Saat Ardian Prasetya melihat Kakek Prasetya, dia tidak bisa untuk tidak merasa marah. "Dasar Kakek Tua, apakah Kakek mencoba untuk menendang cucumu sampai mati? Kakek pikir aku Manusia Super, apa? Bagaimana Kakek bisa begitu tega membuatku jatuh bebas dari ketinggian seperti itu?" Semua tulang Ardian Prasetya mulai sakit lagi ketika dia mengingat tentang jatuhnya.
"Dasar cucu tidak berbakti, beginikah caramu bicara pada Kakekmu? Memangnya kenapa kalau kamu jatuh ke jurang? Aku merawat tubuhmu dengan sangat baik, kamu tidak akan mati!" Kakek Prasetya balik marah padanya. Namun, di dalam, dia sungguh merasa sangat lega saat melihat Ardian Prasetya baik-baik saja.
Dia mungkin terlihat tenang dan tidak peduli, tetapi sebenarnya dia cukup mengkhawatirkan Ardian Prasetya. Bagaimanapun, dia adalah penerusnya setelah pencarian yang melelahkan, bahkan jika tubuh Ardian Prasetya sudah diperkuat dengan pemandian obat Tiongkok Kuno yang dia seduh, Ardian Prasetya tetaplah hanya bocah berumur delapan tahun.
Ardian Prasetya tidak bisa berkata-kata. Kakek Prasetya benar, jika bukan karena jatuh dari gunung, dia tidak akan tahu bahwa tubuhnya sudah sekuat ini.
Tidak ada keluhan lain yang bisa Ardian Prasetya muntahkan setelah kakeknya berkata seperti itu. Jadi, dia memgalihkan pembicaraan. Kakek Prasetya berpengetahuan luas. Jadi, Ardian Prasetya memberitahunya tentang apa yang dia temui sebelumnya.
"Kakek, saat aku bangun, aku berada di dalam gua aneh itu." Ardian Prasetya menunjuk ke gerbang batu gua di belakangnya.
Kakek Prasetya tertawa kecil, dia sudah tahu bahwa Ardian memasukinya. Bahkan dialah yang merencanakan ini. Meskipun begitu, dia merasa sangat senang ketika Ardian Prasetya memutuskan untuk secara pribadi berbagi pengalaman, meskipun dia sering melakukan hal buruk padanya. Dalam hal ini, tidak salah menjadikannya sebagai penerus. Itu juga membuat Kakek Prasetya merasa bahwa usahanya untuk membesarkan Ardian Prasetya tidak sia-sia, karena dia memperlakukannya seperti keluarga.
"Jadi." Ardian Prasetya tidak mengerti apa yang Kakek Prasetya coba katakan dengan ekspresi menjijikkannya. Jadi, dia mengira bahwa Kakek Prasetya tertarik dengan apa yang ia bawa keluar dan memutuskan untuk berbagi dengan Kakek Prasetya apa yang dia dapat di dalam gua itu. Akhirnya, dia menyerahkan kotak itu kepada kakek Prasetya dan berkata, "Aku mengambil kotak ini dari dalam sana."
"Simpan saja," kata Kakek Prasetya setelah dia melirik kotak itu. "Huh? Apakah kakek tidak ingin memeriksanya?" Ardian Prasetya sangat bingung. Bagaimana bisa orang yang sangat serakah ini bisa menjadi tidak penasaran dengan isi dari sebuah kotak harta.
"Benda itu tidak berguna untukku," jelas Kakek Prasetya sambil menggelengkan kepalanya.
Meskipun Ardian Prasetya memiliki banyak pertanyaan, Kakek Prasetya mengeluarkan ekspresi kesal yang menunjukkan bahwa dia tidak ingin diganggu atau lakukan saja sesukamu. Dengan itu Ardian Prasetya menjadi ragu untuk mengajukan pertanyaannya.
Setelah melewati jalur yang berat, Ardian Prasetya dan Kakek Prasetya akhirnya pulang dari lembah. Kakek Prasetya langsung pergi tidur begitu sampai di rumah. Itu membuat Ardian Prasetya, yang masih memegangi kotak itu sekali lagi tercengang. Si kikir itu kerasukan setan gunung? Bagaimana bisa orang pelit berubah?
Karena Kakeknya sangat apatis dengan kotak itu, Ardian Prasetya memutuskan untuk memeriksa isinya sendiri. Ardian Prasetya kemudian meletakkan kotak itu di atas meja, dan mulai memeriksanya.
Kotak antik itu mirip dengan kotak yang pernah digunakan di istana pada masa lalu untuk menampung titah atau pil obat. Satu-satunya pengecualian adalah kotak itu tidak dikunci. Jadi, Ardian Prasetya dapat dengan mudah membuka kotak itu setelah dia melepaskan penjepit kawat yang menahannya.
Mata Ardian Prasetya melebar, dan napasnya mulai berat karena kegembiraan. Akhirnya, kotak itu terbuka dan di dalamnya ada sebuah gulungan sutra. Ardian Prasetya mengambil gulungan itu, dan ada liontin giok di bagian bawah kotak. Ardian Prasetya melepas liontin dari kotak dan mulai memeriksanya di bawah cahaya.
Liontin itu terbuat dari batu giok berkualitas sangat baik. Diagram mirip totem diukir di liontin, selain itu, beberapa karakter yang tidak dikenali oleh Ardian Prasetya, juga diukir di atasnya. Berbeda dengan karakter pada gulungan yang ditulis dengan menggunakan sanskerta. Karakter liontin itu pasti dari jenis karakter skrip yang berbeda, entah kanji atau apa.
Ardian Prasetya sangat bingung. Karena karakter yang ditemukan di gua dan di gulungan ditulis dalam karakter yang sama, mengapa karakter di liontin itu berbeda? Apa yang istimewa dari itu?
Setelah itu Ardian Prasetya pergi untuk bertanya kepada Kakek tentang liontin itu, tetapi bahkan Kakek pun tidak tahu untuk apa liontin itu. Faktanya, Kakek sangat terkejut saat melihat liontin batu giok.
Nyatanya, ekspresi Kakeknya menunjukkan lebih banyak keterkejutan daripada ketika Ardian Prasetya keluar dari gua dengan membawa kotak itu.
Jadi, Ardian Prasetya hanya bisa berasumsi bahwa penggunaan liontin adalah untuk membantunya dalam pelatihan pernapasan dan karena itu dia selalu membawanya sebagai jimat keberuntungan.
Dengan hati-hati, Ardian Prasetya membuka gulungan itu. Ketika dia melihat gulungan yang sangat pendek, Ardian Prasetya menjadi sedikit kecewa.
Ardian Prasetya telah membaca banyak novel seni beladiri diam-diam dengan menggunakan komputer Kakeknya. Dia tahu bahwa keterampilan tak tertandingi dari manual pelatihan tidak dapat ditentukan oleh panjangnya naskah, beberapa bahkan hanya kertas kosong. Jadi, Ardian Prasetya masih memiliki harapan besar saat dia mulai membaca manualnya.
"Apa ini? Satuan Perintah Melawan Langit? Nama yang aneh." Empat kata berbeda ini mulai membuat kepalanya yang dingin menjadi panas. Itu ditulis dengan tulisan tangan yang sama dengan kata-kata pada monolit batu di dalam gua. Pada malam bulan sempurna, rahang hewan buas akan terbuka. Hanya darah spesial yang boleh masuk. Sebelum cahaya pertama, ingatlah untuk pergi. Diam dalam gelap, akankah dia kembali?
Itu sama persis, bedanya di bawah kata-kata itu, ada rangkaian kata lain, "Perintah pertama, Lampaui Manusia." Kemudian diikuti dengan teks utama yang menjelaskan tentang keberadaan manusia yang sangat lemah, tetapi bisa menjungkirbalikkan hukum alam dan mempermainkan hidup dan mati makhluk lain di sekitarnya.
Ardian Prasetya membaca sekilas pendahuluan dan memahami bahwa Satuan Perintah Melawan Langit dibagi menjadi tiga tahapan yang saling berhubungan satu sama lain, yang jika disatukan menjadi sebuah perintah, Lampaui Manusia, Jadilah Monster, Berkuasa Seperti Dewa.
Sayangnya, gulungan ini hanya berisi bagian pertama yang berisi perintah untuk melampaui batas-batas kemampuan manusia. Perintah pertama terdiri dari tiga tingkatan, Pejalan kaki, Prajurit, dan Ksatria.
Ardian Prasetya tidak merasa cukup. Dia ingin memiliki tahap kedua dan ketiga, tetapi Ardian Prasetya tidak tahu di mana mereka berada. Mereka mungkin berada di balik dinding batu kedua di dalam gua, atau mungkin di tempat lain. Jadi, Ardian Prasetya memutuskan untuk tidak memikirkannya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan perintah pertama, Lampaui Manusia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments