"Siapa yang kamu katakan tidak masuk akal?" Bane sekarang sangat marah sehingga dia juga menghadap pria berkacamata dan berseru, "Jadi, apa kamu setuju dengan orang ini atau setuju denganku bahwa benda ini menjadi milikku karena dia membuangnya!?"
"Hm." Pria Kacamata menyesuaikan kacamatanya, berhenti sejenak dan berkata, "Baiklah, Saya Rokan, seorang Profesor di Universitas. Karena kalian berdua mempercayai Saya, maka Saya akan memberi tahu kalian pendapat Saya tentang situasi saat ini. Apa itu tidak masalah?"
"Tentu, tolong lakukan!" Tara dan Bane keduanya setuju dan mulai menatap cemas pada Profesor Universitas bernama Rokan itu.
"Menurut Saya, pemilik dari tutup botol ini haruslah orang yang membelinya. Jadi, tutup botol ini harusnya milik orang yang memegang botol minumannya." Rokan berhenti sejenak. Tara mulai tertawa ketika mendengar itu. Sementara itu Bane menjadi panik, tetapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Rokan melambai-lambaikan tangannya dan menghentikannya. Dia melanjutkan, "Namun, karena pemilik botol sudah membuangnya, benda itu seharusnya menjadi tanpa pemilik. Jadi, orang yang memungutnya menjadi pemiliknya sekarang."
"Apa-apaan ini? Bukannnya tadi kamu mengatakan bahwa tutup botol itu milikku? Kenapa tiba-tiba berubah!" keluh Tara ketika dia mendengar apa yang dikatakan Rokan. "Kalau begitu, bagaimana jika kalian berdua berbagi hadiah. Maka itu akan menjadi adil bagi kalian berdua. Bagaimana?" Rokan memberi saran.
"Berbagi?" Ketika Bane mendengar ini, dia ragu sejenak kemudian sambil cemberut dia berkata: "Baiklah, itu tidak masalah untukku."
Bane pasti menyadari bahwa pendiriannya tidak jelas dan hampir tidak dapat dipertahankan. Jadi, daripada tidak mendapatkan apa-apa, dia memilih untuk menerima saran dari Rokan. Tara mengangguk dan setuju juga. Karena tutup botol itu ada di tangan Bane, dia merasa khawatir kalau-kalau dia tidak akan mendapat satu sen pun jika dia tidak setuju.
"Bagus. Kalau begitu, karena kedua belah pihak sudah setuju dengan saran Saya, maka hadiahnya akan dibagi dua."
Rokan mengambil botol minuman dari tangan Tara dan berkata, "Dinyatakan di sini, hadiah kedua adalah tujuh puluh ribu dollar dan setelah pengurangan pajak dua puluh persen maka akan tersisa lima puluh enam ribu dollar. Karena pengumpulan hadiahnya akan merepotkan, orang yang akan mengambil hadiah akan mendapatkan enam ribu dollar lebih banyak, tetapi dia harus memberikan dua puluh lima ribu dollar terlebih dahulu ke pihak lain. Apakah kalian berdua baik-baik saja dengan pengaturan ini?"
"Aku tidak masalah." Tara senang selama dia menerima sejumlah uang. Jadi, dia setuju, "Aku akan mengambil dua puluh lima ribu dollar. Jadi, kamu dapat pergi untuk mengklaim hadiahnya."
"Dalam hal ini..." Bane tampak bermasalah. Dia merogoh sakunya dan melanjutkan, "Aku tidak punya uang sebanyak itu. Mengapa tidak kamu saja yang memberiku dua puluh lima ribu dollar?"
"Apa menurutmu aku akan memilih dua puluh lima ribu dollar jika aku punya uang sebanyak itu?" Tara mengerutkan keningnya kemudian melanjutkan ucapannya, "Kasusku sama sepertimu!"
"Profesor, tolong bantu kami memikirkan solusi, kami berdua tidak punya uang tunai sebanyak itu. Bagaimana ini?" Sekali lagi Bane meminta bantuan dari Rokan.
Rokan merenung sejenak, lalu dia berkata, "Haruskan Saya memberi kalian masing-masing dua puluh lima ribu dollar dan Saya akan mengambil hadiahnya sebagai gantinya?"
Tara dan Bane saling berhadapan sejenak dan merasa bahwa itu masih akan menjadi kesepakatan yang bagus karena mereka masih dapat menerima dua puluh lima ribu dollar, mereka menjawab serentak, "Kami setuju!"
Ekspresi senang terlihat di wajah Rokan saat dia meraih tasnya untuk mengambil uang, tetapi itu tidak berlangsung lama. Segera, dia mulai panik dan mulai menggeledah tasnya dengan lebih panik. Keringat mulai muncul di dahinya dan akhirnya dia berkata, "Haih, sepertinya ini tidak bisa dilakukan. Sayang sekali, Saya tidak membawa uang tunai sebanyak itu. Saya hanya punya tiga puluh ribu dollar dan Saya ragu kalian akan puas dengan masing-masing lima belas ribu dollar. Cih, sayang sekali, padahal aku bisa untung enam ribu dollar jika saja aku membawa uangku!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Tara menatap bingung ke arah Bane dan pria itu hanya menggelengkan kepalanya sembari menghembuskan napas berat. Melihatnya, Tara menjadi tidak sabar dan bertanya kembali, "Profesor, Anda adalah orang yang cerdas, bisakah Anda memikirkan solusi lain?"
"Hmm..." Rokan berpikir sejenak sampai akhirnya tatapannya jatuh ke arah Ardian. "Ah! Bagaimana jika kalian meminta bantuan orang lain saja?" Saat dia mengatakan itu, secara alami mata Tara dan Bane tertuju pada Ardian.
"Bagaimana menurutmu? Bagiku ini adalah kesempatan yang sangat langka. Apakah kamu punya uang tunai senilai lima puluh ribu dollar? Jika kamu memberi mereka masing-masing dua puluh lima ribu dollar, kamu bisa mendapatkan keuntungan enam ribu dollar dalam sekejap mata. Saya belum pernah melihat cara yang lebih sederhana untuk menghasilkan uang selain ini. Aku sudah mengambilnya jika uangku cukup."
Ardian telah mengamati mereka bertiga untuk sementara waktu. Jelas bahwa ketiganya sedang bermain permainan sandiwara. Pria dengan luka wajah dan pria bertubuh kekar terlihat kaku dengan dialog mereka, sementara pria berkacamata yang berperan sebagai mediator cukup ahli, tetapi dia melakukan kesalahan di akhir.
Mereka mungkin menargetkan Ardian karena dia melihat kota dengan tatapan heboh seperti seseorang yang dibesarkan di gunung. Namun, pakaian yang Ardian kenakan sangat layak dan terlihat mahal. Ardian terkekeh di dalam hati mengenai adegan lucu ini dan berpikir bagaimana caranya agar plot indah ini menjadi lebih sempurna. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk mengikuti permainan mereka dengan berperan sebagai orang udik yang menjadi korban penipuan.
"Maksud Masnya, Saya?" Ardian menjawab dengan heran sambil menunjuk dirinya sendiri. Dia memasang wajah bodoh dan berkata, "Masnya yakin mau ngasih ke Saya?"
"Tentu saja, sekarang kesempatan emas ini ada di tanganmu!" Rokan membalas Ardian dengan riang gembira. Padahal sebelumnya dia mengeluh mengalami sebuah kerugian. Dia secara alami kehilangan ketenangannya ketika Ardian memancingnya dengan tidak menyatakan bahwa dia tidak punya uang. Dengan begitu dia menjadi yakin bahwa Ardian memakan umpannya dan Ardian yakin bahwa hal ini benar-benar penipuan.
Saat Ardian hendak mengatakan sesuatu, dia merasakan seseorang menendang kakinya. Saat dia melihat ke arah kakinya yang ditendang, dia melihat seorang gadis cantik sedang menatapnya dengan dingin. Dari penampilannya, dia mungkin seumuran dengan Ardian.
Gadis itu sangat cantik dan kulitnya tampak lembut dan halus. Meskipun dia tidak pernah berdiri, Ardian dapat memperkirakan tingginya setidaknya seratus enam puluh lima sentimeter. Cukup tinggi untuk seorang gadis sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments