Roxanne terjungkal oleh sebuah tamparan keras yang mendarat di wajahnya.
Gadis itu mendongak terkejut, menemukan sepasang mata hitam kelam dari Nyonya Medea sebagai pelaku pukulan barusan.
"Namamu sedikit menawan jadi aku berharap lebih tapi justru ini bangkai."
Wanita itu mengernyit marah di samping putranya yang hanya diam melihat.
"Beraninya orang rendahan berbicara tidak sopan. Aku? Kamu menggunakan bahasa semacam itu di depan tuanmu?"
Zonk.
Ternyata zonk.
Apa yang salah? Roxanne sudah bersikap patuh. Ia bahkan tersenyum sedikit. Bukankah itu yang pria sukai? Bukankah kalimat semacam itu yang membuat mereka jadi raja?
"Ma-maaf, Nyonya." Roxanne harus menggigit lidahnya.
Membuang harga diri dan perasaannya karena seperti kata Ibu, di dunia ini, yang penting hanyalah menjual diri sendiri demi hidup.
"Saya berbuat salah. Tolong maafkan saya."
Nyonya Medea malah semakin terlihat kesal.
Saat itulah ....
"Ibunda, apa dia orang biasa atau dari peternakan?" Pria itu bertanya penuh kelembutan pada ibunya.
"Orang biasa." Nyonya Medea langsung berpaling. "Kamu sudah membunuh empat istrimu dari peternakan. Karena itu Tuan Muda Pertama berkata untuk seterusnya, istrimu hanya perlu dari orang biasa."
Pria itu melihat Roxanne tanpa ekspresi. "Aku tidak terlalu peduli jadi beritahu Kakak itu tidak masalah."
"Tapi, Elios ...."
"Ibunda, etika orang biasa dan wanita dari peternakan jelas berbeda. Jadi biarkan saja. Dia belum mengerti."
Nyonya Medea menghela napas. "Baiklah. Ibunda anggap kamu menerimanya."
"Ya. Ibunda bisa kembali. Aku akan mengurusnya sendiri."
Nyonya Medea menyentuh wajah putranya dengan usapan lembut sebelum berlalu pergi tanpa melihat Roxanne lagi.
Kini Roxanne hanya bisa mendongak pada pria yang berdiri tepat di hadapannya, menatap tanpa keinginan lebih.
Dia tak mengulurkan tangan pada Roxanne agar berdiri dari lantai, tidak juga tertarik untuk mengisyaratkan.
"Siapa namamu tadi?" tanya pria itu.
"R-Roxanne."
"Kamu istriku mulai sekarang, tapi posisimu itu budak tidak berharga." Pria itu hanya berucap tanpa sedikitpun keraguan.
"Hal yang harus kamu ingat saat berada di sini: jangan muncul di depan wajahku kecuali kuminta. Sekalipun tidak sengaja."
Roxanne terbelalak.
"Lalu," sang Tuan Muda mengulurkan tangan, membantu Roxanne berdiri, "aku benci semua istri-istriku."
Dia membantu Roxanne berdiri hanya untuk berbisik di telinganya.
"Jangan coba menarik perhatianku, jangan coba merayuku, jangan coba berharap apa-apa dariku. Kamu tidak hidup sampai aku menganggapmu hidup. Kamu mengerti maksudku kan, Istriku?"
Dia ... jauh lebih menakutkan dari rumornya.
Kenapa dia menikahi begitu banyak wanita jika dia membencinya? Kenapa dia menumpuk begitu banyak istri jika dia tak mau melihat mereka?
Roxanne tak mengerti. Roxanne tak menyukai situasinya sekarang.
Tapi ... aku akan hidup dengan caraku. Hidup mewah dan berlimpah harta agar tidak ada satupun yang tidak bisa kudapatkan.
"Saya sangat mengerti." Roxanne tidak lagi tersenyum melainkan hanya berwajah kosong. "Saya tidak hidup sampai Anda ingin saya hidup."
Pria itu menjauh dari Roxanne. "Pergi dan cari tempatmu sendiri."
Tanpa banyak suara Roxanne pergi, mencari kamar untuk ia tempati sendiri sesuai perintah.
Ujung jemarinya gemetar memikirkan harus hidup satu atap dengan pria kejam itu. Roxanne memegang tenggorokannya yang serasa sakit seolah habis menelan batu.
Matanya terpejam, sangat amat keras menahan air matanya tidak jatuh.
Sial, berhentilah jadi cengeng. Ibu sudah bilang kalau hidup menjadi istri pria kaya itu sudah sangat untung bagi Roxanne yang bukan siapa-siapa. Bahkan itu mungkin sebuah anugrah karena Elios bukanlah pria gendut jelek dan mesum.
Dia pria yang bahkan terlalu tampan. Hanya saja dia tidak terjangkau dan Roxanne tidak peduli.
"Bisa hidup tanpa bekerja keras itu sudah cukup baik." Roxanne mengusap kasar air matanya. "Berhenti ketakutan untuk alasan bodoh, dasar cengeng."
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments