Iyan segera membawa tubuh Beeya ke rumah sakit. Dia meminta kepada asisten rumah tangganya untuk tidak memberitahu kedua mertuanya juga keluarganya. ART itupun mengangguk.
Iyan melajukan mobilnya seperti pembalap liar. Dia merasa sangat bersalah karena sudah pasti Beeya tidak makan dan tidak tidur karena dirinya yang pergi begitu saja.
"Maafkan aku, Chagiya."
Tibanya di rumah sakit, Iyan segera membawa Beeya menuju IGD. Dia menunggu di luar dengan hati yang was-was. Dia takut anak yang ada di dalam perut Beeya kenapa-kenapa.
Lima belas menit menunggu, akhirnya dokter yang menangani Beeya keluar. Dia menghampiri Iyan yang tengah menunggu dengan begitu cemas.
"Apa Anda sudah tahu jikalau istri Anda--"
"Tengah mengandung?" Dokter itupun mengangguk.
"Saya tahu, Dok."
"Jangan sampai terulang lagi, ya. Istri Anda pingsan karena kekurangan asupan nutrisi. Jika, itu sering terjadi bisa berimbas pada janin yang tengah berkembang di rahimnya." Iyan mengangguk mengerti.
Dia masuk ke ruang IGD di mana sang istri baru saja tersadar. Iyan menghampiri Beeya dengan senyum yang melengkung indah.
"Maaf."
Satu kata yang membuat Beeya menitikan air mata. Iyan mengusap lembut bulir bening yang membasahi pipi putih sang istri. Dia pun mengecup kening Beeya dengan sangat dalam.
"Jangan melakukan hal bodoh lagi," ujar Iyan. "Ada nyawa lain yang tengah hidup di perut kamu." Iyan mengusap lembut perut Beeya yang masih rata.
Air mata Beeya semakin mengalir deras. Sungguh dia merasa bersalah ketika mendengar ucapan dari mulut Iyan.
Beeya tidak ingin dirawat. Dia meminta untuk pulang. Iyan pun menuruti keinginan Beeya. Tibanya di rumah, pil penggugur kandungan masih ada di atas tempat tidur. Iyan yang tengah membantu Beeya untuk naik ke atas tempat tidur segera mengambil pil setan tersebut dan membuangnya ke dalam tempat sampah.
"Ay--"
"Sekuat tenaga kamu menolak anugerah Tuhan itu. Jika, Tuhan menghendaki benih itu untuk tumbuh dan berkembang, kamu bisa apa?"
Beeya tak bisa berkutik. Sungguh ucapan Iyan sangat menusuk ulu hatinya. Dia menatap dalam Iyan yang juga menatapnya.
"Seorang harimau pun tidak akan pernah tega untuk memakan anaknya." Sentilan keras lagi untuk Beeya dari suaminya.
"Sekarang kamu istirahat, dan besok kita akan periksa kandungan kamu."
Kali ini Beeya melihat keseriusan yang luar biasa dari diri Iyan. Dia yang biasa menimpali, kini tak bisa berkutik. Mulutnya terasa sangat kelu. Dia juga seperti anak kucing yang menurut sekali kepada suaminya.
.
Di malam hari Beeya berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Iyan segera mengikutinya dan membantu memijat tengkuk lehernya.
"Masih mual?" Beeya mengangguk.
Iyan membantu menguncir rambut Beeya. Memijat tengkuk sang istri dengan begitu lembut sampai sang istri terkulai lemas dengan wajah yang pucat. Iyan segera menggendong tubuh Beeya.
"Jangan nakal dong, Nak."
Hati Beeya mencelos ketika mendengar Iyan berkata di depan perutnya dengan tangan yang mengussp lembut perut rata Beeya
"Kasihan loh Mama. Percayalah, Mama juga sayang sama kamu."
Bulir bening menetes di ujung mata Beeya ketika mendengar ucapan dari Iyan. Dia merasa sangat berdosa kepada calon buah hatinya.
"Sekarang, kamu tidur, ya. Ayah akan nemenin kamu juga Mama."
Beeya hanya bisa menitikan air mata ketika mendengar kalimat yang begitu menyayat hati seperti itu. Mama dan ayah, panggilan yang membuat hatinya bergetar. Apalagi ketika Iyan mencium perut Beeya, sungguh air matanya semakin mengalir dengan begitu deras.
Untuk malam ini Beeya tidur dengan begitu nyenyak dalam pelukan Iyan. Nasihat lembut dari Iyan mampu didengar oleh calon buah hati mereka. Iyan yang memang tidak bisa tidur hanya bisa memandang wajah Beeya dan sesekali mencium kening sang istri. Dia takut jika sang istri muntah kembali.
Ketika pagi menjelang, perut yang biasanya terasa diaduk-aduk, tapi pagi ini tidak. Beeya mencari suaminya yang sudah tidak ada di kamar.
"Ay," panggil Beeya. Dia takut Iyan meninggalkannya lagi.
"Ayang!"
Beeya sudah hendak turun dari tempat tidur, suara pintu terbuka dan sang suami sudah membawa nampan yang berisi tiga gelas susu berbeda warna. Ada yang Putih, cokelat dan pink.
"Kamu mau susu yang rasa apa?" tanya Iyan.
Sikap manis dan perhatian Iyan membuat hati Beeya tersentuh. Iyan menghampiri Beeya dan mencium kening istrinya.
"Mau minum yang mana? Ini akan jadi minuman wajib untuk kamu dan anak kita."
"Tuhan, kenapa suamiku semanis dan perhatian seperti ini? Kenapa dia begitu sempurna, Tuhan?"
"Kok ngelamun?" Iyan tahu Beeya meneteskan air mata. Hanya saja dia pura-pura tidak tahu.
Ketika sang istri keras, dia yang harus lebih lembut agar membuat hatinya melunak. Dia mengesampingkan kemarahannya terdahulu.
Beeya mencoba meminum satu per satu susu yang ada di sana. Perutnya lebih suka dengan yang rasa vanilla.
"Ini dua gak mau?" Beeya pun menggeleng.
"Oke, setelah dari dokter kita stok susu vanilla yang banyak." Iyan terlihat sangat bahagia dan tak lupa dia mengusap lembut perut Beeya.
"Jangan nakal, ya. Sebentar lagi Ayah dan Mama akan lihat keadaan kamu. Setelah itu kita akan jalan-jalan. Apapun yang kamu minta pasti akan Ayah belikan."
Iyan membuat Beeya terus-terusan merasa bersalah. Dia melihat betapa tulus dan sayangnya Iyan kepada janin yang sudah ada di dalam perutnya. Dia sangat menjaga janin itu dan memberikan yang terbaik untuk calon buah hatinya.
Iyan menggenggam tangan Beeya ketika mereka sudah sampai di rumah sakit. Baru beberapa langkah masuk, Beeya sudah membenamkan wajahnya di dada Iyan.
"Kenapa? Mual?" Beeya pun mengangguk.
Iyan memberikan masker yang sengaja dia berikan tetesan aroma mint agar istrinya tak merasakan bau obat. Iyan mengusap lembut kepala istrinya ketika mereka tengah menunggu antrian.
Sedari kemarin, tidak banyak obrolan antara mereka berdua. Iyan hanya memberikan perhatian tanpa membuka obrolan. Beeya pun tidak berani membuka obrolan karena dia sudah sangat salah dalam bertindak.
Giliran Beeya dan Iyan yang masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Semuanya sudah dokter cek dan sekarang Beeya sudah berbaring di bed pemeriksaan didampingi sang suami. Ketika alay mulai digerakkan terdengar sesuatu yang membuat mata mereka berair. Letak embrio sudah ditemukan dan itu akan menjadi cikal bakal anak manusia.
"Usia kandungannya jalan tiga Minggu, dan di usia ini sangat rentan gugur. Jadi, jagalah dengan baik darah daging kalian ini. Jangan menyia-nyiakan apa yang sudah Tuhan anugerahkan."
Dokter berusia empat puluh tahunan itu berkata dengan menahan air mata. Dia mengatakan hal tersebut karena dalam waktu kurang dari seminggu, sudah ada tiga janin yang dibuang di dekat rumah sakit dalam keadaan tak bernyawa. Belum lagi bayi yang masih merah sudah dikerumuni semut yang ditemukan di belakang rumah sakit.
"Jadilah orang tua yang bertanggung jawab. Meraka tidak pernah meminta untuk dilahirkan."
Iyan menatap ke arah Beeya yang membeku. Nasihat yang sangat dalam. Kejadian yang sangat pas yang akan menjadi pembelajaran untuknya. Setalah selesai pemeriksaan dan menebus vitamin untuk kandungan, mereka berdua segera keluar dari rumah sakit tersebut.
Baru saja keluar dari pintu rumah sakit, beberapa perawat sibuk mendorong seorang pasien perempuan muda yang bagian dalam kakinya dipenuhi darah yang mengalir. Perempuan itupun sudah tak sadarkan diri.
"Kenapa itu, Sus?" tanya seorang pengunjung rumah sakit.
"Percobaan menggugurkan kandungan, Bu."
Deg.
Iyan seketika menatap ke arah istrinya yang menunduk.
"Ada dua nyawa manusia yang harus aku jaga sekarang, kamu dan calon anak kita."
...***To Be Continue***...
Komen Dong ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Medy Jmb
Banyak orang diluar sana yang blm diberi kepercayaan untuk hamil Beeya
2023-12-22
0
Indrijati Saptarita
bahagia lho dapat anugerah ituu...
2023-05-28
0
Ani Sumarni
kok bisa pas gituh semua kejadian nya muda2an bisa membuat beeya sadar dan gak menolak lagi
2023-05-26
0