Percaya bahwa Ardian Prasetya takut pada anjingnya, Angkara Elvira merasa senang saat melihat wajah hati-hati Ardian Prasetya. Dia kemudian menggenggam tangan Tinia Atmaja dan berlari ke atas. Sementara itu Iblis Surgawi ditinggalkan untuk menjaga tangga.
Ardian Prasetya mengambil tasnya dan melirik anjing penjaga itu. Matanya yang gelap menjadi dingin dan aura di sekitarnya terasa mencekam. Segera setelahnya, anjing itu mulai menggigil dan mundur selangkah. Seolah-olah dia melihat sesuatu yang sangat berbahaya. Ardian Prasetya sedang tidak ingin bermain dengan anjing itu. Jadi, setelah menatapnya sebentar, dia melanjutkan ke kamarnya.
Tata letak ruangan sangat sederhana. Meskipun hanya ada tempat tidur, meja, dan lemari pakaian, itu sudah cukup. Bahkan sebenarnya, hanya itu yang dibutuhkan oleh Ardian Prasetya. Lagipula dia tidak membawa banyak pakaian. Hal yang cukup mengejutkan bagi Ardian Prasetya adalah kenyataan bahwa kamar sederhana itu juga memiliki toilet pribadinya sendiri.
Setelah Ardian Prasetya membongkar barang bawaannya, dia mengeluarkan handuk dan menuju toilet. Lagipula hari ini, dia sudah tertutup debu. Karena baru jam enam sore, Ardian Prasetya memutuskan untuk mandi sebelum Arnold Ken mengantarkan makan malam.
Hingga saat ini, Ardian Prasetya sangat puas dengan lingkungan kerjanya. Dia tidak hanya dapat tinggal di kamar seperti hotel, tetapi juga menerima gaji puluhan dollar perbulan. Dia ragu dia bisa menemukan pekerjaan yang lebih baik dari ini.
Meskipun Nona Mudanya mengesalkan, dia merasa ini liburan yang bagus. Rasa sesak di jantung ketika ujung senjata api ditodongkan ke arahnya dan rasa sakit di hati ketika menyaksikan nyawa melayang seperti tidak ada harganya. Kegilaan seperti itu tidak ada lagi sekarang, yang ada hanya kedamaian yang berisik.
***
"Tinia, aku mulai menyesal membuat keputusan itu. Ardian Prasetya itu tidak terlihat seperti seseorang yang bisa berperan sebagai tamengku," gerutu Angkara Elvira kepada Tinia Atmaja setelah dia berganti pakaian tidur.
"Kenapa memangnya? Aku pikir dia terlihat baik-baik saja. Maksudku, dia kuat." Tinia Atmaja berbaring di tempat tidur dan meletakkan kakinya ke dinding secara paralel, berharap dengan melakukan ini kakinya dapat menjadi lebih langsing.
"Apa maksudmu dengan baik-baik saja? Apa kamu lupa? Awalnya, aku ngin mencari laki-laki untuk menjadi pacar palsuku. Namun, yang aku dapatkan malah udik desa seperti ini. Bukankah aku hanya akan menjadi bahan tertawaan jika aku membawanya keluar? Ugh, sangat menyebalkan!" Angkara Elvira menggertakkan giginya dan merasa kesal dengan tingkah tak acuh Tinia Atmaja. "Jika menurutmu dia baik-baik saja, mengapa tidak kamu saja yang menjadi pacarnya?"
"Kedengarannya menarik, tapi bukan aku yang bermasalah. Jadi, aku tidak butuh perisai atau semacamnya. Kalau tidak, aku mungkin benar-benar mempertimbangkannya." Tinia Atmaja menggelengkan kepalanya.
"Kamu punya saudara laki-laki yang adalah seorang perwira di ketentaraan. Tentu saja tidak ada yang berani macam-macam denganmu. Seandainya aku memiliki saudara laki-laki yang cukup kuat untuk mematahkan pohon dengan tendangannya, maka aku juga tdak memerlukan manusia perisai." Angkara Elvira tahu Tinia Atmaja secara sengaja membuatnya kesal. Jadi, emosinya naik sekali lagi.
"Jadi, perlukah aku meminta sudaraku itu untuk membantumu mencari Dewa Perang atau semacamnya di unitnya?" Tinia Atmaja tertawa kecil sambil mengedipkan matanya dengan imut.
"Tinia Atmaja!" Angkara Elvira menatap Tinia Atmaja ketika dia mendengar dia mulai menyimpang dari topik. "Bisakah kamu menghentikan ide-ide konyolmu itu? Apa kamu lupa bagaimana ide konyolmu mengantarkan kita ke dalam situasi ini? Aku mengikuti saranmu dan meminta perisai kepada ayahku dan lihat orang seperti apa yang dia pilihkan!"
"Oke-oke. Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi." Tinia Atmaja memutuskan untuk berhenti membicarakannya begitu dia mengetahui bahwa Angkara Elvira benar-benar marah. Lagipula, Angkara Elvira benar, semua masalah ini bersumber dari idenya.
Saat Arnold Ken mengantarkan makan malam, Ardian Prasetya baru saja menyelesaikan mandinya. Dia melihat-lihat tas dan menyadari bahwa dia tidak memiliki satu pun pakaian yang layak. Ardian Prasetya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluh pada dirinya sendiri. "Seharusnya aku membeli beberapa pakaian di dekat stasiun kereta sebelumnya."
Ardian Prasetya dapat meramalkan bahwa jika dia mengenakan pakaian sebelumnya, dia akan dianggap kotor oleh Angkara Elvira, dan dia sekali lagi tidak akan diizinkan untuk duduk di sofa. Ardian Prasetya tidak punya pilihan selain mengeluarkan seragam sekolah dari tas yang dia terima dari Arnold Ken dan mencobanya.
Gambar baru Ardian Prasetya mengejutkan Angkara Elvira dan Tinia Atmaja. Sebelumnya, dia tidak terawat dan mengenakan rompi dan celana kebesaran yang sudah ketinggalan zaman. Setelah mandi, dia terlihat sangat sopan dan kesan bodoh di wajahnya memudar saat dia memakai seragam sekolah. Jika dibandingkan dengan barusan, dia tampak seperti orang yang jauh berbeda.
Namun, kesan pertama mereka terhadap Ardian Prasetya terlalu buruk, jadi Angkara Elvira tidak akan pernah mengakui bahwa Ardian Prasetya tampan. Baginya, dia hanya sedikit lebih enak dipandang dengn seragam formal daripada pakaian santai anehnya yang sebelumnya.
Arnold Ken menghidangkan makanan ke atas meja. Tidak hanya ada daging dan sayuran, tetapi juga banyak makanan penutup. Makanannya harum dan terlihat enak. Sudah lama sekali sejak Ardian Prasetya makan semewah ini. Di medan perang, hanya ransum kalengan dan mie instan yang bisa didapatkan. Ketika Ardian Prasetya melihat Arnold Ken juga sedang menyiapkan porsi miliknya, dia dengan semangat menerima darinya dan duduk di meja makan.
Tepat ketika Ardian Prasetya hendak mulai makan, Angkara Elvira merasakan keinginan kuat untuk mengganggunya. "Apa yang kamu lakukan? Tinia dan aku bahkan belum mulai makan, tetapi kamu ingin makan terlebih dahulu? Mulai sekarang, kamu hanya boleh makan setelah kami selesai makan!"
Setelah dia mengatakan itu, dia berbalik dan menuju dapur. Dia memiliki kebiasaan menggunakan alat makan perak, dia mengembangkan kebiasaan itu ketika dia tinggal bersama kakeknya ketika dia masih muda. Dia saat ini mendapatkan peralatan makan pribadinya dari dapur.
Ardian Prasetya hanya bisa tersenyum melihat sikap sombong Angkara Elvira. Saat dia menatap makanan lezat di atas meja, dia hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Untungnya Ardian Prasetya masih memiliki nasi. Jadi, dia segera memakannya beberapa suap. Karena makan terlalu cepat, dia tersedak. "Apakah ada sesuatu untuk diminum?" tanya Ardian Prasetya dengan suara ambigu.
Tinia Atmaja menemukan dia cukup lucu ketika dia melihat bahwa dia tampak seperti orang yang sangat kelaparan. Dia menunjuk ke lemari es dan berkata, "Minuman ada di sana, ambil apa saja yang kamu suka."
"Terimakasih!" Ardian Prasetya berbalik dan melihat kulkas besar. Itu diisi dengan semua jenis minuman yang berbeda. Ardian Prasetya mengambil sebotol jus jeruk dan meminumnya. Dia merasa lebih baik setelah itu. Angkara Elvira kembali dari dapur dengan peralatan makannya dan mulai mengobrol dengan Tinia Atmaja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments