Pengawal Untuk Tuan Putri
Awan hitam melahap sinar bulan dan langit menjadi gelap seutuhnya. Waktu yang sangat tepat bagi makhluk-makhluk malam untuk menyebarkan malapetaka bagi orang-orang yang tidak bersalah dan waktu yang tepat pula bagi orang yang tidak bersalah untuk mati.
Dengan telapak tangan yang berkeringat, seorang pria memacu kuda besinya dengan kencang. Menembus tembok hujan dan beragam halang rintang. Dia berbelok terus menerus, menyembunyikan jejak, dan berlari untuk bertahan hidup. Dia naif dan polos, dalam kata lain, dia hanyalah seorang anak muda.
Sebuah geng mendekat di belakang. Mereka muncul dari sudut paling gelap di tempat parkir gedung-gedung kosong. Tangan mereka penuh oleh senjata tajam. Orang-orang itu diperintahkan untuk menunjukkan kepada pemuda itu, apa itu kematian melalui pengalaman nyata.
Pertarungan jalan tidak bisa dihindari. Motor dengan motor saling hantam, pisau ditusukkan dan parang ditebaskan. Namun, pemuda itu bukan orang sembarangan, meski kelelahan, dia bisa mengatasinya tanpa terluka. Dia dididik untuk berperang, dan karena perang sudah selesai, setelah ini dia tidak lagi dibutuhkan.
Dalam sekejap mata, mayat berceceran di jalan. Amisnya darah menarik perhatian hewan-hewan yang kelaparan. Mereka memacu kuda besinya lagi, masih mencoba menghentikan laju sang pemuda yang mencoba melewati jembatan panjang yang menghubungkan Provinsi Selatan dan Provinsi Timur.
Saat mereka sudah sampai di tengah, suara ledakan terdengar dari belakang. Demi menghabisi seorang pria muda, orang-orang itu sampai harus bekerja keras untuk menghancurkan jembatan penting, bahkan membunuh rekan mereka sendiri.
Beberapa ledakan lagi terdengar dan para pengendara motor itu berjatuhan ke sungai yang mengamuk. Beberapa berusaha sekuat tenaga untuk bertahan, tetapi karena mereka tidak berhasil melepas helm, pada akhirnya mereka meninggal karena tenggelam.
Jauh di hilir sungai, seorang pria naik ke daratan, dia adalah Ardian, pemuda yang sebelumnya dikejar. Dia basah kuyup dan udara dingin membuatnya menggigil. Saat dia mendapatkan sedikit tenaganya kembali, dia mulai berlari, masuk lebih dalam, lebih cepat, gang demi gang, dan akhirnya terjatuh lemah di sudut jalan.
Sebuah mobil berhenti di sampingnya. Dia berpikir bahwa inilah akhirnya. Seorang pria tua berseragam formal keluar dan terburu-buru menyeret Ardian masuk ke dalam mobil. Ardian mengenal pria tua itu dengan jelas, sehingga hatinya menjadi tenang dan bisa pingsan dalam damai.
Pagi berikutnya, Ardian terbangun dengan kaki yang sakit, lengan mati rasa, dan demam yang membakar. Pakaiannya sudah diganti menjadi pakaian tidur. Luka-luka di tubuhnya sudah diobati dan dia berhasil bertahan hidup lagi kali ini.
Ardian dengan bebas membiarkan matanya berkeliaran di sekitar ruangan. Tempat itu benar-benar feminim. Tirai dinding berwarna merah muda, kasur dan bantal pun tertutup warna yang sama. Semuanya nampak artistik dan cocok, membuat siapapun yang memasukinya merasa nyaman.
Sinar matahari memuncak dari jendela. Saat mata Ardian telah disesuaikan dengan cahaya, dia tahu bahwa pemilik ruangan ini pasti seorang miliarder, karena semua hal yang ditampilkan di kamar ini sangat mahal. Ardian menghela napas. Sedikit rasa lega tertoreh di hatinya. "Selera gila dan aneh ini. Siapa lagi kalau bukan Kakek Tua itu."
"Jadi, kamu sudah bangun?" Seorang pria tua berbicara di belakang Ardian. Membuat pemuda itu terkejut dan tercengang. Dia tidak mendengar pintu dibuka, juga tidak merasakan kehadiran orang sebelumnya. Bahkan jika kondisinya sedang tidak bagus dan kesadarannya rendah, tetap saja dia adalah Ardian, seorang yang dilatih khusus untuk berperang. Bahkan saat dia sudah berkembang begitu jauh, kakeknya masih berada satu tingkat di atasnya?
Ardian mencoba untuk menarik dirinya ke atas, tetapi gravitasi masih terlalu berat untuknya. Ardian mencoba untuk menggerakkan tangan dan kakinya, tetapi tidak ada gunanya, dia terlalu lelah untuk melakukan sesuatu. Ardian menghela napas lagi. Dia ingin bicara tetapi tenggorokannya terlalu kering. Jadi, dia hanya bisa pasrah untuk saat ini.
"Jangan bergerak dulu." Kakek Prasetya berjalan ke arah Ardian dan membantunya duduk untuk kemudian bersandar di kepala ranjang. Dia segera memberi Ardian segelas air hangat untuk menenangkan pikiran cucunya dan meringankan sedikit rasa lelahnya.
"Terimakasih." Ardian mengangguk sebagai jawaban. Kakek Prasetya menyeringai. Matanya licik dan hidungnya meninggi. Dia berkata, "Kerja bagus, kamu menyelesaikan misi dengan baik pula kali ini. Klien sangat senang, khususnya soal pemutusan jembatan. Jadi, dia memberikan bayaran ekstra untuk kontribusimu di Provinsi Utara." Kakek Prasetya mengeluarkan dua lembar kertas kusut yang terbungkus kain dan memberikannya kepada Ardian. Pemuda itu menatap lembaran itu dengan seksama.
Saat Ardian Prasetya melihat dua buah uang kertas senilai seribu dollar di tangan kakeknya, dia memiliki begitu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Misi yang dia ambil selalu sangat berisiko, musuhnya sangat kuat, dan dia selalu pulang dalam keadaan sekarat. Misi yang ia kerjakan selalu sempurna, bahkan dia memastikan klien mendapat banyak manfaat dari aksinya. Namun, mengapa pada akhirnya bayarannya hanya bernilai ratusan dan ribuan dollar?
Ardian tidak tahu bagaimana kakek tua itu berhasil mendapatkan semua misi itu untuknya. Namun, kontribusinya dalam misi hampir seluruhnya. Dialah orang yang bekerja keras sampai sekarat, tetapi hampir seluruh uang yang dihasilkan mengalir ke dalam dompet kakeknya. Keadilan macam apa ini?
Bagian terburuknya adalah, ketika dia mencoba menuntut keadilan, kakeknya akan menghajarnya dengan serangan lisan dan berkata bahwa uang kontribusinya telah dipotong biaya perawatan senjata, motor, dan medis. Kesimpulannya adalah, salah dia karena selalu pulang dalam kondisi sekarat, salah dia karena selalu menghilangkan senjata, salah dia karena merusak kendaraannya. Setiap kali dia mengingat saat-saat itu, dia merasakan dorongan untuk menangis.
Ketika Ardian menerima dua ribu dollar yang diperolehnya dengan mempertaruhkan nyawanya, dia merasa ingin mengutuk agar kakek tua itu segera mati dan semua hartanya diwariskan kepadanya. "Dua ribu dollar?"
Namun, Kakek Prasetya adalah orang yang membesarkannya, memberinya nama, dan melatihnya selama lima belas tahun. Dia mengajarinya seni beladiri dan cara untuk bertahan hidup. Memberontak melawannya rasanya sangat kurang ajar. Jadi, dia memendam semua kutukan dan amarahnya di dalam hati.
"Dua ribu dollar katamu? Kamu seharusnya senang bahwa kamu menerima sejumlah uang. Apa menurutmu uang bisa didapatkan dengan mudah?" Kakek Prasetya menarik dompet kainnya ke belakang kemudian memutar matanya dan berkata dengan nada kesal. "Jika kamu tidak menginginkannya, berikan uang itu kepadaku! Apakah kamu tahu sejak aku membesarkanmu, aku tidak pernah makan makanan mewah!?"
Ardian tidak tahu harus berkata apa. Dia merasa ingin memukul pria tua gemuk di hadapannya, tetapi dia tahu bahwa itu hanya akan menjadi pukulan sepihak dari orang tua itu. Dia sangat tidak berdaya sekarang dan sekalipun dia dalam kondisi prima, dia tidak yakin bisa mengalahkan kakeknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Jangan begitu Adrian.
2023-05-04
1