Mendengar perkataan Iyan tersebut membuat Beeya terdiam. Air matanya mulai tak sanggup dia tahan dan akhirnya menetes. Iyan yang biasanya langsung luluh, sekarang tidak begitu. Dia malah diam seribu bahasa. Hanya menatap sang istri dengan tatapan datar.
"Kamu mengambil keputusan sendiri, itu tandanya kamu tidak menghargai aku sebagai suami!"
Lagi dan lagi kalimat penuh penekanan keluar dari mulut Iyan. Sungguh emosinya mulai meledak. Namun, sebisa mungkin Iyan menahan emosinya agar tidak semakin menjadi.
"Harusnya kamu berpikir sebelum bertindak. Apa tindakan kamu ini akan disetujui oleh orang lain atau malah akan membuat orang lain murka?" Beeya semakin tidak bisa berkutik.
Iyan menghela napas kasar. Dia memutuskan untuk pergi dari kamar. Dia memilih untuk menghindari percekcokan karena sungguh mulut Iyan ingin sekali berbicara kasar kepada istrinya. Bantingan pintu terdengar dan membuat Beeya tersentak. Air matanya menetes sangat deras ketika pintu itu tertutup.
Iyan terdiam sejenak di ruang keluarga. Dia duduk di sofa dengan tubuh yang bersandar di punggung sofa. Kepalanya sangat pusing. Emosinya ingin meledak pada saat ini juga.
"Kenapa, Chagiya? Kenapa?"
Iyan terlihat sangat frustasi. Dia memejamkan matanya sejenak. Mencoba untuk mengatur emosinya agar tak menyakiti hati istrinya. Dia menatap ke arah pintu kaca yang menunjukkan ke arah pohon rindang di samping rumah. Tak ada satupun sahabatnya di sana.
Pada akhirnya Iyan memilih untuk pergi dari rumah. Beeya yang tengah berada di kamar segera melihat ke arah jendela di mana mobil Iyan mulai bergerak keluar dari rumah tersebut.
"Ay," panggil Beeya lirih. Dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika mobil itu mulai jalan dan meninggalkan kediamannya.
"Iyan!"
.
Iyan melajukan mobil tak tahu arah. Pikirannya sangat kalut dan dia bingung harus bercerita kepada siapa. Kepada kedua kakaknya sudah tentu tidak mungkin. Dia tidak ingin kedua kakaknya membenci Beeya.
Dia menepikan mobilnya di tempat yang sepi. Iyan menyandarkan punggungnya di jok mobil. Menghela napas yang begitu berat. Kecewa, marah jadi satu. Dia tidak habis pikir jika sang istri akan melakukan hal seperti itu tanpa berbicara terlebih dahulu kepadanya.
"Apa aku terlalu memanjakannya? Sehingga aku tak dihargai seperti ini," keluh Iyan.
.
Beeya terus menangis setelah Iyan meninggalkannya. Iyan tidak pernah marah kepadanya, tapi kali ini Iyan sangat menyeramkan ketika dia meluapkan emosinya. Beeya melihat tempat pil di atas tempat tidur. Tempat obat yang belum dia buka karena sejujurnya Beeya masih takut.
"Aku juga takut, Ay. Aku belum menyentuhnya sama sekali. Belum."
Beeya berbicara dengan sangat lirih dan berat. Dia memikul beban yang begitu berat. Keinginannya untuk menunda memiliki momongan karena dia takut jika nanti dia akan menyakiti anaknya. Mentalnya belum sembuh seutuhnya. Dia juga tidak mau organ in tim-nya nanti ketika melahirkan dipegang atau dilihat oleh orang lain. Kejadian hampir diperko-sa oleh mantan kekasihnya masih memutari kepalanya.
"Maafkan aku, Ay. Maafkan aku."
Sudah jam satu malam. Beeya masih duduk di tepian tempat tidur dengan air mata yang tak berhenti menetes. Isakan lirih terdengar. Dia juga terus memanggil suaminya..
Asisten rumah tangga yang bekerja di sana tak tega melihat sang majikan terus terisak. Dia dapat mendengar jika Beeya terus memanggil Iyan. Ada rasa kasihan yang bersarang di hati ART tersebut. Dia menutup pintu kamar dengan pelan. Kemudian, mengirim pesan kepada majikan lelaki.
.
Iyan masih betah berada di dalam.mobil dengan mata yang terpejam. Begitulah caranya untuk menenangkan diri. Dia harus bisa mengontrol emosi. Dia juga harus bisa meredam amarahnya.
Ponselnya berdenting. Dia tak langsung membuka mata. Dia masih betah memejamkan matanya. Setengah jam berselang, barulah dia membuka ponselnya. Tidak ada pesan dari Beeya, tapi sang asisten rumah tangganyalah yang mengirim pesan kepadanya.
"Mas Iyan di mana?"
"Mbak Beeya masih menangis."
"Ini sudah sangat lama Mbak Beeya menangis."
"Kasihan Mbak Beeya, Mas."
Iyan tak membalas pesan dari asisten rumah tangganya. Dia mulai mensenyapkan ponselnya. Hembusan napas kasar untuk kesekian kali keluar dari mulut Iyan.
"Kamu menangisi apa? Kepergian aku atau sebuah penyesalan karena tindakan bodoh kamu?"
...***To Be Continue****...
Komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sri Lestari
Sakitnya tak terlihat
2023-09-04
0
Indrijati Saptarita
iyan terlalu memanjakan beeya... jadi aja seenaknya...
2023-05-21
0
Ltfh
lanjuttt
2023-05-19
0