"Siap kan mobil, saya akan pulang."
"Tapi pak sebentar lagi ada meeting dengan staf."
"Di tunda saja."
"Tidak bisa pak, para staf besok sudah berangkat." ucap pemimpin tim yang baru saja datang sambil membawa data-data meeting.
"Baiklah, kalau begitu lanjut saja, waktu nya di percepat sedikit." ucap Dimas.
Meeting pun berlangsung. Serli melihat sepanjang meeting Dimas terlihat sangat lesu.
"Seperti nya Tuan belum sembuh total namun dia sudah bekerja keras seperti ini." batin Serli.
Yang di bahas oleh nya pun kurang tepat dan untung saja Serli bisa memperjelas agar anggota meeting paham.
Satu setengah jam akhirnya meeting selesai.
"Bagaimana keadaan Tuan? apa perlu saya antar pulang?" tanya Serli.
Dimas menggeleng kan kepala nya. "Tidak perlu, kamu urus saja pekerjaan mu, jangan sampai ada yang salah." ucap Dimas.
"Tapi wajah tuan sangat pucat."
"Oh iya kalau Vivi ke sini, bilang kalau saya ada janji pekerjaan di luar." ucap Dimas.
"Pak ini sudah sore, mana mungkin Bu Vivi ke sini." jawab Serli. Namun tiba-tiba mobil Vivi terlihat dari jauh.
Dimas bergegas pergi. Serli menghela nafas panjang.
"Tuan Dimas sangat aneh, dia selalu saja menyembunyikan tubuh nya yang sudah sakit." ucap Serli.
"Kenapa Dimas pergi? apa dia tidak melihat ku datang?" ucap Vivi.
Serli mendekati nya. "Tuan Dimas memiliki pekerjaan mendadak di luar Bu." ucap Serli.
"Kemana dia? aku akan menyusul nya."
"Saya tidak tau pasti Bu."
"Sekretaris apaan kamu tidak tau di mana dia mengurus pekerjaan nya!" ucap Vivi kesal mencoba menelpon Dimas.
"Dia sudah janji kalau malam ini mau Nemanin aku makan malam, pembohong!" ucap Vivi dengan kesal.
"Huff nih perempuan sebenarnya tulus gak sih mencintai Tuan Dimas? Aku yakin dia pasti hanya menginginkan uang Tuan Dimas sama seperti wanita sebelum nya." batin Serli.
"Percuma saja mereka anak, direktur, anak pejabat, anak Dosen kalau kelakuan nya seperti ini." batin Serli mengumpat sambil melihat Vivi dengan tatapan aneh.
"Kenapa kamu melihat saya seperti itu?" tanya Vivi. Serli kaget. Vivi risih dan langsung pergi.
"Mobil baru itu pasti di beli menggunakan uang Tuan Dimas. Dasar perempuan mata duitan." ucap Serli.
"Mbak mengumpat sama siapa?" tanya Fahri.
"Eh Fahri, kamu masih di sini?" ucap Serli langsung berlagak manis.
Fahri tersenyum.
"Aduh senyuman kamu manis banget buat aku meleleh saja." ucap Serli.
"Humm ngomong-ngomong Tuan Dimas sudah pergi yah?" tanya Fahri.
"Iyah, kelihatan nya dia sakit. Tapi jangan bilang-bilang sama orang. Dia bisa marah kalau orang lain tau dia sakit." ucap Serli.
"Sakit apa mbak?"
"Loh kamu gak tau?" tanya Serli.
Fahri menggeleng kan kepala nya.
"Entar juga kamu tau." ucap Serli. Mereka pun masuk untuk lanjut bekerja.
Sesampainya di rumah Dimas di sambut oleh para pelayan. Bela melihat cara jalan Dimas dari jauh membuat nya curiga.
Tampa mengatakan apapun dia langsung mengikuti Dimas ke kamar.
Sampai di kamar Dimas hampir saja terjatuh dengan cepat Bela langsung menahan nya.
"Tuan jangan sampai jatuh ke lantai, Ayo bertahan berjalan lah perlahan ke tempat tidur." ucap Bela.
Dimas merangkul badan mungil Bela yang ternyata sangat kuat sehingga bisa memapah badan nya yang cukup berat.
Dia sudah tidak kuat lagi. Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti kata-kata Bela berjalan ke tempat tidur dan berbaring.
Bela memeriksa suhu badan Dimas sangat panas.
"Saya sudah bilang pada Bapak agar tidak bekerja. Sekarang badan Bapak sudah sangat panas dan wajah bapak pucat." ucap Bela.
Dimas tidak bisa menjawab dia hanya bisa melihat Bela mengompres nya sambil menceramahi nya.
Tiba-tiba dia ingat ibu nya yang sewaktu masih hidup sering mengurus nya yang sakit.
Dia menangis membuat Bela bingung.
"Bapak Kenapa nangis? Apa saya melakukan nya terlalu keras? Apa badan dan kepala bapak sangat sakit?" tanya Bela khawatir.
Namun Dimas langsung duduk dan memeluk Bela.
"Mamah..." ucap Dimas dengan suara yang sangat lesuh.
Bela langsung diam, dia membalas pelukan Dimas menenangkan dengan tepukan lembut di punggung sambil mengusap nya.
Setelah tenang Dimas berbaring.
"Saya akan meminta dokter memeriksa bapak ke sini." ucap Bela.
"Jangan! saya tidak mau." ucap Dimas.
"Tapi Bapak harus segera di periksa. Saya takut ada penyakit lain." ucap Bela.
Dimas menggeleng kan kepala nya. "Nanti saya akan sembuh." ucap Dimas.
Bela menghela nafas panjang.
"Bapak sangat keras kepala, semua kata-kata saya tidak pernah bapak dengarkan, bapak harus di periksa karena saya sudah meminta dokter datang." ucap Bela.
Dimas masih tidak mau, Bela tidak mengatakan apapun dia langsung keluar.
"Non ada apa dengan Tuan?"
"Sakit lagi bik, sekarang demam tinggi." ucap Bela.
"Ya ampun,, bagaimana ini?"
"Bibik sudah memesan dokter kan?"
"sudah, hanya saja Tuan Dimas tidak mau di periksa oleh dokter karena pasti akan disuntik."
"Jadi pak Dimas tidak mau di periksa hanya karena takut di suntik?" tanya Bela..Bibik mengangguk.
Tidak beberapa lama dokter datang. Bela membawa nya ke kamar namun ternyata kamar dikunci dari dalam.
Bela tidak mau menyerah dia mengambil kunci cadangan dan masuk ternyata Dimas sudah menutup tubuh nya dengan selimut.
"Aku tidak mau mah, aku takut di suntik.. Mamah aku gak mau." ucap Dimas layak nya anak kecil di dalam selimut.
Bela tersenyum melihat tingkah Dimas.
"Sungguh kekanak-kanakan." ucap Bela.
"Pak, ini hanya di periksa dan setelah itu di kasih obat. Kalau tidak di periksa pasti tidak akan sembuh..Apa bapak mau mati konyol hanya karena demam?" tanya Bela.
"Saya tidak mau, usir dokter itu." ucap Dimas.
Bela memaksa Dimas.
Dimas yang Tidak memiliki tenaga hanya bisa menjerit saja.
Dan benar saja ketakutan nya terjadi..Dia harus di suntik di bagian bokong.
Bela duduk di pinggir kasur. Dimas menyembunyikan wajah nya di pangkuan Bela.
Dimas sadar kalau Bela menenangkan nya dengan cara mengelus di bagian kepala.
Dimas sibuk menormalkan jantung nya yang berdetak cepat sehingga tidak terasa sudah selesai di suntik.
"Nah gak sakit kan? sekarang Bapak harus istirahat." ucap Bela dengan sangat lembut dan menyelimuti nya.
Tidak lupa memberikan air minum dan meletakkan kain di kepala nya.
Bela mau mengantar kan dokter keluar, namun tangan nya ditahan oleh Dimas. Dimas langsung melepaskan nya ketika menyadari itu dan memasang wajah datar.
Bela hanya bisa tersenyum. Dia mengantarkan dokter keluar dan sangat terkejut semua pelayan berkumpul di depan kamar.
"Bagaimana? apa Tuan sudah bisa di obati?"
"Alhamdulillah sudah."
Semua nya bernafas lega.
"Kalau begitu, kamu di dalam saja merawat Tuan Dimas, kami akan mengantar dokter." ucap pelayan lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Mohamat Haikal
lanjut dong episode 12
2023-06-03
3