Memasak lagi?

Elisa berjalan didepan Raka, memakai kacamata hitam dan topi yang menutupi wajahnya. Sesekali Elisa menunduk menghindar dari tatapan orang. Raka hanya menggelengkan kepala melihat tingkah wanita cantik beraroma vanila itu.

Elisa hendak berbelok ke kiri saat tangan Raka menariknya ke arah yang berlawanan.

"Lewat sini putri tidur! Mau sampai kapan kamu nunduk begitu, bisa-bisa kaca pun ditabrak juga!" bisik Raka pada Elisa, jarak yang begitu dekat membuat Elisa merona.

Tangan Raka terus menggandeng Elisa sampai tiba di parkiran mobil. Elisa tercengang saat mereka tiba di depan mobil hitam.

"Masuk!" perintah Raka, "Jangan salah sangka, aku ini driver ojol! Ini mobil buat angkut pelanggan dan kamu menyewa seharian!"

Elisa ternganga tak percaya saat Raka menunjukkan aplikasi ojek online dengan namanya tertera di sana.

"Hei, ini penipuan! Aku nggak punya ponsel jadi darimana namaku bisa ada disana!"

Raka tak menjawab ia merogoh kantongnya. dan mengeluarkan ponsel lain. Raka menunjukkannya dengan senyum lebar. "Aku lebih pintar dari yang kamu pikir! Masuk, sebelum kamu jadi perhatian orang banyak!"

Elisa berdecak kesal, ia mengikuti perintah Raka. Pemuda manis itu terkekeh geli melihat Elisa yang masih menekuk wajahnya. "Jadi kita kemana nih? Ke rumah aku?"

"Yup, aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu sebelum benar-benar percaya sama kamu."

"Oke, kalau itu mau kamu. Kita ke rumah!"

Elisa tak menjawab, ia membuang muka tak ingin melihat Raka yang mengejek padanya. Mobil yang dibawa Raka melewati gedung kantor milik keluarga Elisa, ada rasa nyeri di hatinya saat melihat nama perusahaan yang terpampang jelas di sana. Bayangan kematian kedua orang tua, pembunuhan dirinya, dan menghilangnya Nico membuat Elisa berada di titik terendah.

Pengkhianatan om Alex sungguh sangat menyakitkan. Elisa menarik nafas panjang, ia sendiri sekarang tak memiliki siapapun dan tak bisa percaya pada siapapun juga.

"Itu kantor kamu?" Raka bertanya mengalihkan pandangan Elisa.

"Mungkin," Elisa masih enggan membuka dirinya.

"Aku dengar semua keluargamu tewas, orang tua dan juga kakakmu. Lalu kau … entahlah, keajaiban?" Raka bertanya rasa penasarannya membuncah sejak melihat berita itu diturunkan.

Elisa masih enggan menjawab, ia memilih diam seribu bahasa hingga mereka tiba disebuah rumah sederhana. Rumah dengan halaman yang cukup luas dan asri. Elisa memperhatikan sekitar sebelum akhirnya Raka memecah konsentrasi dengan membantu melepas seatbelt yang dikenakannya.

"Nggak turun? Aman kok, nggak akan ada yang tahu kecuali bunda sama mbak Sri."

Elisa ragu tapi kemudian Raka menariknya keluar. "Perlu pake nunduk kayak tahanan titipan kejaksaan nggak?"

Elisa menatap kesal pada Raka yang menyindir nya, "Ccck, apaan sih! Nggak lucu!"

Raka terkekeh geli, ia menarik tangan Elisa dan mengajaknya masuk. Rumah dengan plafon tinggi dan pencahayaan tepat itu terasa begitu sejuk meski tak menyalakan pendingin udara. Sirkulasi udara mengalir baik memberikan rasa nyaman dan segar sehabis menerjang hiruk pikuk ibukota.

"Bun, kenalin ini …," Raka menggantung kalimatnya dan ia meminta Elisa mengenalkan dirinya sendiri.

"Lisa," Elisa mengulurkan tangannya dengan sedikit canggung.

Wanita cantik paruh baya yang menyambut kedatangan Raka itu mengembangkan senyum, "Lisa? Oh ini yang kemarin bikin anak bunda telat jemput?"

"Eh, itu …," Elisa salah tingkah, ia menoleh pada Raka meminta bantuan.

"Iya, mau gimana lagi orang dianya maksa Bun!"

Elisa mengerjap tak percaya, jawaban Raka justru membuatnya semakin merasa bersalah pada wanita yang masih terlihat cantik dan anggun di usia enam puluh tahun.

"Maaf Tante, kemarin urgent."

"Oh, nggak apa kok. Tapi bentar, muka kamu kayak pernah Tante liat, tapi dimana ya?"

Elisa dan Raka kompak saling tatap, "Ah, bunda aja yang sok kenal nih!" Raka mencoba mengalihkan perhatian, ia tergagap.

"Bener lho, bunda kayak pernah liat deh. Ehm, tadi kayaknya di …,"

"Bun! Raka laper! Udah masak belum?" Raka menukas cepat.

DIING!!

Elisa terkejut dengan suara keras yang menggema di kepalanya.

'Aduh, Amy! Kenapa sekarang sih!'

[Misi2 : membuat menu makan siang waktu dua jam.]

'Amy, ini gila! Apa harus disini? Aku mau masak apa? Aku nggak ngerti caranya masak?!'

[Anda harus mulai terbiasa nona. Anda bisa memulainya dengan memilih bahan makanan terbaik yang ada di dalam lemari pendingin.]

'Kau menyebalkan sekali!"

[Waktu anda tidak banyak nona, sebaiknya lakukan sekarang!]

"Tante, biar saya aja yang masak gimana?" Elisa dengan berat hati dan sedikit canggung meminta pada ibu Anita, ibunda Raka.

"Masak lagi? Tapi kamu kan … aaaw!" Elisa terpaksa mencubit pinggang Raka agar diam.

"Bantu aku masak lagi, please!" bisik Elisa dengan sedikit penekanan.

"Tapi aku kan nggak …,"

"Tolong! Ini bahaya kalo nggak selesai aku bisa … ehm, bisa …,"

Raka menatap skeptis pada Elisa, gadis yang baru dikenalnya ini benar-benar menjengkelkan. Tapi melihat Elisa bersungguh-sungguh meminta bantuannya Raka pun luluh.

"Oke, aku bantu tapi dengan satu syarat!"

Terpopuler

Comments

buk e irul

buk e irul

nek jere anak bujangku ibuk pake my baby we 🤭gk cocok pake vanilla...

2023-08-02

1

🌹*sekar*🌹

🌹*sekar*🌹

vanila again..?🙃

2023-08-01

1

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

ikut.....

2023-07-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!