Angkara Elvira memalingkan wajah saat matanya yang indah mulai berkaca-kaca. Sementara ekspresinya menjadi masam, dia mengeluh di dalam hati, "Sebenarnya apa yang ayah pikirkan? Bagaimana ayah bisa merekrut seseorang tanpa memperkenalkannya dulu kepadaku? Terlebih, orang norak seperti ini. Aku lebih suka tidak memiliki tameng hidup. Terlalu memalukan untuk memilikinya."
Awalnya Angkara Elvira berencana untuk menyatakan kepada semua orang bahwa tameng hidup itu adalah pacarnya jika yang dipilih oleh ayahnya setidaknya memiliki latar yang jelas dan utamanya terlihat baik. Hal ini adalah menjadi metode terbaik untuk mengusir lalat yang mengganggu itu. Namun, jika kampungan dan berwajah bodoh seperti ini, itu tidak bisa dia lakukan.
"Bahkan jika aku mengklaim bahwa orang udik ini adalah pacarku, tidak ada yang akan percaya padaku. Nyatanya, Roland Pratama akan tertawa terbahak-bahak dan hanya menganggap ini sebagai lelucon kecil!" batin Angkara Elvira.
Ardian Prasetya sakit kepala saat mendengar percakapan mereka. Harga dirinya tidak pernah dilukai sebanyak ini. Dia sangat marah, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan karena kontraknya. "Dia mencoba membuatku menjadi tameng hidup? Jangan bilang Paman Adam yang mengetahui siapa aku sebenarnya, mencoba memanfaatkan momen ini untuk mendapatkan menantu laki-laki yang sempurna dan luar biasa sepertiku di sisinya? Pantas saja percakapan dengan Paman Adam begitu aneh. Apakah dia pikir aku akan tergoda dengan putrinya?" Ardian Prasetya membatin.
"Baiklah, bocah yang di sana itu terus-menerus menggangguku. Kamu akan lulus ujianku jika kamu bisa memberinya pelajaran!" Angkara Elvira memutar matanya dan membuat rencana. Roland Pratama sejak selalu dikawal oleh dua bodyguard untuk menyombongkan status keluarganya. Jadi, jika orang ini tidak dapat menyelesaikan masalah dan berakhir dengan dihajar, dia akan dapat menggunakan hal ini sebagai alasan dan membuat ayahnya membatalkan kontraknya karena tidak kompeten.
"Apakah ini perintah, Nona Muda?" Ardian Prasetya bertanya. Dia melihat ke arah yang ditunjuk oleh Angkara Elvira dan mulai menghitung jarak dan menghapal lingkungan di sekitar Roland Pratama. "Ya, itu perintah. Kenapa? Jangan-jangan kamu takut? Bukannya ayah menerimamu karena kamu berbakat? Perlihatkan padaku!" Angkara Elvira mencoba memanaskan suasana. Namun, Ardian Prasetya tetap profesional. Dia menganggukkan kepalanya dan meninggalkan mobil.
Ardian Prasetya berjalan menuju Roland Pratama. Perintah dari Nona Mudanya adalah agar dia menyingkirkan orang yang mengganggunya dan menunjukkan bakat yang membuatnya dipilih oleh Paman Adam. Dalam masalah ini, dia tidak diizinkan untuk membunuh, tetapi harus menyebarkan ketakutan yang cukup kuat agar laki-laki itu berhenti menganggu Nona Mudanya. Otak Ardian Prasetya secara sistematis bekerja untuk memikirkan cara yang bisa memenuhi misinya dengan kepuasan bintang lima.
Sementara itu, di sisi lain, Roland Pratama menggerutu sembari menendang bebatuan. "Sial, Angkara Elvira, kenapa dia selalu menolak semua usahaku untuk mengajaknya berkencan? Jika itu gadis lain, dia pasti sudah menerimanya sejak lama!"
"Tuan Muda Pratama, Angkara Elvira bukan sembarang gadis. Dia adalah Nona Muda dari Angkara Murka Grub. Itu normal jika mengajaknya kencan itu lebih sulit dari gadis lain," kata salah satu pesuruh Roland Pratama.
"Tentu saja aku tahu itu, kamu tidak perlu mengingatkanku!" Roland Pratama mengambil batu dan melemparkannya ke selokan. "Aku tidak bisa menyerah. Hm?" Sebelum Roland Pratama bisa menyelesaikan apa yang ingin dia katakan, dia menyadari ada seorang pemuda berbadan tegap dan berpakaian buruk berjalan ke arahnya.
Ardian Prasetya bergegas ke sisi Roland Pratama yang langsung di hadang oleh dua pelindung Tuan Muda tersebut. Mata hitam Ardian Prasetya dingin dan gelap, dia bertanya, "Tuan Muda, bisakah Anda berhenti mengganggu Nona Muda kami?"
Roland Pratama yang suasana hatinya sudah buruk menjadi lepas kendali ketika mendengar pertanyaan Ardian. Dia mengangkat tangannya dan memukul wajah Ardian kemudian dia mengutuk, "Apa-apaan si wajah bodoh ini? Apa kamu tidak tahu siapa aku..."
Belum sempat Roland Pratama menyelesaikan ucapannya. Tanpa berkata apa-apa, Ardian Prasetya memgeluarkan pisau lipat dari sakunya dia menunduk dengan kecepatan tinggi dan menusuk sepatu salah satu penjaga pribadi Roland Pratama. Tusukan itu menembus cukup dalam dan tepat mengenai titik vital yang terletak di punggung kaki.
Rasa sakit dan efek kejutan bercampur menjadi satu. Bahkan Pengawal yang dilatih sejak kecil tidak bisa menahan mulutnya untuk berteriak seperti seorang gadis. Dalam perkelahian jarak dekat jalanan, membuka rahang berarti mati. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Ardian Prasetya, dia memegangi kedua tangan Penjaga itu agar dia tidak bisa membentuk pertahanan kemudian menghantamkan kepalanya ke rahang bawah Penjaga dengan keras.
Dalam waktu satu detik, satu Penjaga yang dilatih khusus untuk memastikan kehendak Tuan Muda di sekolah selalu terpenuhi, tumbang dengan rahang yang hancur. Gigi putihnya berceceran di tanah dan darah merahnya mengotori rambut hitam Ardian Prasetya.
Saat Roland Pratama dan satu pengawalnya lagi yang bernama Kevin Dura masih membeku, Ardian Prasetya kembali mengayunkan pertanyaan yang sama, "Tuan Muda, bisakah Anda berhenti mengganggu Nona Muda kami?"
Karena Roland Pratama juga tidak menjawabnya kali ini, Ardian Prasetya tahu bahwa mental lawannya sudah terkuras. Dia dengan malas mengayunkan kakinya ke pantat Roland Pratama. Tendangan itu membuat Roland Pratama jatuh ke depan dengan wajah yang menghadap langsung ke selokan. Ardian Prasetya tanpa mengatakan apapun kemudian berbalik dan kembali ke mobil begitu saja.
"Dasar orang gila, siapa tadi itu? Aku akan membunuhnya!" Roland Pratama berjuang di lantai untuk beberapa saat sebelum dia dibantu untuk berdiri dan mulai meraung dan berteriak. Kevin Dura memeriksa keadaan rekannya dan berkata, "Sepertinya dia seorang buruh pekerja yang terhubung dengan Angkara Murka Grub. Nona Muda mungkin membayar seseorang yang bodoh untuk memperingatkanmu, Tuan Muda."
"Persetan dengan itu! Dia cuma buruh, kan? Kamu seharusnya menahannya dan beri pelajaran padanya!" Roland Pratama membentak dengan sangat marah, "Seret dia kehadapanku agar aku bisa membenarkamkan wajah bodohnya ke dalam selokan!"
"Maafkan Saya Tuan Muda, Saya terlalu mengkhawatirkan Anda. Saat Saya memalingkan wajah, Pria itu sudah pergi." Kevin Dura membuat-buat alasan.
"Lalu apa? Apa kamu memintaku untuk melupakan penghinaan ini begitu saja? Kamu mau dipecat!?" Roland Pratama mengancam. Kevin Dura menegug ludahnya. Dia dilahirkan di keluarga kecil yang miskin. Lalu, keluarga Pratama datang untuk menjadikannya perisai dan pedang untuk Tuan Muda mereka. Jika dia dipecat, bukan saja keluarganya akan kehilangan pemasukan, tetapi dia juga akan kehilangan kesempatannya untuk bersekolah.
"Tenang saja Tuan Muda. Saya ingat seperti apa dia, kami akan membuat beberapa poster dan membuat orang mencarinya di sekitaran lokasi konstruksi." Kevin Dura menggepalkan tangan besarnya untuk meyakinkan Roland Pratama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
BlackMail
Up dua kali sehari, kak. Cuman waktunya gak tentu.
2023-06-04
0
Pendekar Budiman 223
sejauh ini saya suka dengan ceritanya, terus update ya walaupun satu kali dalam sehari?
2023-06-04
1