Bangkit dari Kematian

Elisa terbangun karena dering telponnya terus menerus berbunyi dan mengganggu tidurnya. Ia meraih ponsel tanpa melihat layar.

"Ya," jawabnya malas dengan mata tertutup.

Seseorang di seberang sana memberinya berita yang sangat mengejutkan, kecelakaan mobil yang ditumpangi kedua orang tuanya terjadi dini hari tadi. Keduanya tewas setelah mobil mereka masuk jurang.

"Nggak, nggak mungkin! Ini berita darimana?"

Seseorang menjawab dan memastikan kebenarannya, ia juga mengirimkan berita yang diturunkan salah satu portal berita online dunia maya.

Elisa membacanya dengan tangan gemetar, ia pun histeris seketika. Elisa terpukul dengan kematian kedua orangtuanya yang sangat mengejutkan. Bersamaan dengan itu sang sekertaris Luna datang. Luna yang sedianya hendak mengabarkan berita itu datang tepat waktu hingga menjadi sandaran untuk Elisa saat Nico tak ada disampingnya.

Elisa kalut, Elisa shock berat, Elisa yang malang.

Hari itu mendung menghiasi langit seolah memahami kesedihan Elisa. Jenazah kedua orang tuanya disemayamkan di rumah duka, Elisa tak henti menangisi kepergian mendadak kedua orang tuanya. Didampingi Luna, Elisa menerima ucapan belasungkawa dari para relasi dan kerabat. Tapi ada hal lain yang mengusik dirinya, Nico.

"Lun, dimana Nico? Dia nggak bisa aku hubungi, ponselnya mati. Masa iya dia nggak tau mama papa meninggal?"

"Mas Erwin sudah berusaha menghubungi dari kemarin dan … kami belum berhasil." Luna menjawab gamang, sejujurnya ia juga memiliki firasat buruk tentang Nico.

"Kemana dia Lun? Aku jadi khawatir sesuatu juga terjadi sama Nico." 

Luna sedikit ragu untuk mengatakannya tapi akhirnya ia memutuskan untuk memberitahukan pada Elisa.

"Bisa kita bicara di dalam, ada sesuatu yang harus aku sampaikan?"

Elisa menatap Luna dengan curiga, tapi ia enggan mengatakannya di depan para pelayat. Setelah meminta bantuan dari General manager untuk menggantikan posisinya menerima pelayat, Elisa pergi ke ruang kerja sang Ayah.

"Ada apa sebenarnya Lun, apa sesuatu terjadi sama Nico?"

Luna tak menjawab, ia mengambil tas kerjanya dan menyerahkan satu berkas laporan pada Elisa.

"Kami mendapatkan laporan kalau ada proses balik nama perusahaan secara sepihak oleh …,"

"Om Alex!" tebak Elisa sambil membaca lembaran berkas ditangannya.

Ditangan Elisa laporan keuangan perusahaan dan juga laporan hasil rapat umum pemegang saham jelas-jelas mencantumkan nama Alex Nataprawira sebagai pemilik baru. Elisa terbelalak saat melihat tanggal pengesahan yang tertera di RUPS tertanggal sehari sebelum berita kematian kedua orang tuanya.

"Lun, ini … mustahil! Aku aja nggak diundang ke rapat ini?! Gimana bisa mereka dapat tanda tangan aku disini!"

"Itu yang membuatku khawatir Lis, jelas orang di sekitar kita yang bermain disini. Mungkin menyisipkan lembar kosong pas kamu tanda tangan or something." 

Luna terlihat cukup khawatir, ini menyangkut pekerjaannya juga. Kredibilitasnya sebagai orang kepercayaan Elisa dipertaruhkan. Elisa adalah teman sekaligus penolong nya saat ia dan keluarga mendapatkan kesulitan. Itu sebabnya Luna mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu Elisa termasuk di saat seperti ini.

"Aku nggak tahu harus gimana lagi! Dimana Nico, kenapa justru menghilang disaat seperti ini!"

"Ehm, Nico sebenarnya menitipkan pesan ini ke kamu." 

Luna menyerahkan selembar kertas pada Elisa, dengan cepat Elisa menyambar dan membacanya. Matanya terbelalak saat menangkap kalimat, 'Lari dan pergilah menjauh secepatnya!'

Nico juga mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu yang berkaitan dengan pemindahan hak waris. Nico berpamitan pada Elisa dan berharap bisa kembali bertemu dengannya segera. Tapi intuisi Elisa mengatakan Nico tidak baik-baik saja, kalimat terakhirnya jelas memberinya peringatan untuk segera menyelamatkan diri jika Nico tak kunjung datang.

Ia menatap Luna dengan ekspresi rumit, tubuhnya gemetar hebat. "A-apa yang terjadi sebenarnya Lun?"

"Entahlah, bersabarlah kami sedang menyelidikinya. Tenang kan dirimu, sekarang kamu harus mengantarkan jenazah kedua orang tua kamu ke pemakaman."

"Mbak, jenazah akan segera diberangkatkan sebaiknya mbak ke depan." Pria muda bernama Banyu mengingatkan Elisa, dialah General Manager yang dipercaya Elisa. Orang kedua setelah Luna.

Elisa menuruti perintah Luna dan Banyu, ia pun segera mengikuti prosesi pemakaman. Hujan gerimis mengiringi proses pemakaman. Elisa terduduk di tepi gundukan tanah basah kedua makam orang tuanya. Tatapannya kosong menatap dua buah nisan kayu. 

Luna dan Banyu masih setia menemani. Elisa masih ingin berlama-lama disana sambil membacakan doa sebagai hadiah terindah yang bisa diberikan untuk mereka. Sedianya kepulangan mereka ke Indonesia adalah untuk merayakan anniversary pernikahan emas, sekaligus melepas rindu setelah tiga bulan berada di luar negeri. Tapi maut terlalu cepat menjemput.

Elisa ingin sekali memutar kembali waktu, kembali disaat canda tawa riang masih memenuhi ruang hatinya. Kembali di saat dia masih memiliki kebersamaan dan kebahagiaan bersama kedua orang tuanya.

Namun, waktu tidak pernah berjalan mundur!

"Mbak ini sudah sore mau sampai kapan disini? Kita pulang ya sekarang?" Banyu mengingatkan Elisa yang enggan mengubah posisinya.

"Kalian pergilah dulu, aku menyusul." sahut Elisa tanpa menatap keduanya.

Banyu dan Luna saling menatap, "Tapi Lis, ini sudah sore sebentar lagi magrib apa kamu mau tidur disini?" Luna kembali mengingatkan.

"Pergi kataku!" Elisa menghardik, ia sedang tidak ingin dibantah.

"Baiklah, kalau itu maumu. Kabari kami secepatnya kalo kamu sudah dirumah oke?" Linda dan Banyu mengalah.

"Oke," sahutnya lirih.

Dengan berat hati Luna dan Banyu meninggalkan Elisa. Sesekali Luna menoleh ke arah Elisa yang masih duduk termangu.

"Apa dia akan baik-baik saja B?" Luna bertanya dengan keraguan.

"Aku harap juga begitu, semoga dia kuat."

"Gimana Nico, kamu sudah bisa hubungin dia?"

Banyu menggeleng, "Kita kehilangan jejak."

"Astaga, kenapa jadi serumit ini!"

DOOR!!

Terdengar dua kali bunyi letusan seperti tembakan di udara. Luna dan Banyu saling menatap.

"B, apa aku nggak salah dengar?" 

"Elisa!" keduanya sontak berteriak bersamaan.

Benar saja, tubuh Elisa tersungkur di atas makan sang ayah. Luna dan Banyu berlari menghampiri Elisa.

"Elisa, bangun! Ya Tuhan, B cepat telepon ambulance!" Luna meraih tubuh Elisa yang bersimbah darah.

Elisa tak juga membuka matanya meskipun Luna berusaha menyadarkannya. Banyu bergerak cepat dengan menggendong tubuh Elisa ke dalam mobil, mengabaikan permintaan Luna. Elisa tak bisa menunggu, ia kritis. Disela nafas terakhirnya Elisa sempat membuka mata sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

"Mati, kau! Habis sudah pewaris Wisnu Nataprawira, sekarang semua ini milikku!" 

[Preparing to install the system on,]

[3 …,]

[2 …,]

[1 …,]

[Preparing to synchronize the system,]

[Loading 10%]

[....50%]

[....100%]

[Complete system]

[Please select a language to activate the system]

[Indonesian]

DIING!!

Bersamaan dengan bunyi yang cukup keras berdentang di kepalanya, Elisa membuka mata tiba-tiba. Matanya terbelalak dan nafasnya terasa berat. Ia meraup udara sebanyak banyaknya seolah kehabisan oksigen.

"Dimana, dimana aku!"

[Selamat datang kembali Elisa, anda terpilih sebagai tuan rumah Super Chef System periode sekarang dan Aku adalah pemandumu Amy.]

Mata Elisa mengedar mencari siapa yang berbicara padanya. "Siapa yang berbicara padaku?!"

[Anda tidak dapat melihatku nona, tapi aku bisa melihatmu.]

Elisa turun dari tempat tidurnya yang sedingin es, ia terkejut mendapati dirinya tak mengenakan satu helai pakaian, bahkan tertidur diatas meja besi.

"Dimana aku, ini dingin sekali seperti …,"

[Kamar mayat, anda berada disini selama hampir tiga puluh enam jam. Anda telah dinyatakan meninggal karena peluru yang bersarang tepat di jantung dan paru-paru. Dua tembakan fatal yang seketika membunuh anda.]

"Oh ya aku ingat sekarang, suara tembakan! Apa aku sedang bermimpi?"

[Tidak nona, anda telah terpilih untuk dihidupkan kembali dengan sistem. Aku akan memandumu menjalankan misi berhadiah hingga berhasil mendapatkan sejumlah uang.]  

Alisa mengernyit heran, ia mencari sumber suara. "Misi berhadiah? Haruskah aku percaya ini Amy? Jangan bercanda karena ini sangat tidak lucu! Aku merasa seperti bermain dalam film."

[Amy tidak pernah bercanda nona. Sistem selalu berkata jujur.]

Elisa melilitkan kain tipis berwarna putih tubuh polosnya, kepalanya sedikit nyeri tapi ia mencoba bertahan. Ia mengendap endap keluar dari ruang jenazah.

"Baiklah Amy, lupakan dulu tentang misi. Jika kau memang sistem yang menyelamatkan dan menyatu dalam tubuhku, bantu aku dulu untuk keluar dari sini!"

[Tentu nona!]

Terpopuler

Comments

زيتون مامة

زيتون مامة

udah di kasi tahu bahaya, lari sejauhnya, masih juga mc nya mau sedih sedih di pusara.

2023-09-13

0

Ibuk'e Denia

Ibuk'e Denia

aq mampir thor ke ceritamu

2023-08-01

1

Ciacia

Ciacia

lanjut

2023-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!