"Apa-apaan? Iga sapi ini terlalu manis, apakah sang koki tidak tahu betapa menggemukkannya gula? Aku harus meminta ayah untuk memecatnya lain kali!"
"Diet saja apa susahnya? Coba ini, kol goreng, ini enak. Kamu juga harus mencicipinya, Nona Muda Elvira." Tinia Atmaja menggerutu.
"Diam Kamu, Tinia Atmaja!" Angkara Elvira mengomel saat dia makan. Hidangan ini dibuat oleh salah satu kepala koki hotel Angkara Murka Grub, dan setiap hari, Arnold Ken akan mengantarkan makanan tepat waktu dari sana ke sini.
Angkara Adam sangat sibuk, terlebih lagi, ibu Angkara Elvira meninggalkan rumah ketika dia masih sangat muda. Tidak ada yang tahu alasannya, bahkan Angkara Elvira pun tidak. Dia sudah mencoba untuk bertanya, tetapi ayahnya menolak memberi tahu alasannya. Jadi, hanya Arnold Ken yang mengurus kebutuhan sehari-hari Angkara Elvira.
"Ugh, ambil iga sapi ini. Aku tidak ingin memakannya!" Angkara Elvira mendorong iga sapi ke sisi Tinia Atmaja.
Tinia Atmaja mengambil sepotong dan membenarkan reaksi kasar Angkara Elvira sebelumnya. Dia sedang diet. Jadi, dia seharusnya tidak makan sesuatu yang semanis ini. Tinia Atmaja segera mendorong iga sapi ke sisi Ardian Prasetya.
Ardian Prasetya tidak peduli. Dia akan merasa sangat gembira selama dia bisa makan daging. Tidak masalah apakah itu manis atau asam. Setelah melewati perjalanan yang melelahkan di kereta, Ardian Prasetya merasa sangat kelaparan. Jadi, dia mulai melahap makanan segera setelah hidangan itu diberikan kepadanya.
Rasanya enak. Meski seharusnya iga sapi ini terasa pedas, rasa manisnya tetap meresap sempurna dengan rasa dari iga sapinya. Bahkan ini jauh lebih baik daripada warung makan di pedesaan. Penampilan dan bahannya sangat indah, bahkan tidak bisa dibandingkan dengan masakan asal jadi di pinggir jalan.
Angkara Elvira mengambil sepotong ikan rebus dan mencicipinya. Wajahnya memerah seketika karena pedasnya, dan dia menjulurkan lidah sambil menggunakan tangannya untuk mengipasi mulutnya, "Apa-apaan sih, hidangan hari ini. Sebelumnya terlalu manis, sekarang terlalu pedas, apa Koki bodoh itu salah membumbui? Hey, apakah ada air? Aku sangat tidak menyukai perasaan menyengat ini!"
Dia menoleh dan melihat sebotol jus jeruk di atas meja. Tanpa berkata apa-apa, dia meraih botol itu dan mulai meneguk jusnya. Setelah meminum setengah botol jus, dia berkata, "Hah, sekarang rasanya jauh lebih baik."
Tinia Atmaja melirik Ardian Prasetya kemudian ke botol jus jeruk dan akhirnya ke Angkara Elvira. Dia benar-benar terkejut dan malu sendiri dengan apa yang baru saja terjadi. Di sisi lain, Ardian Prasetya hanya menatap Angkara Elvira dengan tatapan kosongnya yang biasa. Seorang gadis cantik baru saja merebut botol minumannya, tetapi dia tetap memasang tatapan mata kosong yang membuat wajahnya terlihat bodoh itu. Apalagi dia memakai seragam sekolah, dia benar-benar terlihat berbeda dari laki-laki lain yang sepantaran.
Angkara Elvira masih menikmati rasa manisnya ketika dia menyadari ekspresi tidak percaya Tinia Atmaja. Segera, dia merasa ada yang tidak beres dan bertanya, "Tinia, kenapa kamu menatapku seperti itu? Ada yang salah?"
"Ti-tidak, tidak ada yang salah, kok." Tinia Atmaja menghela napas. Mengetahui temperamen Angkara Elvira, dia tidak berani mengatakan yang sebenarnya, takut dia akan melakukan sesuatu yang keterlaluan. "Lalu, mengapa kamu menatapku seperti itu?" Ini membuat Angkara Elvira semakin penasaran. Dia menggelengkan kepalanya dan larut dalam rasa bingung. Karena kegelisahannya, dia malah memakan ikan rebus pedas itu lagi. Jadi, dia meraih botol jus dan ingin meminumnya lagi.
"Tu-tunggu, Elvira!" Tinia Atmaja mencoba menghentikannya. Namun, itu sudah terlambat. Jadi, dia menelan apapun yang ingin dia katakan. "Tunggu apa? Tinia, apa yang sebenarnya ingin kamu katakan? Apa kamu baik baik saja? Kamu aneh." Angkara Elvira menatap dengan ekspresi prihatin saat dia meletakkan botol di atas meja dan menyeka mulutnya.
"Bukan begitu, tapi... Ah, sudahlah." ketika Tinia Atmaja melihat wajah polos Angkara Elvira, dia merasa lucu dan bersimpati padanya. Dia meminum minuman bekas bibir orang yang sangat ia benci dua kali. Apa dia sedang mencoba menggodanya atau bagaimana? Tinia Atmaja tertawa kecil ketika dia memikirkan tentang hal ini.
"Apa, sih? Kenapa kamu sekarang tertawa? Katakan saja apa yang ingin kau katakan!" Angkara Elvira menjadi sedikit kesal. Perihal apa yang disembunyikan gadis itu darinya. Di bawah tatapan menginterogasi Angkara Elvira, Tinia Atmaja tidak punya pilihan selain membocorkan rahasia. Dia menunjuk ke botol jus dan berkata, "Minuman itu."
"Memang kenapa dengan minumannya?" Angkara Elvira mengerutkan kening dan berkata, "Apa sih? Yang aku lakukan hanyalah meminum botol jus milikmu. Apa kamu tidak suka? Tunggu, tapi tadi kamu tertawa? Bagaimanapun, masih banyak botol seperti ini di kulkas, kalau mau lebih, kamu bisa ambil lagi, kan? Apakah kamu harus seperti ini?"
Ketika Tinia Atmaja melihat bahwa Angkara Elvira tidak menyadari kebenarannya, dia mulai tertawa dengan kencang. "Hahaha, aku tidak tahan lagi. Nona Muda Elvira, apakah kamu tidak menyadari bahwa minuman itu bukan milikku? Hahaha!"
"Bukan milikmu? Apa maksudmu?" Sebelum Angkara Elvira menyelesaikan kalimatnya, dia mulai menyadari sesuatu. Dengan ekspresi aneh, dia berbalik menghadap Ardian Prasetya dan bertanya, "Jangan bilang ini minumanmu?"
Ardian Prasetya dengan polosnya menganggukkan kepalanya dan berpikir, "Sepertinya kali ini adalah kesalahanku. Seharusnya aku tidak menaruhnya di tengah, aku harus hati-hati lain kali. Mungkin lebih baik kalau aku tidak makan malam bersama seperti ini lagi."
"Ah, sialan!" Wajah Angkara Elvira berubah menjadi hijau seketika. Matanya melebar saat dia menatap Ardian Prasetya, jarinya menunjuk ke arahnya, seolah dia ingin mengatakan sesuatu. Namun, sebelum dia mengatakan apapun, dia bergegas ke toilet sambil menggunakan tangannya untuk menutup mulutnya.
Dalam hitungan jari, suara seseorang muntah terdengar dari toilet. Tinia Atmaja yang masih menertawakan sahabatnya itu beberapa waktu lalu bergegas ke toilet saat melihat reaksi Angkara Elvira. Meninggalkan Ardian Prasetya yang menggelengkan kepalanya dan berpikir bahwa Nona Mudanya ini orang yang benar-benar suka melebih-lebihkan sesuatu.
"Haduh, maaafkan aku. Bukankah sudah aku bilang sebaiknya aku tidak mengatakan apapun, tetapi kamu malah yang memaksaku!" Tinia Atmaja meminta maaf sambil menatap Angkara Elvira dengan wajah pahit.
"Kenapa kamu tidak mengatakannya sebelum aku minum, dasar!" Angkara Elvira menatap Tinia Atmaja sejenak dan mulai merasa mual kembali. "Apa ini? Jangan bilang kalau..." Tinia Atmaja memandang Angkara Elvira dan bergumam pada dirinya sendiri, "Bukankah ibu mengatakan ciuman tidak akan menyebabkan seseorang hamil?" Tanpa sadar kakinya mulai mundur satu langkah.
Angkara Elvira baru saja mulai merasa lebih baik, ketika dia mendengar apa yang dikatakan Tinia Atmaja. Dia segera mengingat ciuman tidak langsung yang dia lakukan dengan orang itu, dan air mata mengalir di matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments