Iyan membiarkan istrinya menangis. Dia juga ingin menenangkan diri. Sekali-kali memberi pelajaran kepada Beeya tak apa. Dia adalah kepala keluarga. Dia harus bertindak tegas.
Mobil kembali melaju. Iyan memilih untuk pergi ke luar kota. Di saat kalut seperti ini, hanya satu orang yang ingin dia temui, ayah. Walaupun dia tak bisa berjumpa dengan sang ayah, Iyan sangat yakin jika ceritanya mampu ayahnya dengar.
Jujur saja Iyan memikirkan istrinya. Namun, untuk kali ini dia harus bersikap sedikit keras. Dia juga ingin menenangkan hati dan pikirannya. Jika, hati tengah panas logika tidak akan pernah berfungsi dengan baik. Tibanya di pemakaman elite, pintu gerbang ditutup rapat. Iyan memiliki kenalan yang menjadi salah satu pengurus pemakaman elite tersebut. Dia meminta bantuan dan dia pun bisa masuk.
Iyan menyusuri pemakaman elite di jam tiga pagi seorang diri. Banyak yang dia lihat, tapi dia hanya diam saja. Dua meter lagi menuju pusara sang ayah, Iyan menghentikan langkahnya. Ingin dia berlari dan memeluk pusara tersebut. Menangis dengan keras di samping pusara sang ayah. Akan tetapi, itu tak Iyan lakukan. Dia masih waras.
Senyum melengkung indah di wajah Iyan ketika berada tepat di samping pusara sang ayah. Dia langsung duduk dan mengusap lembut nisan bernama Rion Juanda.
"Ayah, sekarang Iyan yang ke sini menemui Ayah." Berkata sambil menahan tangis.
"Apa yang harus Iyan lakukan, Ayah?" Iyan seperti bertanya kepada manusia bukan kepada pusara.
"Iyan marah, Ayah. Iyan kecewa. Setidaknya kalau dia takut bersikap seperti Bunda karena belum ingin memiliki momongan, pertahankan. Jangan berbuat dosa yang begitu besar." Iyan pun menunduk. Dia terisak, punggungnya bergetar. Dia sedih sekaligus hancur.
Usapan lembut mampu Iyan rasakan. Sedikit demi sedikit dia mulai menegakkan kepala dan menoleh ke arah samping. Senyum lembut diberikan oleh pria yang sangat dia rindukan. Iyan semakin menangis kencang layaknya anak kecil.
"Istrimu tidak sepenuhnya salah. Ada trauma yang belum hilang. Ada ketakutan yang dia rasakan. Trauma adalah musuh besar untuk diri sendiri. Sekarang, yang paling penting dia belum meminum pil tersebut."
"Tapi, Yah. Kalau Iyan tidak datang dia pasti--"
"Itulah yang dinamakan takdir Tuhan dan rencana Tuhan. Tuhan mendatangkan kamu supaya hal itu tidak terjadi. Tuhan masih melindungi dan menginginkan calon buah hati kalian hidup."
Kalimat bijak yang sang ayah berikan. Baru kali ini Iyan datang ke makam sang ayah disambut hangat oleh ayahnya. Dia merasa tidak sendiri. Dia merasa memiliki tempat untuk mengadu.
"Jangan buat istri kamu semakin sedih karena kamu pergi. Kamu harus merangkul dia, menggenggam tangan dia dan menguatkan dia. Walaupun tak dinanti, calon bayi di dalam perut Beeya tetap anugerah yang diberi oleh Tuhan untuk kalian. Jaga dia, rawat dia, dan besarkan dia dengan penuh kasih sayang."
"Bagi kamu dan Beeya, embrio yang tumbuh di perut Beeya tidak pernah kalian nanti. Beda halnya dengan orang yang tengah menanti kehadiran Iyan dan Beeya junior. Mereka pasti akan sangat senang."
Senyum tulus sang ayah berikan. Iyan hanya terdiam. Dia mendengar suara Barito dan cempreng yang dia kenali. Ketika dia menoleh, para sahabat tak kasat matanya juga ada di sana. Mereka tersenyum ke arah Iyan.
"Tenang, Yan. Kami akan selalu menjaga calon keponakan kami." Jojo sudah berkata dengan senyum begitu tulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sri Lestari
lanjut
2023-09-04
0
Indrijati Saptarita
lanjuuuuuuutttt....
2023-05-21
0
Mbah Ken
ya ampun kak baca cerita nya sedih di pemakaman iyan ketemu ayahnya, kangen lagi nih sama opa rion. 😢😢😢
2023-05-20
0