Tidak ada yang tahu persis seberapa kuat Kakek Prasetya, bahkan Ardian pun tidak. Saat latihan, selama sesi sparing mereka, Kakek Prasetya selalu menahan diri. Bahkan ketika ada peningkatan besar dalam seni bela diri Ardian, Kakek Prasetya akan meningkatkan keterampilannya sendiri agar selalu berada di atasnya. Sehingga Ardian selalu kalah dari kakeknya.
"Baiklah, kamu sudah mendapatkan cukup pengalaman dalam beberapa tahun terakhir ini. Karena perang saudara di Provinsi Timur juga berakhir, aku rasa ini sudah saatnya untuk diselesaikan." Bahkan tanpa membuka matanya, Kakek Prasetya duduk di ranjang batu dan mulai mengunyah sepiring kacang.
"Tadi kamu mengoceh soal uang, kan? Selamat, kamu benar-benar beruntung. Jika kamu dapat menyelesaikan misi yang akan Kakek berikan ini, kamu tidak perlu khawatir tentang uang selama sisa hidupmu."
"Yang benar?" Diketahui bahwa sejak Ardian diadopsi pada usia tiga tahun, semua yang diajarkan kepadanya, seni bela diri, keterampilan medis, dan pengetahuan lainnya adalah untuk mempersiapkannya untuk misi penting. Jadi, Ardian tidak meragukan keberadaan misi tersebut.
Dia hanya memiliki keraguan tentang hadiah yang dinyatakan oleh Kakek Prasetya. Hadiah yang bisa membuat satu orang menjadi kaya seumur hidup terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Orang pelit tidak akan menjadi dermawan kecuali dia mati.
"Dasar bocah ini, memangnya kapan Kakek pernah berbohong padamu?" Setelah memasukkan kacang lagi ke dalam mulutnya, Kakek Prasetya berkata, "Jadi, kamu ingin pergi atau tidak? Jika kamu tidak mau, Kakek akan memilih orang lain. Kakek yakin dia akan berterimakasih dan bersujud."
"Ugh, baiklah-baiklah, aku akan menerimanya dan pergi, oke?" Ardian berpikir pada dirinya sendiri, dia hanya akan menjadi idiot jika menolak kesepakatan sekaligus kesempatan yang bagus ini. Yang perlu dia lakukan hanyalah menyelesaikan misi ini, dan dia tidak perlu bekerja sampai setengah mati lagi dan dapat hidup dalam kekayaan selayaknya orang-orang yang menyewa jasanya.
"Hmm, baiklah kalau begitu. Pergilah ke grub Angkara Murka yang terletak di Distrik Tenggara dan cari seorang pria bernama Angkara Adam di sana. Dia akan memberi tahumu tentang isi misinya." Kakek Prasetya menyeringai dan berkata, "Pikirkan baik-baik tentang ini. Setelah kamu menerima misi ini, kamu akan terikat kontrak jiwa dan tidak dapat meninggalkannya."
"Mengapa? Bahkan jika misinya menjadi terlalu berbahaya? Aku tidak bisa mundur?" Ardian bukanlah tipe orang yang akan menerima misi jika itu misi hampir mustahil yang sedari awal sudah mempertaruhkan nyawanya. Dia tidak segila itu hanya untuk ratusan dollar.
"Dengarkan aku, wahai Cucuku! Aku telah menjagamu selama lima belas tahun. Aku sudah menyediakan makanan, membelikanmu motor canggih, dan senjata api!" Mata kakek Prasetya terbuka lebar dan mulai mengomel. "Yang kulakukan hanyalah meminta sesuatu darimu. Mengapa kamu memiliki begitu banyak pertanyaan? Cih, beginikah perlakuanmu kepada kakekmu? Tidakkah kamu melihatnya, Kakek bahkan dengan senang hati mengecat ruangan ini dengan warna favoritmu."
"Apa-apaan..." Ketika Ardian mendengar apa yang kakeknya katakan, dia seketika meledak dalam kemarahan. "Benar, kakek memang merawatku selama tiga tahun pertama, tetapi ketika aku berusia enam tahun, kakek menyuruhku mengemis dan mencuri di jalanan. Aku mencari uang makanku sendiri, bahkan kakek sendiri menikmati hasilnya! Lalu, asal kakek tahu bahwa warna kesukaanku itu merah dan hitam!"
"Ck, bocah ini. Kamu benar-benar tidak memberi kakek pilihan lain. Jangan pikir kakek tidak tahu kalau kamu selalu menyelinap di malam hari untuk menonton film porno di komputer!" Kakek Prasetya menatap dan berkata, "Haih, mengapa orang yang berolahraga di siang hari, malah melakukan sesuatu yang sensual di malam hari. Anak muda zaman sekarang memang tidak dapat diharapkan."
"Ak-aku berbeda! Aku tidak punya waktu untuk berinteraksi dengan perempuan. Jadi, aku melakukannya agar mentalitasku sebagai manusia laki-laki tetap terjaga, oke? Aku tidak melakukannya karena aku mesum atau semacamnya! Mentalitas, kakek mengerti, kan?" Wajah Ardian sekarang sangat merah dan dia berpikir bahwa hal ini sangat memalukan. Siapa sangka Kakeknya tahu tentang aktivitas malamnya.
"Bukan cuma itu, kamu jug—"
"Oke-oke, aku yang salah, oke? Aku akan pergi tanpa pertanyaan. Sekarang kakek puas?" Saat Kakek Prasetya ingin melanjutkan ucapannya, Ardian secara terburu-buru memotongnya. Oleh karena itu, saat keadaan tubuhnya mulai membaik, Ardian mengemasi tasnya dan naik kereta ke Distrik Tengah yang modern dan mendunia.
Selama perjalanan kereta api, pikiran Ardian dipenuhi oleh kegelisahan, dari nada suara Kakek Prasetya, dia tahu bahwa misi ini tidak mudah, tetapi dia benar-benar menantikannya. Sebuah misi yang akan segera membuatnya pensiun adalah sesuatu yang selalu diimpikan oleh Ardian. Kolam renang di atas gedung yang dipenuhi oleh wanita cantik adalah cita-citanya.
Seorang pria dengan bekas luka di pipinya membuka botol minuman bersoda. Dia duduk di seberang Ardian dengan kaki yang terbuka lebar dan membuang tutup botol minuman itu begitu saja.
Seorang pria kekar yang duduk di sebelahnya melepas earbuds dari telinganya dan dengan santai mengambil penutup botol itu kemudian melepas sesuatu yang ada di baliknya. Setelah beberapa saat terdiam, dia tiba-tiba berseru, "Lu-luar biasa! Hadiah kedua, tujuh puluh ribu dollar?" Meskipun suara pria bernama Bane itu tidak terlalu keras, semua orang di dalam kereta mendengarnya dan mereka mulai memandangnya dengan mata penasaran.
Begitu pula dengan pria pembuang tutup botol bernama Tara, dia juga memandangnya dengan mata yang menyelidik. Ketika dia melihat bahwa tutup botol yang ia buang menghilang dari tempatnya, dia sadar bahwa tutup botol di tangan Bane sebenarnya adalah miliknya yang baru saja dia buang. Dia berdiri dan menunjukkan ekspresi panik. "Hey, benda itu milikku, kan? Ke-kembalikan!"
"Bagaimana kamu tahu benda ini milikmu? Siapa namamu? Apa namamu tertulis di sini?" Bane mencengkeram tutup botol itu erat-erat di tangannya dan berseru, "Namamu Hadiah Kedua? Jangan bilang namamu Tujuh Puluh Ribu Dollar!"
"Ti-tidak, namaku bukan itu dan tidak tertulis di sana, tetapi tutup botol itu jelas dibuang olehku, botol ini buktinya." Wajah Tara meringkuk ketakutan saat melihat wajah Bane yang marah. Namun, karena dia tidak ingin kehilangan apa yang seharusnya menjadi miliknya, dia membantah dengan suara gemetar dan mendorong botol ke tengah, agar orang-orang mengetahui kebenarannya.
"Kalian mendengarnya, bukan? Tutup botol ini dibuang olehnya. Jadi, karena dia telah membuangnya, benda ini pada dasarnya adalah sampah dan siapapun yang mengambilnya setelah itu dapat menjadi pemiliknya yang sah!" Bane menyeringai dengan perasaan kemenangan.
"Apa? Mana bisa begitu!" Wajah Tara panik, dan dia menatap pria berkacamata yang duduk di samping Ardian dengan tatapan meminta pertolongan. Dia bertanya, "Ka-kamu yang pakai kacamata. Kamu terlihat seperti orang yang pintar. Kamu tahukan apa yang dia katakan barusan tidak masuk akal? Jelas-jelas botol ini ada di tanganku. Jadi, tutup botol itu adalah milikku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments