"Kamu tahu itu palsu?" Ketika gadis itu mendengar apa yang dikatakan Ardian, dia tertegun. Saat dia menatap Ardian, banyak pertanyaan muncul di benaknya. Dia tidak terlalu mengerti tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Pria ini membelinya meskipun dia tahu itu bahwa benda itu palsu. Itu sesuatu yang sangat gila dan di luar nalar.
Di matanya, Ardian tidak terlihat seperti salah satu orang kaya aneh yang mencari sesuatu untuk menghabiskan waktu. Dia malah terlihat udik dengan baju mewah tiruan dan tingkah desanya, khususnya wajahnya yang terlihat seperti orang bodoh.
"Tentu? Bukankah kamu yang memperingatiku atau bukan? Apa tendangan itu bukan isyarat, tetapi kamu mencoba menggodaku?"
"Si-siapa yang mencoba untuk menggodamu? Lalu, jika kamu tahu benda itu bermasalah, mengapa kamu masih memberikan uangmu pada mereka? Jawab aku!" Gadis itu sekarang sangat ingin tahu mengenai alasannya dan juga ingin tahu sebenaenya orang seperti apa Ardian. Tuan Muda yang terlalu kaya atau orang aneh.
Senyum pecah di wajah Ardian. Dia meletakkan tasnya, membuka ritsletingnya dan menunjukkannya kepada gadis itu. Gadis itu melirik Ardian sekali sebelum menundukkan kepalanya untuk melihat apa yang ada di dalam tas. Yang mengejutkan, ada dua tumpukan uang di dalam sana.
"Apa? Apa kamu ingin menunjukkan bahwa kamu sangat kaya? Sekalipun demikian, kamu seharusnya tidak boleh seboros itu. Apa kamu tahu dengan uang sebanyak itu kamu bisa membuat satu kota memiliki perut yang kenyang? Cih." Gadis itu salah paham dengan Ardian dan berpikir bahwa dia sedang pamer padanya.
"Boros apa? Aku miskin, kok. Kenapa tidak kamu perhatikan dengan baik. Ini uang yang sama dengan yang sebelumnya." Kata Ardian, dia tertawa melihat ekspresi gadis itu yang terus berubah-ubah. "Uang yang sebelumnya? Maksud kamu apa?" Gadis itu menjadi sangat kebingungan. Dia memperhatikan dua tumpukan uang itu dengan baik-baik dan menyadari keanehan di sana. "Tunggu, bagaimana bisa? Apa kamu mengambil kembali uangnya? Kapan? Apa kamu perampok? Bagaimana dengan tumpukan satunya? Aku yakin itu tidak ada saat kita di kereta?"
"Oh, yang itu aku ambil dari pria berkacamata yang menjadi mediator itu. Aku mengambil uang ini saat kita berdesakan hendak keluar dari kereta. Karena mereka masih di dalam sana, sepertinya mereka masih tidak tahu apa yang terjadi," jelas Ardian sambil mengangkat bahu.
Hal sepele seperti itu bukan apa-apa bagi Ardian. Itu mudah sekali baginya. Dia terbiasa mencuri dari pencuri seperti ini saat dia masih kecil, kakeknya memintanya melakukan itu agar Ardian mempelajari 'Pembenaran' untuk melakukan tindakan kriminal. Dengan begitu orang lain akan menaruh simpati kepadanya.
"Bagaimana bisa!" Kali ini gadis itu benar-benar tercengang. Pria berwajah bodoh ini tidak gila, dia hanya terlalu terampil. Tidak hanya dia mengambil uangnya kembali, tetapi merampok uang penipu itu. "Hm? Ada apa dengan ekspresimu itu? Jangan bilang kamu mau melaporkan pencurianku? Rasa keadilanmu cukup kuat, ya? Apa kamu superhero?" Ardian tersenyum dan mulai menggoda gadis yang telinganya mulai memerah.
"Tidak, aku tidak akan melakukannya." Gadis itu tersipu dan mulai menggelengkan kepalanya. "Ngomong-ngomong, aku sangat kagum padamu karena mau membantuku di kereta tadi. Sejauh yang aku tahu, saat ini tidak banyak gadis sepertimu di luar sana." Ardian berkata dengan tulus, "Jadi, mau makan sebentar denganku?" Rayu Ardian sembari menggoyangkan tas berisi uangnya itu.
"Tidak, terimakasih. Aku tidak tertarik." Gadis itu menolak tanpa ragu dan menggelengkan kepalanya, "Lagipula, keluargaku sedang menungguku, aku tidak punya waktu."
Ketika Ardian mendengar penolakannya, meski hatinya terasa sakit dia tidak bersikeras. Dia tahu bahwa seni merayu seorang gadis adalah masalah yang sangat sensitif. Suasana, waktu, dan tempatnya harus tepat. Jika dia terlalu memaksa, hasilnya bisa menjasi sangat buruk. "Benarkah? Sayang sekali. Kalau begitu, maaf karena sudah menyita waktumu." Ardian kemudian melangkah pergi meninggalkan gadis bernama Sarah Hedrick itu sembari mengumbar gestur tubuh seolah-olah sedang menyapu air dari matanya.
Sarah Hedrick menatap punggung Ardian saat dia berjalan pergi. Dia menggelengkan kepalanya dan berpikir, "Ya, sayang sekali. Seandainya ibu tidak sedang menungguku, aku tidak keberatan menghabiskan waktu denganmu, wajah bodoh."
Dalam hal ini, bukan berarti dia memendam perasaan pada Ardian. Itu hanya karena dia terlalu berbeda. Memiliki begitu banyak uang di tasnya dan tidak menyimpannya di Bank. Meski sepertinya dia pria yang asik untuk diajak berteman, teapi dia juga memiliki temperamen yang aneh dan sepertinya menyebalkan. "Aku rasa itu sesuai dengan wajahnya yang bodoh." Sarah tertawa dan juga pergi dari stasiun dengan riang.
Ardian memegang selembar kertas yang berisi alamat yang diberikan oleh Kakek Prasetya. Dia naik taksi dan sopirnya bertanya dengan penuh semangat, "Tuan, ke mana Saya harus mengantar Anda?" Ardian menyerahkan selembar kertas ke supir taksi dan berkata, "Ke alamat ini."
Sopir taksi selalu nongkrong di sekitar stasiun kereta. Jadi dia tahu bahwa Ardian bukan orang lokal dan mungkin ada di sini untuk mencari pekerjaan. Dia ingin menipu sejumlah uang dari Ardian karena dia tidak terbiasa dengan jalanan. Namun, ketika dia melihat apa yang tertulis di selembar kertas, wajahnya menjadi hijau.
Di kertas itu tertulis, Provinsi Selatan, Distrik Tenggara, Jalan Dunia Lama ke-36, gedung Angkara Grub. Jarak dari stasiun kereta api 12,5 KM. Ambil Rute Jembatan Kembar Baru.
Sopir taksi menepuk kepalanya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya dia akan menipu uang Ardian. Tidak hanya rute yang disebutkan, tetapi juga jarak ke tujuan. Hal buruk lain adalah, pemuda ini sedang pergi ke gedung Angkara Grub, salah satu keluarga besar yang menguasai Distrik Tenggara, dan itu jelas bukan tempat yang seharusnya menjadi tempat yang dituju oleh petani. Pemuda ini pastinya memiliki orang dalam!
Sopir taksi menghela napas, meletakkan kertas itu ke samping dan mulai mengemudi dengan jujur. Lalu lintas di Distrik Tenggara sangat bagus dan banyak jembatan. Jadi, tidak butuh waktu lama sebelum Ardian mencapai tujuannya. Dia membayar ongkos taksi beberapa dollar kemudian keluar.
Melihat bangunan yang menjulang tinggi di depannya, Ardian merasa sedikit pusing. Sepertinya itu bahkan lebih tinggi dari gunung di dekat rumahnya. Sepertinya klien itu memang orang kaya. Mungkin Kakek Prasetya mengatakan yang sebenarnya.
Ardian mulai bertanya-tanya apakah dia akan selamat dari kejatuhan jika dia melompat dari lantai atas. Meskipun dia berakhir dengan banyak memar dan harus terbaring di tempat tidur selama beberapa hari, dia berhasil selamat saat jatuh dari puncak gunung ketika Kakek Prasetya melemparkannya ke jurang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments