Ciuman pertamanya yang berharga, yang telah disimpannya selama delapan belas tahun, kini telah hilang. Angkara Elvira merasa sedikit pusing dan merasa ingin pingsan saat itu juga. Dia membentak Tinia Atmaja, "Bodoh, siapa yang akan hamil dari itu? Apa kamu punya akal sehat?"
"Apa?" Tinia Atmaja tidak senang dengan kata-kata Angkara Elvira. "Seolah-olah kamu punya akal sehat saja!" Hawa panas menyebar di antara mereka berdua. Angkara Elvira sudah sangat terluka, tetapi ketika dia melihat Tinia Atmaja yang sombong, dia tidak tahan lagi. Dia mengulurkan tangannya, memeluk Tinia Atmaja, dan menempelkan bibir ke bibirnya. Angkara Elvira melepaskan Tinia Atmaja setelah ciuman itu dan berkata dengan nada mengancam, "Itu untuk menertawakanku! Sekarang, kamu juga bagian dari ini! Kamu harus menderita sepertiku!"
"Kya! Apa yang kamu lakukan!?" Tinia Atmaja yang dicium paksa akhirnya menyadari apa yang sedang dilakukan Angkara Elvira. Kepalanya seketika menjadi pusing dan menjadi sangat ingin untuk menangis.
Dia kemudian menghibur dirinya sendiri ketika dia mengingat bahwa air liur Ardian Prasetya yang masuk ke mulut Angkara Elvira kemungkinan besar telah hilang ketika Angkara Elvira memuntahkannya. Jadi, seharusnya benda itu tidak masuk ke mulutnya. Dia tidak akan hamil!
Memikirkan hal ini, suasana hatinya langsung membaik, terlebih ketika dia melihat Angkara Elvira berulang kali membilas mulutnya, itu membuatnya lebih cepat tenang daripada Angkara Elvira sendiri.
Setelah beberapa saat, Angkara Elvira akhirnya tenang. Dia mengerti bahwa bahkan jika dia berkumur sampai mulutnya terlepas, dia tidak dapat mengubah fakta bahwa itu sudah terjadi. Mesin waktu tidak ada. Jadi, tidak mungkin dia bisa memutar balik waktu dan menghentikan hal itu terjadi.
Namun, dia sekarang sangat marah dengan Ardian Prasetya. Dia seharusnya tidak membiarkan laki-laki tinggal di vilanya, bahkan jika ayahnya akan membencinya karena ini.
Beberapa saat yang lalu, Angkara Elvira merasakan dorongan untuk membunuh Ardian Prasetya. Jika dia memiliki pisau di tangannya saat itu, dia pasti tidak akan bisa mengendalikan dorongan imperatif dan menusukkannya ke dada Ardian Prasetya. Namun, sekarang, dia sudah tidak punya energi untuk merasa marah. Dia dengan lelah melirik piring di atas meja dan kemudian ke Ardian Prasetya yang tertegun dengan tatapan dinginnya, tanpa berkata apa-apa, dia menyeret kakinya yang lemas ke lantai dua.
Tinia Atmaja yang mengikuti Angkara Elvira di belakang, juga berhenti sejendk dan menatap Ardian Prasetya sebelum dia bergegas ke atas.
"Haruskah mereka membuat keributan besar hanya karena itu? Wanita memang aneh, padahal yang namanya ciuman pertama itu tidak ada, jika ada pun, itu sudah hilang sejak kita dilahirkan." Ardian Prasetya menggelengkan kepalanya dan melihat makanan di atas meja. "Setelah muntah seperti itu, mereka pasti tidak punya selera untuk menghabiskan makanan. Jadi, semuanya sekarang milikku. Apa aku bisa menghabiskan semua ini?" pikirnya.
Saat Ardian menatap botol jus jeruk, dia kembali teringat dengan masalah ciuman pertama. Mata gelapnya menjadi dingin dan udara di sekitarnya sesak seketika. Dia bergumam, "Saat aku lahir, apakah orang tuaku mengambil ciuman pertamaku atau tidak, ya?" Perasaannya pun ikut menjadi buruk di malam itu.
Ketika Angkara Elvira sampai di kamarnya, dia ambruk di tempat tidur dan mulai merasa sangat tidak beruntung. "Kenapa aku harus kehilangan ciuman pertamaku dengan cara seperti itu? Seandainya itu dengan seorang pemuda tampan atau pewaris keluarga terhormat, aku mungkin tidak mempermasalahkannya. Namun, mengapa harus dengan udik desa itu, siapa namanya? Ardian Prasetya? Namanya saja sudah bodoh!"
"Huwa! Tinia, kenapa aku sangat sial hari ini?" Angkara Elvira tidak bisa menahan tangis. Sebelumnya, Ardian Prasetya ada di dekatnya . Jadi, dia menahan diri dan tidak ingin dia melakukan sesuatu yang melakukan ketika berada di sisinya. Dia menahan emosinya yang runtuh sekuat yang ia bisa. Meskipun air matanya sudah jatuh, tetapi dia tidak menangis dengan keras. Sekarang dia sendirian dengan Tinia Atmaja, dia tidak peduli dan mulai menangis dengan keras.
"Tenanglah, Elvira, jangan sedih, itu hanya ciuman tidak langsung. Ini bukan seperti kamu dan dia berciuman atau semacamnya. Tuan Tameng bahkan tidak mendapatkan apa-apa dari itu!" Tinia Atmaja mencoba menghiburnya. Dia melanjutkan, "Pada akhirnya, yang kamu lakukan hanyalah meminum air liur Ardian Prasetya. Benar, ini tidak bisa disebut sebagai ciuman sama sekali!"
Angkara Elvira mengutuk dirinya sendiri. Akan lebih baik jika Tinia Atmaja tidak mengatakan apa-apa. Sekarang dia mengatakannya, Angkara Elvira merasa jauh lebih sedih daripada sebelumnya. Sekarang, dia berpikir bahwa akan lebih baik jika itu benar-benar ciuman daripada dia meminum air liur seseorang.
Sekarang, dirinya satu-satunya yang menjadi korban tanpa pelaku. Ardian Prasetya tidak mendapat manfaat darinya, jadi dia bukan pelaku dan tidak perlu baginya untuk merasa bersalah. Dia benar-benar sangat sial hari ini.
"Tidak bisa seperti ini! Besok, aku akan memberi tahu ayah apa yang terjadi hari ini dan memaksanya untuk membuat keputusan! Akua akan melakukannya!" teriak Angkara Elvira.
Setelah Angkara Elvira lelah menangis dan mengomel, dia tertidur. Tinia Atmaja menggelengkan kepalanya dan berbaring di sampingnya, dia berpikir, "Cih, bukankah itu hanya air liur? Apakah perlu membuat keributan tentang hal itu? Bukankah dia tadi bilang air liur tidak akan membuatnya hamil? Dasar, Nona Muda yang aneh."
***
Setelah menghabiskan semua makanan, Ardian Prasetya bersiap untuk dikritik. Menilai dari temperamen Nona Mudanya, dia pasti tidak bisa menahannya, dia pasti merasa jijik ketika melakukan ciuman tidak langsung dengan seseorang yang ia sebut sebagai seseorang yang berstatus rendah. Karena dia membuat marah Nona Muda, dia pasti akan dihukum karenanya.
Ardian Prasetya menunggu, tetapi tidak ada yang turun bahkan setelah waktu yang sangat lama. Jadi, dia membersihkan meja dan kembali ke kamarnya. Ini sudah jam sembilan malam. Menilai dari tidak terdengar keributan lagi di lantai atas, mereka pasti sudah tidur. Jadi, meski Ardian tunggu pun, tidak akan ada dari mereka yang akan turun malam ini.
Setelah Ardian Prasetya menyuci piring, dia mengunci pintu dan duduk di tempat tidurnya. Dia kemudian mulai melatih pernapasannya, dengan tujuan memastikan tubuhnya akan terus mengingat teknik-teknik rahasia keluarga Prasetya. Asal usul teknik ini sangat istimewa, sehingga banyak kelompok yang mengetahui tentang seni bertarung ini mencoba untuk memilikinya.
Di malam bulan purnama, ketika Ardian Prasetya berusia delapan tahun, Kakek Prasetya membawanya ke puncak gunung untuk mengakses keterampilan seni bela diri keluarga Prasetya.
Ardian Prasetya yang tidak tahu tentang ini hanya bisa bingung. Mengapa Kakek membawanya ke tempat seperti ini di tengah malam yang gelap dan menakutkan. Namun, di bawah penindasan Kakek Prasetya, Ardian Prasetya tidak punya pilihan selain menuruti semua perintahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments