Ardian Prasetya memeriksa ulang alamat dan nama gedung untuk memastikan dia berada di tempat yang tepat sebelum berjalan menuju gedung.
"Mohon maaf sebelumnya. Apakah ada yang bisa Saya bantu, Tuan?" Saat dia mencoba melangkah lebih jauh ke dalam gedung, dia dihentikan oleh penjaga keamanan.
"Boleh Saya tahu alasan kedatanga Anda ke sini?" Ardian Prasetya terkesan dengan standar kota-kota besar. Mereka bahkan memiliki penjaga keamanan yang berjaga di dalam dan di luar gedung. Namun, sekali lagi dia merasa sedikit kecewa, bahkan Han Maru lebih terlihat lebih kuat dari penjaga ini.
Han Maru adalah anak seorang tukang kayu yang menetap di gunung belakang rumah, dia adalah teman bermain masa kecil Ardian Prasetya. Han Maru mungkin tidak tahu seni bela diri, tetapi dia memiliki tubuh besar kekar yang sangat kuat. Dia bahkan bisa membunuh babi liae dengan satu pukulan tinjunya. Di mata Ardian Prasetya, satpam itu tidak bisa dibandingkan dengan Han Maru atau bahkan babi liar.
Ardian Prasetya mengeluarkan selembar kertas dari sakunya, meliriknya dan menjawab, "Saya kesini mencari Tuan Angkara Adam."
"Angkara Adam? Siapa itu? Kenapa nama itu terdengar begitu familiar?" Salah satu penjaga bergumam sembari memijat dagunya.
"Presdir!" Penjaga yang lebih tua di sampingnya bereaksi terhadap nama itu. Rupanya, dia tahu siapa Angkara Adam. Dia dengan cepat menarik lengan baju penjaga sebelumnya dan berkata, "Perhatikan apa yang kamu katakan. Jika pimpinan sampai mendengar, dia mungkin akan menganggap dirimu tidak sopan pada atasan dan kamu bisa dipecat!"
"Ah!" Penjaga pertama terkejut ketika mendengar apa yang dikatakan penjaga yang lebih tua. Matanya melebar. Dia menyesali apa yang baru saja dia katakan dan mengutuk dirinya sendiri yang bahkan tidak tahu nama asli Presdir yang seharusnya ia lindungi, dia merasa telah gagal karena tidak pernah mencari tahu dan dirinya terlihat menyedihkan.
Namun, ketika dia melihat pakaian Ardian Prasetya, dia memutar matanya dan merasa lega. Satu orang adalah Presiden Direktur salah satu dari perusahaan teratas di dunia yang menghasilkan ratusan juta dollar pertahunnya, sedangkan yang lainnya adalah pekerja dari pedesaan. Tidak mungkin mereka saling mengenal. Apalagi wajah pemuda di depannya ini tampak seperti orang bodoh, dia tambah yakin bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Mungkin pemuda ini berasal dari salah satu lokasi konstruksi dan ada di sini untuk mengajukan keluhan kepada Presiden. Saat penjaga memikirkan hal ini, dia mulai lebih waspada, tidak ada yang lebih mengerikan daripada kemarahan buruh.
Ketika Ardian Prasetya berdiri diam dalam kebingungan. Kedua satpam itu mendapati diri mereka saling menatap. Rupanya keduanya memikirkan hal yang sama.
"Apa urusanmu dengan Presiden?" Penjaga tua itu berdeham dan menatap Ardian Prasetya dengan tegas. Dia khawatir Ardian Prasetya akan melakukan kekerasan terhadap Tuannya.
"Aku tidak athu, Kakekku yang menyuruhku mencarinya." Ardian Prasetya menjawab dengan malas. Dia tidak peduli siapa kliennya. Merekalah yang membutuhkan bantuannya, seharusnya kakeknya sudah memberitahu mereka bahwa dia akan datang hari ini, dan seharusnya mereka sudah menyambutnya atau mengirim orang untuk menjemputnya. Karena Klien tidak melakukan sesuatu untuknya, dia merasa sedikit tersinggung.
"Apa? Memangnya siapa Kakekmu?" Ketika kedua penjaga mendengar apa yang dikatakan Ardian Prasetya, mereka mulai lebih yakin tentang spekulasi mereka bahwa dia ada di sini untuk meminta uang. Wajah bodoh Ardian Prasetya membuat keyakinan mereka naik ke tingkat maksimal.
"Kakekku orang aneh yang menyukai warna merah muda. Daripada membahas Pak Tua itu, lebih baik kalian katakan saja padaku di mana dia berada, aku akan mencarinya sendiri." Ardian Prasetya tidak ingin membuang waktunya berbicara dengan para penjaga ini lahi. Dia ingin bertemu klien secepatnya, dia sangat penasaran dengan isi misi yang bisa membuatnya hidup tanpa khawatir masalah uang. Dia sangat penasaran.
"Presdir tidak datang hari ini, silahkan pergi." Setelah melirik Ardian Prasetya sekali lagi, para penjaga itu sekarang sangat yakin bahwa Ardian Prasetya tidak mengenal Presdir, terutama karena wajah bodohnya. Karena itu, mereka memutuskan untuk mengusirnya.
Ardian Prasetya sudah cukup kesal karena Kliennya merendahkannya. Lalu sekarang, kesabarannya juga ikut dipermainkan oleh mereka.
"Karena dia tidak ada di sini, maka aku akan menunggunya di dalam!" Ardian Prasetya membentak. Kemudian dia mulai berjalan masuk ke dalam gedung. "Berhenti di sana! Kamu tidak diizinkan masuk!" Kedua penjaga itu tidak menyangka Ardian Prasetya akan memaksa masuk dan mereka bergegas menghentikannya.
Pada saat itu, pintu lift terbuka, seorang pria paruh baya yang agak gemuk dan seorang pria paruh baya yang agak gelap dan kurus keluar dari dalam lift. "Hm, aku pikir ini sudah waktunya. Mengapa Prasetya Muda itu masih belum menghubungiku. Apa ada masalah? Arnold Ken, kamu seharusnya sudah melihat fotonya, kan? Pergilah ke stasiun dan cari dia." Pria paruh baya yang agak gemuk itu menginstruksikan kepada pria satunya untuk menjemput Ardian Prasetya di stasiun.
"Saya mengerti, Presdir. Saya akan menjemputnya." Arnold Ken menjawab dengan penuh hormat. Tepat sebelum Arnold Ken pergi, Angkara Adam mengernyit saat mendengar keributan di pintu masuk. Dia kemudian memberi instruksi lain kepada Arnold Ken, "Sebelum kamu menjemputnya, cari tahu apa yang terjadi di sana terlebih dahulu."
Saat Arnold Ken berjalan menuju pintu masuk, dia melihat dua satpam mencoba menghentikan seorang pemuda memasuki gedung kantor. "Ada apa ini? Kenapa kalian membuat keributan di sini?"
"Pak Ken, pemuda ini mengklaim bahwa dia ada di sini untuk menemui Presdir. Dia bahkan mencoba untuk memaksa masuk!" jawab penjaga keamanan ketika mereka mengenali Arnold Ken.
Arnold Ken mungkin tidak memiliki posisi yang layak di perusahaan, tetapi dia adalah orang yang paling dekat dengan presdir. Jika Arnold Ken memiliki gelar resmi, itu akan menjadi sopir Presiden atau juru kunci.
Semua orang di perusahaan tahu Arnold Ken bukan hanya seorang sopir. Itulah alasan mengapa satpam memperlakukannya dengan hormat sebagai pimpinan alih-alih sebagai sopir. Terkadang, Arnold Ken bahkan bisa berbicara atas nama presiden, mewakilinya dan menggantikan ketidakhadirannya.
"Ah, wajah yang nampak bodoh itu?" Ketika Arnold Ken melihat Ardian Prasetya, matanya membelalak kaget dan bertanya. "Jika Saya tidak salah, apakah Anda Tuan Muda Ardian Prasetya?"
"Tuan Muda? Yah, Ardian Prasetya memang aku." Ardian Prasetya memandang Arnold Ken dan menganggukkan kepalanya. Sejak Arnold Ken muncul, Ardian Prasetya telah mengamatinya. Secara intuitif, Ardian Prasetya yakin bahwa orang ini bukanlah Angkara Adam. Sebagai presiden sebuah perusahaan, wajar jika dia memiliki semangat yang bermartabat. Tapi Arnold Ken tidak memilikinya. Dia mungkin berwibawa dan dihormati oleh orang lain, tetapi aura kebangsawanan seseorang yang memegang kekuasaan tinggi sedikit spesial.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments