"Sayang itu cincin apa? Sejak kapan kamu memakai cincin sayang?" tanya Evelyn dengan nada penasaran.
Jantung Irfan langsung berdebar. Dia cukup gugup saat ini. "Sial, kenapa aku bisa lupa membuka cincin ini," umpatnya dalam hati.
"Sayang, jawab sejak kapan kamu pakai cincin?" desak Evelyn.
"Ini cincin yang tadi aku lihat di pinggir jalan. Saat ada yang jual, aku iseng membelinya dan ternyata pas di jariku. Aku lupa melepaskannya," ucap Irfan berkata.
"Yang benar saja, sayang. Sejak kapan kamu jadi seperti ini, memakai cincin murah gitu bahkan mungkin ini sampah. Ayo lepaskan saja," kata Evelyn tidak suka dengan cincin itu dan berniat melepaskan cincinnya di jari Irfan. Evelyn heran dengan tingkah laku Irfan.
"Jangan, Evelyn. Sudah biarkan saja. Tidak perlu dilepas," tolak Irfan.
"Kenapa kamu tidak mau melepaskan itu? Apakah kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Evelyn menatap curiga.
"T-Tidak sama sekali. Aku tidak menutup-nutupi apapun. Sudahlah, jangan membahas ini. Ini cuma masalah cincin murah saja. Kalau kamu membesar-besarkan nanti aku akan membuangnya," ucap Irfan mengakhiri perdebatan ini.
"Baiklah, aku minta maaf kalau aku sudah membesarkan masalah itu. Sekarang kita pergi," ajak Evelyn.
"Hmm," balas Irfan.
Jangan sampai dia marah. Bisa-bisa dia membatalkan undangan ke rumahnya nanti malam. Ini kan sudah sekali jika ku ajak ke rumah batin Evelyn.
Sebenarnya Irfan sedang tidak ingin pergi keluar. Tapi ia juga tidak mau Evelyn marah dan ngambek bila keinginannya tidak ia turuti sekarang.
Malam pun tiba.
Irfan sedang bersiap-siap untuk pergi ke kediaman keluarga Evelyn. Dia memakai pakaian yang sopan. Tak lupa ia memberikan parfum di area tubuh dan bajunya supaya tubuhnya wangi, padahal memang tidak bau sama sekali.
"Boy, mau kemana kamu?" sang Mommy menghentikan langkah kaki Irfan.
Irfan menoleh dan menjawab, "Mommy, aku akan ke rumah Evelyn dulu. Tante mengundangku untuk makan malam di sana," jelasnya.
"Oh baguslah. Tapi, hanya kamu saja yang diundang, Boy?" kembali tanya Mommy.
"Iya Mommy, kenapa memangnya?" tanya balik Irfan.
"Tidak, bukan apa-apa. Mommy pikir Inara juga mengajak Daddy dan Mommy ke rumahnya untuk meminta lamaran pernikahan kalian," celetuk Mommy.
"Apa, Mom? Lamaran?" pekik Irfan.
"Iya, kenapa kamu kaya terkejut begitu? Bukankah hubungan kalian itu serius? Kalian sudah menjalin hubungan cukup lama. Masa belum juga ada tanda serius?" ujar Mommy.
"Tidak, Mom. Jangan membahas itu semua sekarang. Aku benar-benar tidak bisa. Bagaimana kehidupanku setelah itu bisa-bisa aku akan mati mendadak. Tidak, Mom. Aku harap Mommy tidak membahasnya dengan Tante Inara," batin Irfan. Rasanya otaknya akan meledak.
"Hei, Boy. Kamu malah bengong gitu. Kenapa?" tegur Mommy.
"Ah, tidak Mom. Sudah malam. Aku harus pergi keburu kumalaman. Ku rasa mereka sudah menunggu ku. Bye, Mommy." Irfan mencium pipi Mommy dan berlalu.
"Ada apa dengannya? Sepertinya ia sedang bingung dan banyak pikiran saja. Padahal, tidak ada yang salah dengan apa yang ku katakan tadi kan tentang lamaran," monolog Mommy keheranan.
Di dalam mobil, Irfan tak sengaja melihat lewat ekor matanya cincin yang masih melingkar di jarinya itu.
Padahal siang tadi, Evelyn sudah memaksanya untuk melepaskannya bahkan membuang cincin itu. Tapi entah kenapa justru tidak Irfan lakukan. Hingga sekarang cincin itu masih berada di jari Irfan.
"Aneh, kenapa bisa aku tidak melepaskan nya, justru cincin ini masih berada di jariku. Tapi untunglah aku melihatnya sekarang. Kalau lupa, bisa-bisa Evelyn semakin marah padaku," monolog Irfan. Kemudian, ia melepaskan cincin pernikahannya dengan Jasmine saat mencoba melepasnya. Ini terasa susah karena cincin itu seperti kekecilan di jari Irfan.
"Astaga, ini susah sekali aku buka. Padahal, kemarin katanya tidak kekecilan seperti ini. Tapi kenapa sekarang jadi susah untuk ku buka. Duh, sial," umpatnya. Akhirnya, ia berhasil melepasnya. Kini Irfan merasa lega.
"Selamat datang, Irfan," Inara, Mami Evelyn menyapa Irfan ketika pria itu baru sampai.
"Terima kasih, Tante. Selamat malam. Bagaimana kabar, Tante?" ucap Irfan sopan.
"Baik-baik saja, Fan. Ayo, silahkan masuk," ajak Inara.
"Iya, Tante."
"Ayo, silahkan duduk Irfan. Kenapa kamu jarang sekali ke rumah?" tanya Tante Inara.
"Maaf, Tante. Memang akhir-akhir ini, aku terlalu banyak sekali pekerjaan di kantor. Jadi, lama aku tidak main kesini," jawabnya.
"Oh begitu. Tapi, Fan kalau bisa, sesibuk apapun kamu, sering-seringlah datang kesini. Kamu seperti mengindar saja. Kamu seperti takut kami menanyakan soal pernikahan kalian saja," ucap Mami Evelyn mengejutkan Irfan.
"Apa!" Irfan terpekik.
Dalam satu hari ini, sudah dua kali ada yang membahas pernikahan dia dengan Evelyn.
"Kamu kenapa, sayang? Kok, Sepertinya, kaget gitu sih," Evelyn mengomel.
"Em, tidak."
"Begini Tante, maaf sebelumnya bukan maksud saya takut di tanyakan soal pernikahan. Hanya saja, disini, saya ingin menegaskan dulu. Kalau saya meminta waktu untuk masalah pernikahan. Jujur saja, saya ini masih belum siap," ucap Irfan tegas.
"Oh, tidak masalah, Fan. Lagian, Evelyn juga bilang dia masih belum siap sepertimu. Hanya saja, kami sebagai orang tua kalian, ingin secepatnya menikahkan kalian berdua. Ingat, kalian sudah berhubungan cukup lama," ucap Mami Evelyn.
"Tapi, sekali lagi, saya tegaskan. Saya masih belum bisa. Dan ini tidak bisa di ganggu gugat lagi. Maafkan saya, Tante. Maafkan aku, Baby," ucap Irfan meminta pengertian.
"Iya, sayang, gak apa-apa. Aku mengerti kok. Mami, disini, kita sudah jelaskan bahwa kita masih belum siap untuk menikah sekarang ini. Tolong kasih kita waktu," ujar Evelyn memohon.
"Baiklah. Mami memahami kalian. Yaudah, sekarang kita ke ruang makan. Ayo, Nak Irfan, kita makan sama-sama," ajaknya.
"Hm. Baik, Tante," angguk Irfan.
Besoknya, Irfan akan pergi ke rumah sakit lagi untuk melihat kondisi Jasmine dan menanyakan pada dokter ahli tentang apakah sudah terjadi perubahan atau belum.
''Selamat pagi, Bu,'' sapanya kepada Bu Salma.
''Selamat pagi, Nak Irfan,'' balas Bu Salma.
''Ini saya bawakan sarapan untuk ibu. Silahkan dimakan,'' ujar Irfan sambil memberikan bubur pada Bu Salma.
''Terima kasih, Nak Irfan, tapi tidak usah repot-repot, ibu sudah makan kok. Tadi ibu beli sarapan di luar. Makan saja untukmu,'' lagi Bu Salma menolak pemberian Irfan.
''Tapi Bu, ini saya beli untuk ibu. Mengapa ibu selalu menolak pemberian saya, Bu?'' ucap Irfan.
''Maaf Nak Irfan, bukan maksud ibu menolak. Bukan itu, ibu tidak ingin dianggap sebagai benalu dan merepotkan Nak Irfan. Karena ibu sudah senang dengan kehadiran Nak Irfan yang datang ke sini, juga ibu tidak butuh apa-apa lagi,'' ujar Bu Salma.
''Untuk kali ini, tolong diterima, Bu, dan jangan pernah mengatakan ibu ini benalu. Saya ikhlas, ini saya ambil, Bu,'' paksa Irfan.
''Tapi, Nak.''
''Bu, tolong.''
''Baiklah, terima kasih.''
''Sama-sama, Bu.''
''Oh ya, ibu akan makan ini. Jadi, ibu minta kamu tolong bersihkan tubuh Jasmine. Dia belum saya bersihkan. Tolong, Nak,'' pinta Bu Salma membuat Irfan merasa kagum.
''Membersihkan tubuh wanita ini, gimana caranya?'' batin Irfan bingung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments