Perhatian 2 chef tampan

Chef Wawan dan asistennya, Indra menatap Elisa bingung. Bagaimana mungkin gadis di depannya ini lupa dengan namanya sendiri. Pikiran mereka penuh dengan pertanyaan. 

"Boleh aku makan supnya?" tanya Elisa membuyarkan sejumlah pertanyaan yang hendak disampaikan dua chef tampan.

"Oh boleh dong, silahkan! Lumayan buat hangatin perut kamu. Biar nggak masuk angin." Chef Wawan menyodorkan mangkuk supnya plus sendok khusus sup.

Elisa memperhatikan isi mangkuknya, potongan ayam, wortel, brokoli, jamur kancing, jagung dan serat telur. Elisa mengernyit, ia mendekatkan hidungnya ke mangkuk. 

"Ini sedikit kental, ada kandungan telur dan sedikit … aroma jahe?" Tanya Elisa yang penasaran dengan aroma baru yang tercium.

"Sedikit berimprovisasi karena sedikit masuk angin but it works!"

"Aah, really?" 

Elisa mencicipi sup buatan chef Wawan. Kemampuan mendeteksi bahan yang digunakan oleh sistem mulai bekerja. Bumbu yang ditumis sebelumnya dengan sedikit olive oil, dan geprekan jahe menimbulkan aroma khas dalam sup. Kuah kentalnya berasal dari jagung manis yang diparut ditambah dengan penambahan telur disaat yang pas dan tidak berlebihan membuat rasa sup yang dimakan Elisa tidak berbau amis sedikitpun.

"Chef menambahkan parutan jagung?" Elisa bertanya setelah satu sendok sup lolos ke tenggorokan.

Chef Wawan dan asistennya saling memandang, ia kemudian tersenyum. "Wow untuk wanita yang katanya 'tidak bisa' memasak kamu jeli juga!" 

Indra bertepuk tangan untuk Elisa, "well done nona Diana!"

"Tepuk tangan yang tidak ikhlas, setengah mengejekku?" Elisa tersenyum masam.

"Hei saya ikhlas memberi apresiasi buat kamu. Kok bisa bilang nggak ikhlas dari mana?" Indra mengernyit heran.

"Hmmm, entahlah. Feeling?" Elisa sejak awal kurang suka dengan sikap Indra.

Chef Wawan menarik kursinya dan duduk menghadap semangkuk sup asparagus buatan Elisa. Ia memperhatikan sejenak lalu berkomentar.

"Teksturnya kurang lembut, pantas saja baunya sedikit mengganggu apa kamu lupa menambahkan kondimen (bahan pelengkap masakan)."

Elisa memperhatikan supnya, ia masih mengingat jelas sudah menambahkan merica, kecap asin, minyak wijen dan tentu saja krim kental.

"Semuanya sesuai takaran chef."

"Apa kamu yakin ini aman?" Pertanyaan chef Wawan terang saja menyinggung Elisa. Ia meletakkan sendok supnya lalu berkata.

"Nggak usah dimakan kalo nggak yakin, lagipula tadi saya muntah-muntah kan? Itu artinya nggak aman chef!"

Indra terkikik geli, apalagi wajah chef Wawan terlihat merah padam. "Sini kalau nggak mau buat saya aja deh! Kebetulan laper berat!"

Indra menarik mangkuk sup buatan Elisa lalu memakannya. "Astaga! Oh my goodness!"

Elisa terbelalak, ia takut terjadi sesuatu pada Indra karena supnya. "A-apa? Buruk sekali ya rasanya?"

"Hhhm, ini … ya ampun," tangan indra menopang kepalanya yang menunduk.

"Chef, nggak apa-apa? Udah jangan makan lagi! Kalau sampai keracunan saya juga yang repot!" Elisa katakutan dan berniat menarik mangkuk supnya.

Tangan Indra menepis lembut, "yang bilang bisa keracunan siapa? Kamu tahu nggak ini sup asparagus terenak yang pernah aku makan! Kamu luar biasa Diana!" puji Indra kemudian, ia kembali memakan supnya dengan lahap.

"Heri, bukannya kamu pernah  bilang sup buatan saya yang paling enak?" Chef Wawan menatap heran pada asistennya.

"Ini terenak kedua, beda tipis!" sahutnya tengil.

Chef Wawan cukup penasaran, ia mengambil sendok nya dan mencicipinya sedikit. Sama seperti Indra, ia dibuat terkejut dengan sup buatan Elisa. "Ini … luar biasa!"

Elisa terheran heran dengan sikap kedua chef tampan yang berebut mencicipi sup miliknya, tapi ia memutuskan untuk tidak peduli. Elisa melanjutkan kembali makannya karena perutnya mulai berdemo setelah dikuras habis beberapa menit lalu.

Obrolan berlanjut hingga akhirnya elisa harus pulang. Raka menjemputnya di depan restoran mewah milik chef Wawan yang letaknya bersebelahan dengan gedung tempat kursus memasak.

"Gimana, lancar?" Raka bertanya setelah mereka ada di dalam mobil.

"Kacau, aku memang tidak ditakdirkan untuk memasak." jawab Elisa memasang seatbeltnya.

"Belum, mana ada orang belajar langsung bisa. Emang apa menu hari ini?"

"Sup asparagus!" 

"Enak kayaknya, aku belum pernah makan itu. Tapi pernah baca itu kan mahal!"

"Yup, dan aku mengacaukannya! Tapi dia chef itu memberiku semangat, mereka bilang sup aku enak."

Elisa melambaikan tangan pada kedua chef yang mengantar dan masih berdiri disana.

"Waah mereka pembimbing yang baik, sampai rela lho nganterin kamu!" sindir Raka sedikit kesal.

"Hhm, pencitraan! Mereka nawarin buat kasih aku kursus tambahan. Katanya aku berbakat dan harus meningkatkan skill."

"Kamu terima?"

"Yup, dengan berbagai pertimbangan. Lagi pula mereka benar aku bahkan nggak paham apa itu teknik chop, kondimen, dish, seasoning or something?! Aaarrgh, itu bikin aku pusing!" Elisa setengah berteriak.

Raka terkekeh, "gimana mau ngelawan Alex kalau gitu aja nggak bisa!"

"Itu beda perkara, ini kan lain masalahnya." Elisa terdiam sejenak, mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa sesuatu. "Ada perkembangan terbaru?"

"Sedikit. B kasih info ada percepatan pengalihan harta yang kamu curigai itu. Mungkin Alex khawatir kalau kamu bakal kembali. Dia juga mulai menyebar mata-mata dan detektif swasta buat nyariin kamu."

"Hhm, rupanya dia mulai ketakutan. Terus gimana sama cowok nggak tahu diri yang menyelinap di ruang arsip?" 

"Mantan pacar kamu itu? Seperti yang kamu duga juga, dia kaki tangan Alex. B sudah menyelidiki dan ternyata benar dia sudah bekerjasama dengan Alex sebelum kalian berpacaran."

Elisa terperanjat, "no way!"

"Yes way mam, dia sudah mengkhianati kamu jauh sebelum kamu melabuhkan cinta konyol itu ke dia!"

Elisa mendengus kesal, ia mengumpat sepuasnya, merutuki kebodohan dirinya yang jatuh hati pada pria seperti Vino. Bayangan pengkhianatan itu kembali muncul membuat air mata Elisa tak lagi bisa dibendung. Ia memalingkan wajah dan terisak dalam diam. Lukanya kembali terbuka dan ia sangat merindukan Nico.

"Antar aku ke makam Nico." 

Raka tak bisa berbuat banyak, perubahan emosi Elisa begitu drastis. Sedikit menyesal karena harus menyampaikan berita yang pada akhirnya membuat Elisa terluka.

"Are you ok?" Raka sesekali menoleh memastikan Elisa baik-baik saja.

"Yeah, I'm ok … maybe," sahutnya lirih.

"Ada kabar lain dari B?" Elisa menyambungnya dengan suara parau.

"Tidak, tapi dia mau ke rumah malam nanti. B berpesan kalau lebih baik kamu menginap lagi dirumah ku. Situasinya sedikit berbahaya."

Elisa tak menjawab, tatapannya jauh ke depan. Ia sepakat dengan B, perasaannya mengatakan jika itu keputusan terbaik. Elisa harus selamat, perjalanannya baru dimulai.

 

Terpopuler

Comments

buk e irul

buk e irul

lidah takkan berhianat tentang rasa

2023-08-10

0

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

lanjut .....

2023-07-30

0

anna maryanah

anna maryanah

senggaaat elisa kamu yg trpilih, otor nya juga tteep semngaat

2023-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!