Elisa memperhatikan Rafi yang belum juga siuman. Raka membawa Rafi ke rumahnya, tempat yang paling aman.
"Dia, pingsan apa tidur sih?! Lama bener."
"Kali sekalian tidur karena ngantuk, capek juga dia seharian kerja." Raka menjawab asal. "Mau kopi?" Ia bertanya lagi pada Elisa.
"Boleh, low sugar kalo ada." Elisa tak mengalihkan pandangan dari wajah Rafi yang sebenarnya cukup tampan ketika kacamata dilepas.
"Low sugar? Takut gemuk, badan udah kurus gitu masih ngurangin gula aja."
Elisa menghela nafas menahan kesabarannya. "Gula itu sepele tapi bikin masalah. Kamu tahu nggak kadar gula yang seimbang dalam tubuh itu ngaruh ke kesehatan. Gula kamu stabil semua masalah di badan kamu bisa diminimalisir. Sedikit aja kadar gula naik atau turun efeknya langsung terasa di badan."
Raka manggut manggut, lalu berdiri sambil bergumam lirih. "Berasa kuliah gue, nawarin kopi jadi melebar gini. Salah ngomong kayaknya tadi."
Aroma kopi menggelitik hidung Elisa beberapa menit kemudian. Raka menyodorkan secangkir kopi untuk Elisa. Didekatkannya cangkir kopi dan Elisa menikmati harumnya aroma biji kopi arabika yang idealnya diseduh pada suhu 90°sampai 96° celcius.
"Gimana ibu, apakah aromanya sesuai?" Pertanyaan sarkastik Raka dijawab senyuman oleh Elisa.
"Perfecto!"
Hidung Rafi bergerak-gerak mengendus endus wangi kopi yang tercium, "Enak banget, boleh minta satu kopinya." Ucapnya masih memejamkan mata.
Elisa menaikkan sebelah alisnya, "Bangun pemalas, kalau mau kopi buka mata kamu!"
Rafi memicingkan mata sedikit, mengintip dari balik bulu mata tebalnya. Ketika raut wajah Elisa membayang di lensa mata ia terlonjak seketika.
"I-ibu Elisa?!"
Rafi mengerjapkan mata berkali kali seraya menjauhkan diri dari Elisa. "Saya mimpi nggak sih?"
Rafi menampar pipinya dua kali memastikan dirinya dalam kondisi sadar. Elisa melipat kedua tangan didepan dada.
"Sakit?" Tanyanya tegas dan mengintimidasi, Rafi mengangguk cepat.
"Ini Bu Elisa beneran? Bukan hantu?" Rafi masih belum mempercayai penglihatannya.
Elisa kesal dan menepuk pipi Rafi, "Apa hantu bisa berbuat seperti ini?"
Rafi menggeleng cepat, perlahan tubuhnya kembali duduk tegak dan lebih mendekat ke arah Elisa. Raka mengulurkan secangkir kopi untuk Rafi.
"Minum deh, biar nggak shock itu jantung."
Setelah beberapa saat dan Rafi telah tenang Elisa mulai mencari tahu informasi dari Rafi.
"Gimana kantor sekarang, saya perlu tahu apa yang terjadi setelah semua pergi."
Rafi meletakkan cangkir kopi di meja, menarik nafas sejenak sebelum menjawab. "Kalau boleh saya bilang, kacau Bu."
"Mbak, saya bukan atasan kamu lagi."
"Oh, iya Bu … eh mbak. Perubahan manajemen yang mendadak dan terlalu cepat membuat tiap departemen kacau. Kami bingung harus mengikuti kebijakan siapa. Pak Alex begitu arogan dan membuat sistem yang jauh berbeda dengan manajemen lama dibawah kepemimpinan mbak Elisa."
Elisa mendengarkan dengan seksama detail informasi yang diberikan Rafi termasuk bagaimana posisi Luna dan Banyu. Dua orang yang menjadi kepercayaan Elisa rupanya masih dipertahankan oleh Alex untuk mengelola manajemen.
"Menurutmu apa Luna dan Banyu bisa dipercaya?"
"Mbak, minta saran saya?"
"Bukan si Sulis! Ya kamu lah mana ada orang lain disini selain kami!" Sahut Elisa kesal.
Rafi memakai kacamata minusnya, "Saya nggak percaya mereka berdua mbak, salah satu diantara mereka mencurigakan."
"Oh ya, apa alasan kamu bilang begitu? Mereka tangan kanan saya lho."
"Saya pernah memergoki mbak Luna mengendap ngendap ke ruangan mbak Elisa waktu mbak masih disana. Kalau Banyu sekali saya pernah liat dia dipanggil pak Alex dan itu lama banget baru keluar dan mbak tahu sesuatu?" Rafi sengaja mendekatkan tubuhnya hendak berbisik.
"Apaan?"
"Dia …,"
KRUUK!!
Rafi cengengesan, suara perutnya bahkan melebihi suara konser katak saat musim hujan tiba. "Dia lapar mbak!"
DIING!!
'Oh Amy! Kenapa harus memasak lagi!'
[Anda harus banyak berlatih, nona! Semakin banyak frekuensi anda memasak semakin terasah kemampuan anda sebagai seorang chef.]
'Kau sangat, sangat menyebalkan sekali!'
[Terimakasih atas pujiannya! Misi kali ini menyiapkan pasta untuk makan malam. Pasta harus dibuat haruslah al dente dan saus yang dibuat harus menggunakan bahan asli bukan instan.]
"Apa, kau gila!" Elisa memijat keningnya yang seketika pusing.
"Siapa yang gila? Apa kelaparan hal yang dilarang dan dianggap gila mbak?" Rafi bertanya keheranan.
Raka mendengus kesal, "Hhhm, kumat deh kayaknya dia. Kamu mau masak lagi?"
Raka bertanya menyelidik, lebih dari empat puluh delapan jam terlibat dengan Elisa membuatnya hafal dengan kelakuan gadis itu. Elisa mengangguk dan tersenyum masam.
"Kan, mulai dah aneh-aneh! Semoga bisa dimakan tuh masakan. Jadi berapa lama waktunya?"
[Waktu anda empat puluh lima menit!]
"Sial!"
"Apanya, kok malah marah?" Raka bertanya penasaran.
"Nggak, antar aku ke dapur lagi!"
"Baiklah nona cantik, lewat sini!" Raka membungkuk seperti melayani anggota kerajaan.
Rafi mengekor keduanya, ia juga tak kalah heran setahunya mantan direkturnya itu anti memasak. Elisa bahkan tak pernah mau turun langsung ke pabrik pembuatan frozen food. Rumor yang beredar Elisa alergi makanan beku. Ibu Anita kembali dibuat heran dengan masuknya Elisa ke dapur bersihnya.
"Masak lagi? Kamu hobi banget masakin Raka? Mau ngelamar jadi istri Raka ya?" Ibu Anita mengedipkan matanya pada Raka.
"Bunda, jangan mulai deh!"
"Boleh Tan, kalo Tante ngijinin sih. Lumayan juga Raka daripada lu manyun kan ya Tan?"
Ibu Anita tertawa geli, sementara mulut Raka berkomat kamit kesal. Elisa bersiap dengan celemeknya.
'Oke, tampilkan resepnya Amy! Aku nggak ingin kehilangan uangku!'
[Siap nona, menampilkan pilihan resep pasta. Menu kali ini spaghetti carbonara.]
'Ya Tuhan, kau membuatku gila Amy!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
buk e irul
mie goreng lebih praktis dan menggoda 😅
2023-08-06
1
Hana Nisa Nisa
masak again
2023-07-30
1
anna maryanah
masakan paling gampang pdhal spagheti carbonara tapi yg bamabya pemula yo podo wae dulu prtma x sy msak tempe yo asiiin kok kelebihan garam nya🤭🤭🤭
2023-05-30
0