Zeline melihat waktu di ponsel genggamnya setelah itu menghembuskan napas kasar. “Ya ampun aku lupa. Aku ‘kan pulangnya telat, udah jam empat lewat, wajar aja kelas Vindra udah kosong,”
Zeline mengedarkan matanya menatap ke ruang-ruang kelas lain yang pintunya terbuka dan menampilkan suasana sunyi di dalamnya.
“Ah ya udah deh aku telpon Vindra dulu untuk mastiin dia udah pulang duluan atau ke tempat lain nungguin aku. Tapi biasanya sih kalau nunggu di depan kelas aku,”
Zeline segera menghubungi nomor ponsel kekasihnya tapi ternyata tidak ada jawaban. Zeline mengirimkan pesan juga karena teleponnya tidak dijawab.
“Ini maunya aku tuh ya, Vindra kasih kejelasan aku pulang sendiri apa dia pulang sama aku? Kalau seandainya emang dia udah di rumahnya, berarti aku pulang sendiri aja nggak masalah kok,”
*****
“Ya ampun, Tante senang banget akhirnya Anin mampir ke sini. Udah beberapa hari di Jakarta baru sempat sekarang ya, Nak?”
“Hehe, iya maaf, Tante. Soalnya sekolah, terus pulang sekolah langsung ke apartemen, eh malah kemarin sakit,”
“Terus itu keadaan kaki kamu gimana? Masih perih ya luka yang abis kena motor itu,”
“Oh nggak kok, Tante, udah membaik banget cuma masih perih sih emang, tapi dikit aja kok,”
“Kamu mau minum apa?”
Kedatangan Anin disambut dengan begitu hangat oleh Rina selaku mamanya Vindra. Memang Anin sudah ditunggu-tunggu oleh Rina yang katanya merindukan sahabat anaknya sejak kecil itu. Setelah beberapa tahun tidak bertemu tatap, akhirnya sekarang bisa dipertemukan lagi dengan Anin.
“Oh nggak usah, Tante, aku udah minum kok tadi. Jangan repot-repot, Tante,”
“Nggak repot lah, minum apa?”
“Ya udah aku minum air putih aja, Tante,”
“Bentar ya Tante ke dapur dulu,”
Rina bergegas ke dapur sementara Anin dan Vindra duduk di sofa ruang tamu yang berada di rumah Vindra.
Anin mengamati sekitarnya kemudian tersenyum. Ternyata tidak banyak perubahan dari rumah Vindra.
“Aku masih ngenalin rumah kamu, nggak banyak berubah ya,”
“Iya, paling ganti desain interior aja, nggak beda-beda banget dari yang dulu,”
“Ya ampun udah lama banget aku nggak ke sini, Vin,”
“Gimana? Kamu senang nggak?”
“Banget dong, aku makin senang pas liat Mama kamu juga senang ketemu aku, ramah banget nyambut aku,”
“Ya pastilah, orang Mama udah nanyain kamu mulu kok. Mama bilang kalau Mama tuh udah kangen sama kamu. Akhirnya kamu datang juga hari ini,”
Rina datang dari arah dapur dengan membawa baki berisi air minum dan brownies. Ia langsung mempersilahkan Anin untuk mencicipinya.
“Ayo makan sama minum dulu yuk. Kamu mendadak banget datangnya. Tante nggak ada persiapan apapun lho,”
“Ya ampun, ini udah lebih dari cukup, Tante. Kebetulan ada brownies kesukaan aku ya,”
“Eh iya, kamu ‘kan suka brownies ya? Wah kebetulan banget Tante emang bikin ini tadi lagi, eh Alhamdulillah kamu nya datang,”
“Rezeki anak baik, aku senang banget kebagian brownies buatan Tante,”
“Semoga masih kamu sukai ya brownies yang Tante buat itu. Eh ngomong-ngomong kamu masih cantik ya, nggak berubah deh dari dulu. Paling status aja nih yang udah berubah, iya nggak?”
Rina bertanya dengan ekspresi wajahnya yang usil. Alisnya dinaik turunkan dan tersenyum sumringah ke arah Anin.
“Maksudnya, Tan? Status apa?”
“Status pacaran atau single?”
“Oh itu, duh Tante salah tau, Tan. Aku masih single,”
“Ah yang bener? Masa sih? Orang cantik begini masa belum punya pacar? Tante kok agak nggak percaya ya?”
“Tapi emang bener kok, Tan. Sejauh ini aku masih single, nggak tau deh kapan lepas status single nya. Tapi aku nggak mau buru-buru juga, nggak punya pacar juga nggak masalah, tetap bahagia kok,”
“Ngapain ya nggak single alias pacaran kalau nggak bahagia? Ya mendingan single aja,”
“Nah itu dia, Tante. Aku nggak ngejar-ngejar cari pacar juga,”
“Tapi masa iya sih nggak ada yang naksir, Nin?”
“Emang nggak ada, Tan,”
“Minta cariin lah sama Vindra. Sesekali double date deh sama Vindra Zeline,”
“Nanti aku cari dulu deh, barangkali nyelip calon pacar aku,”
“Uang kali ah,”
Anin dan Rina memang sudah cukup lama tidak bertemu akan tetapi keakraban mereka tidak berkurang sedikitpun. Suasana selalu menyenangkan, selalu hangat ketika bertemu.
“Eh ya ampun aku lupa. Zeline ‘kan belum aku jemput. Untung Mama nyebut nama Zeline jadi aku ingat. Astaga, semoga dia belum pulang deh,” Vindra sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi antara sahabatnya dna juga sang mama. Mendengar nama kekasihnya disebut, Ia langsung ingat hal apa yang seharusnya Ia lakukan.
“Ih gimana sih? Kok sama pacar sendiri lupa? Ya udah sana jemput lah. Kamu janjian pulang bareng atau gimana?”
Rina kaget ketika anaknya tiba-tiba berdiri sambil menepuk pelan keningnya. Rina bisa melihat ada rasa bersalah juga di mata Vindra.
“Nggak janjian cuma aku pengen jemput dia. Aku pergi dulu ya, Ma, Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, hati-hati, nggak perlu ngebut. Telepon aja dulu Zeline nya, barangkali Zeline udah pulang,”
“Iya, Ma,”
Vindra sudah menghilang dari ruang tamu. Kakinya melangkah dengan cepat kembali masuk ke dalam mobil dengan tujuan sekolahnya.
Sambil Ia mulai melaju, Ia meraih ponselnya di saku tapi ternyata daya baterai ponselnya habis. Vindra langsung berdecak dan memukul stir mobilnya karena kesal.
“Bener-bener ya, ada aja deh kejadiannya. Udah lupa jemput Zeline, seh sekarang handphone mati. Jangan-jangan Zeline udah hubungin gue,”
******
Reta sedang menyiram tanaman tiba-tiba dikejutkan dengan suara perempuan bernyanyi. Reta menoleh dan ternyata itu adalah anaknya.
Zeline datang dengan wajah berseri-seri walaupun rasa lelahnya tidak bisa disembunyikan. Kemudian tatapan Reta mengarah pada seorang pengemudi ojek online yang sedang memutar balik motornya tepat di depan gerbang rumah. Ia bisa menyimpulkan anaknya menggunakan jasa transportasi online itu.
“Assalamualaikum, Mama. Gimana suara aku? Bagus nggak?”
“Waalaikumsalam, bagus banget. Suara anak Mama selalu bagus,”
“Wuih Alhamdulillah dapat pujian. Mama rajin bener siram tanaman sore-sore,”
“Ah kayak baru kenal Mamanya aja. Sh ngomong-ngomong kamu pulang naik ojek online?”
“Iya, Ma. Aku minta maaf pulangnya telat hari ini, Ma. Aku ada materi tambahan tadi,”
“Iya nggak apa-apa kok. Vindra udah pulang duluan ya makanya kalian nggak bareng?”
Zeline mengangkat kedua bahunya. Ia tidak tahu jawaban apa yang harus Ia lontarkan atas pertanyaan dari mamanya. Karena Ia tidak mendapatkan kabar apapun dari kekasihnya. Ia telepon dan kirimi pesan tapi Vindra tidak menanggapi satupun.
“Lho, emang nggak ketemu?”
“Nggak, aku ‘kan pulang belakangan,”
“Berarti udah pulang duluan Vindra nya?”
“Iya kali, Ma,”
“Kalian lagi nggak berantem ‘kan? Kok ekspresi muka kamu langsung beda gitu pas Mama tanya soal Vindra?”
“Nggak apa-apa kok, Ma. Sebenarnya aku sama dia nggak ada masalah, cuma aku kesal aja. Nggak apa-apa kok dia pulang duluan, tapi dia nggak ada ngasih kabar, aku hubungin juga nggak direspon. Jadi aku agak kesal aja, Ma,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments