Beeya belum juga memejamkan mata. Padahal sudah jam lima pagi. Dia masih menunggu Iyan pulang. Air matanya pun tak pernah surut. Perlahan dia memegang perutnya yang masih rata.
"Apa benar kamu tumbuh di dalam sini?"
Beeya antara percaya dan tidak. Dia belum bisa menerima kenyataan tentang kehamilannya. Dia masih belum bisa menerima kabar bahagia tersebut. Kabar yang ditunggu oleh keluarga besarnya.
Duduk di samping tempat tidur hingga jam tujuh pagi dengan tatapan yang begitu kosong. Asisten rumah tangga Iyan diam-diam mengambil gambar Beeya. Kemudian, mengirimkannya pada Iyan.
Ketika ibu dari Beeya datang ke rumah itu, asisten rumah tangga mengatakan jika Beeya ikut Iyan ke Bandung. Dia tidak ingin ibunda Beeya tahu tentang masalah rumah tangga putrinya. Belum saatnya tahu. ART itu juga tidak ingin melihat Beeya semakin terpuruk. Sebisa mungkin dia akan melindungi kedua majikannya. Dia menyayangi Iyan dan Beeya seperti anaknya sendiri. Mereka berdua masih terlalu muda.
"Ay, pulanglah. Aku minta maaf."
Berkali-kali sang ART mengajak Beeya makan, tapi Beeya menolak. Dia hanya memanggil nama Iyan. Frustasi sendiri, akhirnya dia menghubungi ayah dari Beeya.
"Biarkan saja seperti itu. Biar dia sadar, apa yang dia lakukan itu salah dan membuat suaminya marah."
ART yang bekerja di rumah Iyan dan Beeya sudah Arya tugaskan untuk terus mencari tahu tentang Beeya dan rahasianya. Ternyata dugaan Arya benar, anaknya meminum pil penunda kehamilan hingga mengakibatkan sudah delapan bulan lebih tak kunjung ada kabar bahagia yang dia terima. Padahal dia sangat menantikannya.
Satu bulan lalu, Arya mengganti pil penunda kehamilan dengan pil penyubur kandungan. Hasil testpack yang Beeya buang pun diambil oleh ART suruhan sang ayah. Kemudian, diserahkannya kepada Arya.
"Mas Iyan, pulanglah. Kasihan Mbak Beeya."
.
Iyan menghela napas kasar ketika sang kakak ipar baru saja datang. Bukan hanya Radit yang datang, Aksa juga sudah ada di restoran cepat saji. Iyan sudah menjelaskan semuanya kepada kedua kakak iparnya dan sekarang dia meminta solusi kepada kedua kakak iparnya. Dia tahu Radit maupun Aksa adalah orang yang berpikir secara logika sebelum menggunakan hati. Beda halnya dengan dua kakak perempuannya.
"Trauma Beeya ternyata sangat berat." Radit sudah membuka suara.
"Wajar sih lu marah, Yan." Aksa mulai menambahkan. "Apalagi lu liat sendiri Beeya mau minum pil penggugur kandungan." Radit setuju dengan ucapan Aksa..
"Tapi, kamu juga jangan terus mengikuti emosi, yang penting kan Beeya belum meminumnya." Radit mulai menambahkan.
Iyan masih mendengarkan nasihat kedua Abang iparnya. Dia bingung harus mengadu kepada siapa selain kepada kedua lelaki tersebut.
"Pulanglah, Yan." Radit menyuruh sang adik ipar dengan sangat serius.
"Bicarakan baik-baik. Yakinkan Beeya agar dia tidak kembali bertindak bodoh. Dampingi dia keluar dari trauma besarnya. Bagaimanapun sedang ada nyawa lain di dalam perut Beeya." Radit berbicara cukup panjang.
"Lu harus jaga calon anak lu. Dia gak berdosa, dia juga gak minta untuk dihidupkan di dalam rahim Beeya."
Perkataan Aksa membuat Iyan membeku. Apa yang dikatakan oleh abangnya itu memang benar.
"Buat istri lu terus bahagia. Jangan buat dia stres. Bawa istri lu ke psikiater, mungkin jika dia bertemu dengan orang yang tepat dia akan lebih mau menerima kehadiran anugerah yang dinanti oleh Riana dan juga Kak Echa. Juga Papa Arya."
Aksa menoleh ke arah sang kakak ipar, Radit. "Benar 'kan, Dit." Jawaban Radit hanya mengangguk.
Hembusan napas kasar keluar dari mulut Iyan. Dia menatap ke arah kedua kakak iparnya dengan sangat dalam.
"Makasih udah mau menyempatkan waktu mendengarkan keluh kesah aku."
Terlihat Iyan menunjukkan wajah sungkannya. Akan tetapi, Radit dan Aksa malah tersenyum dan menepuk pundak sang adik ipar.
"Kita berdua udah janji pada Ayah kalau kita berdua akan jadi pengganti Ayah untuk kamu, anak bungsunya." Iyan tersenyum mendengar ucapan dari Radit dan ada rasa lega di hatinya sekarang.
Mereka bertiga menikmati makanan di restoran cepat saji tersebut. Iyan meraih ponsel yang ada di sakunya. Dahinya mengkerut ketika melihat banyak pesan dari sang ART. Matanya melebar ketika melihat sang istri masih terduduk di tepian tempat tidur sambil menangis.
"Bang, aku pulang, ya."
Iyan pun menunjukkan foto Beeya kepada kedua kakak iparnya dan membuat Radit serta Aksa mengangguk.
"Jangan sungkan untuk meminta bantuan." Radit berkata setelah Iyan bangkit dari duduknya.
"Iya, Bang."
Aksa menghela napas kasar ketika Iyan sudah meninggalkan mereka berdua.
"Memiliki anak atau tidak adalah pilihan masing-masing pasangan. Tidak boleh menghakimi karena setiap pasangan memiliki alasan kenapa memilih jalan seperti itu." Radit setuju dengan ucapan dari Aksa.
.
Mobil Iyan berhenti di depan rumah. Dia segera menuju kamar. Sekarang sudah menunjukkan sepuluh pagi.
"Mas--"
Iyan hanya mengangguk menjawab sapaaan dari ART-nya. Dia segera menuju lantai atas menemui istrinya. Dia menekan gagang pintu dengan pelan. Dia membukanya sedikit demi sedikit. Benar saja sang istri masih terduduk di tepian tempat tidur.
"Chagiya!"
Beeya menoleh. Dia melihat Iyan sudah berdiri di ambang pintu. Senyum kecil terukir di wajah Beeya. Dia pun mulai bangkit dari duduknya. Dia mulai menghampiri Iyan. Namun, baru saja dua langkah maju kepalanya terasa sangat pusing. Langkahnya mulai terhenti. Kedua alis Iyan menukik tajam.
Bruk!
"Chagiya!!"
...****To Be Continued****....
komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Lilis Holisoh
jngn di gantung dng thor kyk jemuran yng blm kering penasaran nich 💪💪💪❤❤❤
2023-05-24
0
Indrijati Saptarita
beeya pinsan.... ga ada asupan padahal sedang ada yg berkembang di rahim nya....
2023-05-24
0
Rini Haerani
makasih up nya ,sehat selalu
2023-05-23
0