Irfan sekarang menjadi suami sah Jasmine, wanita yang dia tabrak malam itu, tapi dia tidak kenal sebelumnya. Pak penghulu dan saksi sudah pulang, begitu juga dengan Om Broto yang telah meninggalkan Irfan di sana. Kini di ruangan itu hanya ada Irfan, Bu Salma, dan Jasmine yang masih dalam keadaan koma.
''Nak Irfan, terima kasih karena kamu mau bertanggung jawab dan melakukan yang saya minta. Ibu berterima kasih untuk itu,'' ucap Bu Salma memulai percakapan.
''Hmm, iya Bu,'' jawab Irfan dengan tidak terlalu bersemangat.
Bu Salma sendiri tidak marah. Sebaliknya, ia tersenyum tipis karena memahami betul bahwa Irfan rupanya tidak setuju dengan pernikahan ini. Hanya Bu Salma yang menginginkannya.
''Ibu melakukan ini bukan karena mengincar hartanya, Nak Irfan. Ibu melakukannya untuk kebaikan ibu dan masa depan putri ibu.''
''Mungkin ini memang keputusan ibu demi masa depan anak ibu, begitu? Tapi, apakah ibu pernah berpikir bagaimana reaksi putri ibu ketika dia tahu statusnya sekarang sudah menikah? Saya pikir dia akan tidak setuju seperti saya, bukan Bu? Apakah ibu tidak memikirkan perasaan putri ibu?'' ujar Irfan dengan penuh kekhawatiran.
Bu Salma terkekeh mendengar itu. ''Mungkin benar juga pikiranmu, Nak Irfan. Tapi, ibu yakin putriku tidak akan lama marah kepada ibunya. Dia hanya punya ibu. Jika dia marah terlalu lama, dia akan hidup dengan siapa selain ibu?''
Irfan terheran-heran atas kata-kata Bu Salma. Bagaimana bisa wanita ini menikahkan putrinya dalam keadaan seperti ini, apalagi dengan pria yang tidak ia kenal?
''Yasudah terserah ibu saja. Kalau itu bisa membuat ibu senang,'' ujar Irfan dengan setengah hati.
''Semoga saja putriku bisa bahagia bersamamu, Nak Irfan,'' ujar Bu Salma mengejutkan.
Irfan tercengang. ''Apa bahagia bersamaku? Yang benar saja, pernikahan dadakan ini bisa membuatnya bahagia,'' bisik hati Irfan.
Tiba-tiba, ponsel Irfan berdering. Ia melihat bahwa itu dari kekasihnya yang tersayang. Sebelum menjawab panggilannya, Irfan melirik ke arah Bu Salma yang ternyata tengah memperhatikannya.
''Itu ponselnya terus berdering, Nak Irfan, kenapa tidak dijawab?'' ucap Bu Salma.
''Iya, permisi sebentar,'' kata Irfan sambil berjalan ke arah balkon.
''Halo, sayang!'' sapa Irfan sesambil sesekali melirik ke dalam ruangan.
''Halo, baby, kamu di mana? Kok nggak ada di kantor, hm? Aku ada di ruanganmu, tapi kamu malah tidak ada. Kamu di mana?'' serempak Evelyn memberondong Irfan dengan banyak pertanyaan.
''Apa kamu lagi di ruanganku?'' ucap Irfan kaget.
''Iya, kamu di mana? Kenapa tidak di sini?'' jawab Evelyn.
''Aku ada urusan lain sebentar ini, sayang.''
''Yaudah, mau kesini gak? Kalau nggak, aku pulang nih,'' ucap Evelyn kesal.
''Iya, tunggu aku kesana.''
''Yasudah, cepat ya, jangan lama!''
''Iya, tunggu.'' Tutup panggilan.
Irfan kembali ke dalam ruangan dan memutuskan untuk berpamitan karena harus kembali ke kantor.
''Bu, saya harus kembali ke kantor,'' ucap Irfan.
''Iya, Nak, tapi kamu tidak boleh melupakan statusmu sekarang ini!'' ucap Bu Salma mengingatkan.
Irfan langsung diam, tapi kemudian berkata, ''Ibu, tenang saja. Saya tidak akan melupakan hal itu.''
''Baguslah, Nak Irfan.''
''Yasudah, Bu. Saya pergi.''
''Ya, hati-hati.''
Sebelum benar-benar pergi, Irfan melirik pada Jasmine yang masih belum sadar. Setelah itu, ia menutup pintu dan berlalu pergi.
Diam-diam, Bu Salma tersenyum lebar ketika melihat Irfan melihat pada Jasmine anaknya tadi sebelum Irfan pergi.
''Entah kenapa saya merasa dia adalah jodohmu, Jasmine,'' gumam Bu Salma.
''Ibu rasa dia pria yang baik, Nak, walaupun kalian terpaksa menikah sekarang. Tapi, saya yakin kalian akan saling membutuhkan dan saling menyukai,'' lanjut Bu Salma.
Tiba di kantor, Irfan langsung bergegas ke ruangannya. Sayangnya, kekasihnya sudah menunggu bersama seorang pria.
''Sayang,'' panggil Irfan sambil membuka pintu tanpa mengetuk dulu.
Namun, ia terdiam sejenak ketika melihat kekasihnya duduk bersama pria tersebut di kursi di dalam ruangannya.
''Eh, baby, kamu sudah datang,'' ucap Evelyn seraya berdiri dan menghampiri Irfan untuk mencium bibirnya.
''Kalian sedang apa berduaan di ruanganku?'' tanya Irfan dengan tatapan dingin pada pria itu.
Lantas pria tersebut bangkit dan tersenyum miring. ''Kami hanya mengobrol, Irfan. Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang kami. Saya belum lupa, bahwa dia pacarmu. Jadi, santai saja dan berhenti saja menatap curiga seperti itu,'' ujar Alex.
''Iya, sayang. Kamu jangan cemburu, kami hanya mengobrol sambil menunggu kamu,'' tambah Evelyn.
''Dan, kamu harus duduk sedekat itu dengan dia, Evelyn? Apa kamu tidak menghargai perasaanku?'' sentak Irfan dengan geram.
''Kenapa kamu jadi marah-marah, Irfan? Kamu tahu nggak, aku kesal menunggumu yang lama datang. Lalu, dari mana kamu datang? Aku tanya pada sekretarismu, dia bilang kamu tidak punya pertemuan diluar dengan klien, Fan!'' ucap Evelyn, menuduh Irfan.
''Aku memang punya urusan lain, Evelyn, bukan soal wanita lain,'' jawab Irfan dengan terbata-bata.
''Beneran, kamu tidak bertemu wanita lain?'' tanya Evelyn yang curiga.
''Tidak, Evelyn. Bagaimana mungkin bisa?'' ucap Irfan dengan tenang.
''Kamu ngapain masih di sini? Sekarang aku sudah ada, sebaiknya kamu pergi saja,'' usir Irfan pada Alex yang masih ada di sana.
''Baiklah, Evelyn. Karena pacarmu yang galak ini sudah datang, aku pergi dulu. Oh ya, bila ada masalah, jangan ragu untuk meminta bantuan pada aku, Evelyn. Aku siap membantumu,'' ucap Alex sebelum menutup pintu dan pergi.
Irfan kebingungan. Bagaimana bisa pacarnya berteman dengan pria semacam itu?
''Bu Salma memang benar, mungkin pernikahan ini adalah hal terbaik yang terjadi pada saya,'' pikir Irfan.
"Apa maksud ucapan dia? Apa yang dia katakan, sialan," pekik Irfan.
"Tidak apa-apa, jangan dipikirkan. Dia hanya membual. Aku saja tidak percaya dengannya," ucap Evelyn.
"Oh, jadi kamu tidak percaya? Tapi tadi kalian justru sedang mengobrol," sindir Irfan, lalu duduk di sofa. Dia merasa semakin lelah hari ini.
"Sudahlah, jangan marah-marah lagi. Boleh kan?" kata Evelyn sambil duduk di sampingnya.
"Baiklah. Oh ya, ada apa kamu datang ke sini?" tanya Irfan.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya merindukan pacarku. Tadi Mama memintaku untuk mengajakmu makan malam di rumah. Kamu bisa kan?" ucap Evelyn.
"Hmm, bisa. Kenapa tidak?" jawab Irfan.
"Baiklah, aku tunggu kedatanganmu sekarang. Kita hangout yuk!" ajak Evelyn sambil memegang tangan Irfan.
Namun saat Evelyn melihat ada sebuah benda asing di jari Irfan, ia terkejut.
"Sayang, kamu pakai cincin? Sejak kapan? Tapi kenapa terlihat seperti ini..." Evelyn langsung memperlihatkan ketidaksukaannya pada Irfan dengan intens.
"Sayang, ini cincin apa?" pekik Evelyn.
"Ah, ini... Ini hanya cincin biasa," ucap Irfan sambil menelan ludah kasar. Ia panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments