Pil sudah Beeya genggam. Dia menatap pil itu dengan mata yang nanar. Ada rasa takut di hati. Ada rasa sedih yang kini menjalar di hatinya. Beeya masih belum mau meminumnya. Masih memandang pil tersebut. Dibuka segelnya pun belum oleh dirinya.
"Aku belum siap," ucapnya begitu lirih.
Kepala Beeya pun menunduk begitu dalam. Air mata meluncur tanpa aba membasahi wajahnya. Namun, dia juga belum ingin memiliki anak. Dia tidak ingin ketika anak itu lahir dia memperlakukan anaknya dengan tidak baik. Dia takut akan seperti ibunda dari Iyan.
Cukup lama Beeya menunduk dalam. Pada akhirnya, dia menghela napas berat. Tekadnya sudah bulat. Dia harus meminum pil tersebut.
"Pil itu berekasi dua puluh empat jam. Akan menghancurkan di dalam dan keluar seperti darah haid."
Harga pil itu cukup menguras kantong, tapi banyak testimoni yang berhasil hingga membuat Beeya berani membelinya. Bisikan setan sudah mempengaruhinya.
"Maafkan, aku," ucap Beeya dengan sangat berdosa.
Baru hendak membuka tutup tempat pil tersebut. Suara sang ibu membuat Beeya harus meletakkan pil tersebut di laci bawah nakas. Dia takut sang ibu masuk ke kamarnya dan melihat pil tersebut.
"Iya, Ma!"
.
"Saya tidak tahu jikalau obat yang saya beli itu--"
Penjaga kedai kopi itu sudah dibawa ke hadapan salah satu dokter obgyn terbaik. Pria itu menunduk dalam.
"Mas-nya gak salah, tapi nanti kalau disuruh sama siapapun membeli obat cek dulu, ya. Ponsel Mas itu sangat pintar. Jadi, Mas bisa tanya ke ponsel pintar Mas."
Pria itu mengangguk. Lima menit berselang, dokter menyerahkan hasil tes dari konsumsi pil tersebut. Pria itu terkejut bukan main.
"A-pa wanita itu hamil di luar nikah? Hingga--"
"Dia anak saya." Pria paruh baya pun berkata.
Pria itu semakin ketakutan dan meminta maaf dengan menundukkan kepalanya berkali-kali. Arya mengusap lembut Pundak pria itu. Dia tahu pria itu hanya sebagai kurir, dia tergiur akan imbalan yang cukup besar.
"Gak apa-apa. Malah saya yang harus berterima kasih. Kalau anak saya beli sendiri, pasti saya tidak akan bisa mencegah."
Setelah pria itu diperbolehkan pulang dengan diberi uang tanda terima kasih oleh Arya, kini hanya Debby dan juga Arya di ruangan tersebut.
"Inilah yang aku takutkan, Om." Debby berkata penuh sesal. "Beeya itu sangat nekat."
"Untuk sekarang kita sudah tenang. Obat yang akan dia minum adalah obat sebaliknya." Arya menyunggingkan senyum kepada Debby.
Terlihat Debby menghela napas berat. Arya menepuk pundak Debby. "Terus berikan laporan kepada Om, ya. Om akan terus memantau Beeya." Debby pun mengangguk.
Sepanjang perjalanan, Arya terdiam dan memikirkan tindakan yang dipilih oleh anaknya itu. Dia sangat menginginkan cucu, tapi anaknya malah sebaliknya.
"Tolong ijinkan Papa bermain dengan cucu kamu walaupun cuma sebentar." Lirih dan menyayat hati ucapan yang keluar dari mulut Arya.
"Maafkan anak gua, Bro."
.
Iyan malah ketiduran di sofa panjang yang ada di dalam ruangannya. Dia merasakan ada tangan yang membelai rambutnya. Ketika dia membuka mata, senyum sang ayah menyambutnya.
"Maaf, Ayah baru datang."
Iyan bangkit dari posisi rebahan. Dia menatap sang ayah dengan penuh rindu. Hingga sang ayah merentangkan tangannya dan segeralah Iyan memeluk tubuh ayahnya.
"Iyan rindu Ayah."
"Ayah juga."
Cukup lama mereka melepas rindu. Akhirnya, Rion mengendurkan pelukannya. Dia tersenyum begitu manis kepada Iyan.
"Yan, jika Tuhan sudah memberikan rezeki ... Jangan tolak rejeki itu. Lihatlah di luaran sana, banyak orang yang menanti rejeki tersebut, tapi Tuhan belum memberikannya."
Iyan masih membeku. Dia belum paham dengan apa yang ayahnya katakan. Namun, dia masih mendengarkan dengan serius.
"Jangan buat ayah dan ibu mertua kamu kecewa dan sedih. Mereka adalah orang tua kamu sekarang. Kamu harus bisa membahagiakan mereka." Iyan masih mendengarkan dengan serius.
"Kebahagiaan mereka ada pada kamu dan Beeya, Yan. jadi, Ayah harap gunakan setiap waktumu dan Beeya untuk membahagiakan mereka."
Kalimat itu sangat dalam dan membuat rasa bersalah bersarang di hati Iyan. Dia mengangguk dan sang ayah memeluknya lagi. Kemudian, dia pergi.
Iyan terbangun dan mencari ayahnya. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana dan ternyata hari sudah gelap. Iyan memutusakan untuk pulang. Malam ini Iyan tidak mampir ke tempat makanan karena Beeya tak menitip apapun. Iyan segera pulang ke rumah.
Pintu kamar sedikit terbuka, Iyan tersenyum tipis. Dia menghilangkan kecurigaannya sejenak. Tangannya membuka pintu itu dengan pelan. Langkahnya pun dia buat sepelan mungkin. Ketika dia sudah berada di belakang punggung Beeya, niat awal ingin memeluknya dari belakang, Iyan urungkan karena dia melihat jelas sang istri memegang sebuah tempat obat tanpa merk. Obat itu terlihat sangat aneh. Iyan pun tak bersuara.
"Hhh!"
Iyan dapat mendengar helaan napas berat. Tangan Beeya pun sudah memutar tempat obat tersebut.
"Obat apa yang akan kamu minum?"
...***To Be Continue*** ...
.Komen dong ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Ani Sumarni
alhamdulillah terselamatkan sm om iyan
2023-05-19
0
ni2ng
klo ingat Rion bkn 😭😭😭😭😭
2023-05-18
0
Indrijati Saptarita
jeng jeng jeng....
2023-05-18
0