Graean sempat terdiam, tapi kemudian dia tersenyum. "Kamu cerdas juga."
Dengan kata lain dugaan Roxanne benar.
Semua ini tidak gratis. Apa yang ia nikmati sekarang cuma awalan. Cuma sesuatu yang terlihat di permukaan.
Suatu saat, bayaran itu akan datang dan Roxanne harus menanggungnya.
"Tapi," ketika Roxanne berpikir begitu, Graean tiba-tiba menyentuh bahunya, membungkuk ke sisi telinga Roxanne, "kamu salah paham, Anak Kecil."
Apa?
"Kamu sepertinya menganggap dirimu agak sedikit istimewa. Diberi gaun mahal, diberi perhiasan dan makan makanan enak. Kamu menganggapnya kemewahan."
Roxanne terbelalak oleh bisikan tajam itu.
"Semua itu tidak berharga," kata perempuan itu benar-benar tanpa emosi di suaranya. "Tuan Muda tidak menganggapnya berharga sama sekali."
"Memangnya semahal apa gaun dan perhiasanmu? Apa begitu berharga sampai kamu seperti harus melakukan sesuatu untuk 'membalasnya'?"
Graean kembali berdiri, menatap dingin pada Roxanne.
"Nak, itu murah. Tidaklah semahal pikiranmu. Tapi, bahkan kalau kamu menganggapnya mahal, kekayaan Tuan Muda membuat semua itu tampak murah."
"Lagipula, memang kenapa kalau kamu memiliki permata dan berlian? Kamu tidak bisa menginjakkan kaki keluar dari rumah kecil ini, jadi semua itu hanya seperti perhiasan boneka dalam istana. Itu tetap milik Tuan Muda."
Setelah mengatakan itu, Nyonya Pertama terlihat sudah selesai dengan urusannya. Orang itu beranjak pergi.
Tapi, Roxanne tak tahu dari mana keberanian selanjutnya datang hingga ia berkata, "Bahkan kalau begitu, nasi putih dengan telur hambar juga memiliki harga."
Graean berhenti.
"Segalanya memiliki harga. Bahkan kalau hanya sedikit, pasti akan ada saatnya aku harus membayar."
Graean tersenyum saat dia menoleh. "Benar juga."
Wanita itu melipat tangannya. "Ya, itu benar. Memakai logika itu cukup benar. Mungkin saja suatu saat Tuan Muda ingin membunuh seseorang tanpa alasan, jadi ada kita yang menjadi daging cincang favoritnya."
Kita? Bukan kamu tapi kita?
Kenapa dia ....
"Kamu bicara seakan-akan kamu juga bernasib sama." Roxanne memicing. "Apa yang membuat kamu dan aku sama, ketika aku lari dari Tuan Muda dan kamu berdiri di sisinya?"
Tepat setelah mengatakan itu, Roxanne terkejut melihat reaksi tak terduga Graean.
Wanita itu bukan marah atau berkata bahwa Roxanne lancang, namun dia justru tertawa seolah-olah ucapannya lucu.
Apa yang lucu?
"Aku memaklumi kebodohan, Gadis Kecil." Graean kembali berbalik pergi. "Sayangnya aku dan kalian tidak berbeda. Sama-sama tidak berharga di mata Tuan Muda."
"Kalau begitu siapa?"
Kali ini Graean tidak berbalik untuk merespons. Namun sebelum pintu benar-benar tertutup, Roxanne mendengar bisikan, "Jaga nyawamu baik-baik."
Sebuah pesan singkat yang menyiratkan jika Roxanne mencari tahu siapa sosok berharga dari Elios, maka nyawanya akan terhapus tanpa sisa.
Kalau bukan orang itu, lalu siapa? Cuma dia satu-satunya yang bisa berjalan di sisi Elios.
Cuma dia.
*
Elios selalu takut dengan mimpi buruknya. Mimpi buruk yang mencekiknya di tengah tidur hingga harus terbangun bersimbah keringat, lalu pelan-pelan menangis dalam keheningan malam.
Malam benar-benar menjadi kelemahan Elios. Ia merasa seperti tidak ada kekuatan dalam tubuhnya setiap kali malam hari datang, dan keheningan dari kegelapan itu merayap di sekitarnya.
Menjijikkan.
Menakutkan.
Memuakkan.
"Elios." Dan setiap kali menangis, Elios tidak bisa tidak memutar ingatan tentang wanitanya.
Membuat air mata Elios justru semakin berjatuhan seperti pria menyedihkan tanpa harga diri.
"Aku tidak suka malam hari," ucap wanita itu pada suatu malam di pelukannya.
"Kenapa?" Elios masih mengingat sentuhan jemarinya di wajah cantik itu dan bagaimana ia tersenyum menikmati kehangatan mereka. "Karena gelap? Kamu memang penakut dan cengeng."
"Benar. Aku penakut dan cengeng." Wanita itu malah tertawa mengakuinya. "Tapi, bersamamu tidak menakutkan."
"Jadi karena itu kamu selalu merengek ingin tidur bersama setiap malam?"
"Um. Aku tidak suka jika tidak ada Eli. Malam jadi menakutkan dan dingin. Selalu lebih baik kalau bersama."
Elios mencengkram kasar rambutnya, pelan-pelan merasakan emosi berkecamuk.
Lalu dalam beberapa waktu, yang bahkan tidak disadari olehnya, kamar itu sudah berantakan.
Seluruh barangnya pecah berserakan. Kursi dan meja patah, seluruh kaca jendela mengotori pantai dan darah berjatuhan dari tangan Elios.
Dari seberang kamar Elios, Graean mendengar amukan dari suaminya itu.
Namun Graean hanya bisa beranjak lalu berhenti sampai di depan pintu, tanpa bisa mengetuk.
"Aku istimewa karena istri pertama, huh?" Graean bergumam kecut mengingat bagaimana Roxanne menatapnya seolah yakin Graean adalah wanita paling beruntung.
"Kalau aku bisa hidup sampai usia seratus tahun dan umurku itu bisa diganti menjadi posisi istimewa bagi Elios, aku tidak masalah jika umurku hanya sampai besok, Roxanne."
Sayangnya, umur Graean tidak penting.
Yang penting bagi Elios hanyalah beliau.
Wanita terhormat itu saja.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Noorjamilah Sulaiman
ceritanya bgs...penuh mesteri..👍
2023-07-09
1