aku udah pernah kok cemburu, sama teman sekelasnya Vindra pernah cemburu,” Zeline mengakui dengan senyum malunya.
“Serius? Kenapa cemburu? Emang mereka sedekat itu?”
“Ya…nggak tau ya. Aku ngerasa dia tuh deketin Vindra. Tapi sekarang dia udah pindah sih, nggak sekolah di tempat kita lagi,”
“Kamu kalau cemburu dipendam, atau diomongin sama Vindra?”
“Kalau udah nggak kuat ya ngomong, tapi kalau masih bisa dipendam ya nggak ngomong, hahahaha,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Suherni 123
vindra ga tegas jadi cowok
2023-10-10
0
Inasitinurhasanah
si anin itu tidak tau diri,,temen sib tm tpi gk gt jg kali
2023-08-28
1