Fahri di ruangan nya berusaha untuk fokus, namun notifikasi masuk ke handphone nya. Dia terdiam sejenak memikirkan Bela.
"Aku tidak boleh gegabah, aku tidak ingin membuat reputasi ku hancur begitu saja. Aku tidak boleh mempublik bawa perempuan itu aku jerat di rumah." ucap Dimas.
"Huff seperti nya aku harus memikirkan strategi baru untuk meminta dia memunculkan diri nya." ucap Dimas.
"Aku tidak tau apa yang membuat dia bisa bersembunyi seperti ini, aku sudah mencari nya bertahun lamanya namun sampai sekarang tidak pernah ketemu sama sekali." batin Dimas.
"Sssst ah.." tiba-tiba saja perut nya sakit.
Dia meminum obat.
"Kenapa harus kambuh sekarang sih!" ucap nya dengan kesel.
Minum obat tidak membuat Perut nya lebih baik, dia mengistirahatkan badan nya sebentar.
"Tok!! Tok!! Tok!!"
Ketukan pintu ruangan nya.
"Masuk!" ucap Dimas.
Dimas melihat perempuan yang baru saja membuka pintu.
"Sayang.. Kenapa kamu di sini?" tanya Dimas. Perempuan itu dengan senyuman berjalan ke arah Dimas.
"Aku kebetulan lewat. Tadi nya gak niat singgah hanya saja tadi sekretaris kamu bilang kalau kamu sakit perut dan harus periksa ke dokter." ucap Vivi.
"Ya ampun kamu tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu Sayang. Aku hanya sakit perut biasa mungkin salah makan." ucap Dimas.
"Kemarin juga perut kamu sakit, sekarang sakit..Aku takut." ucap Vivi.
"Sayang aku tidak apa-apa, jangan seperti itu. Aku tidak mau membuat kerjaan kamu jadi terganggu." ucap Dimas.
Vivi menghela nafas panjang. "Nih aku bawain buah, sama makanan dan juga vitamin dan obat sakit perut juga." ucap Vivi.
Dimas tersenyum.
"Terimakasih sayang." ucap Dimas. Vivi tersenyum.
"Oh iya Sudah lama kita tidak pernah jalan bareng, atau makan malam bersama. Apa kamu punya waktu?" tanya Dimas.
Vivi menatap Dimas.
"Sayang.. aku minta maaf yah untuk Minggu ini belum bisa. Karena aku bersama orang tua ku. Kamu tau sendiri kalau mereka tidak suka aku sibuk pacaran sementara pekerjaan ku belum selesai."
"Oohh begitu ya udah."
"Kamu gak marah kan? Aku hanya tidak ingin orang tua ku mengetahui hubungan kita." ucap Vivi.
"Baiklah." ucap Dimas. Vivi tersenyum.
"Aku tidak bisa lama-lama di sini, aku pergi dulu yah." ucap Vivi.
"Kenapa sangat cepat sekali?" tanya Dimas.
"Aku masih ada pekerjaan selanjutnya." ucap Vivi.
Dia mendekati Dimas memeluk dan mencium pipi nya.
"Kalau nanti semua nya sudah selesai, kita akan memiliki waktu seperti dulu lagi." ucap Vivi.
Dimas tersenyum. Setelah itu Vivi pun pergi.
"Selamat Sore Bu Vivi." sapa Serli yang berjumpa di depan.
"Selamat sore Serli, apa kabar kamu?" tanya Vivi.
"Baik Bu, ibu Sud mau pulang?" tanya Serli.
"Iyah Vi, saya sangat sibuk. Titip Dimas yah, kalau terjadi sesuatu bilang pada saya." ucap Vivi langsung pergi.
Serli melihat Vivi masuk ke dalam mobil nya.
"Huff sudah hampir dua tahun Bu Vivi dan juga Pak Dimas pacaran namun tidak ada yang tau hubungan mereka dan Sekarang Bu Vivi nyaris tidak memiliki waktu dengan Pak Dimas." dalam hati Vivi.
Setelah beberapa lama akhirnya Dimas pulang ke rumah.
Mendengar Dimas sudah pulang membuat Bela merinding, namun dia harus menyambut nya di depan.
Masuk ke dalam rumah Bela curiga dengan wajah Dimas. Terlihat sangat pucat dia langsung mengikuti nya ke kamar.
"Pak.." ucap Bela. Dimas duduk di pinggir kasur sambil memegang perut nya.
"Bapak kenapa? Kenapa wajah bapak sangat pucat sekali?" tanya Bela. Dimas menepis tangan Bela.
"Menjauh dari saya!" ucap Dimas.
"Tapi pak wajah bapak sangat pucat."
"Keluar dari sini! saya mau istirahat." ucap Bela.
"Badan nya tidak panas." ucap Bela sambil meletakkan tangan nya di dahi Dimas.
Dia melihat tangan Dimas di perut. "Seperti nya Pak Dimas sakit perut." ucap Bela dalam hati.
"Biasanya kalau sakit perut pasti karena Penyakit Magh telat Makan."
Bela keluar mencari sesuatu dan kembali membawa obat dan minum.
"Pak ayo di minum dulu obat nya, setelah ini bapak bisa istirahat." ucap Bela.
Dimas tidak mau.
"Obat apa itu? saya tidak mau, kamu pasti mau membunuh saya." ucap Dimas.
"Sebaiknya bapak Makan dulu." ucap Bela. Dia keluar mengambil makanan dan membawa ke kamar.
Dimas masih berbaring.
"Pak Ayo bangun dan makan." ucap Bela.
"Jangan ganggu saya! saya mau tidur!" ucap Dimas.
"Bapak harus makan agar cepat sembuh."
"Saya bilang tidak mau!" ucap Dimas marah.
Bela tidak bisa membiarkan nya akhirnya dia pun menyuapi Dimas. Namun Dimas tidak mau sampai semua nya berserak.
"Pak, makan! Kalau bapak tidak makan Bapak Akan mati! Apa bapak mau mati konyol?" ucap Bela meninggikan suara nya membuat Dimas terdiam sejenak.
"Ma-maaf pak, saya hanya ingin bapak Makan, saya tidak bermaksud tidak sopan." ucap Bela merasa bersalah.
Dimas menoleh ke arah makanan.
"Perut saya sakit. Mungkin kamu memasuk kan sesuatu ke dalam makanan yang kamu masak." ucap Dimas.
"Saya tidak memberikan apapun ke makanan bapak.. Kalau bapak tidak percaya saya bisa memakan nya." ucap Bela sambil menyuapi ke dalam mulut nya.
Dimas terdiam. Bela menyuapi Dimas akhirnya Dimas mau makan. Dan nasi sampai habis.
"Obat ini sangat bagus Pak, saya membeli di apotik depan titip sama pak supir. Mungkin ini bisa mengurangi rasa sakit nya." ucap Bela.
"Saya tau kamu memiliki dendam kepada saya, namun tidak semudah itu untuk membunuh saya dan walaupun saya sudah mati kamu tidak akan tenang."
"Saya tidak berani membunuh orang lain pak. Kenapa bapak Selalu menuduh saya?" ucap Bela.
"Karena Kamu anak Pem...."
Bela diam menunggu Dimas melanjutkan perkataannya.
"Sudah lupakan saja, saya mau tidur." ucap Dimas sambil mendorong Bela dari dekat nya.
Bela langsung berdiri dia membersihkan semua nya dan langsung keluar. Dimas melihat obat yang di berikan oleh Bela karena bungkus nya masih ada di atas meja.
"Kenapa reaksi obat ini jauh lebih manjur dari pada obat yang saya beli dari rumah sakit?" batin Dimas heran.
"Aku tidak boleh lengah, aku tetap harus berhati-hati karena dia adalah anak pembunuh, jangan sampai aku jadi target selanjutnya.' batin Dimas.
Tidak beberapa lama Bela kembali. Dia langsung berpura-pura tidur.
Bela melihat Dimas masih memakai sepatu dan baju kerja nya.
Bela seperti biasa akan membersihkan tubuh Dimas.
Dimas sadar kalau bela membersihkan tubuh nya..Dia tetap saja berpura-pura tidur sampai pada akhirnya dia benar-benar tertidur pulas.
Bela melihat wajah Dimas.
"Dulu Ibu Panti asuhan bilang kalau Papah ku sangat lah Tampan, dia memiliki tubuh tinggi, kulit putih, mancung dan memiliki brewok. Persis sekali seperti pak Dimas." batin Bela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments