Sea benar-benar baru saja datang ke pos keamanan. Dia segera mengecek kondisi pasiennya. Sedangkan Sky, pria itu langsung menuju dapur pos keamanan. Dia mengecek persediaan bahan makanan yang ada disana.
Hal itu tentu membuat Star yang sejak tadi duduk lekas mendekati temannya itu.
"Kau sedang apa, Guru Sky. Apa yang kau lakukan?" tanya Star penasaran.
Sky tentu meminta Star untuk diam. Dia benar-benar tak mau mendengar suara berisik sahabatnya itu. Dia ingin segera menyelesaikan makanan ini karena benar-benar merasa kasihan dengan Sea.
Suara perut ini benar-benar nyata. Dia mendengar suara perut yang merintih berontak meminta diisi dan hal itu membuat Sky tahu jika Sea benar-benar lapar.
"Kau ingin memasak? Bukankah kau sudah makan? Kau…"
"Star!" seru Sky penuh peringatan. "Diam!"
"Kau harus bilang dulu. Untuk apa kau memasak?"
"Aku ingin membuatkan Dokter Sea makanan!" jawab Sky pada akhirnya.
Dia tak mungkin tetap diam tak menjawab. Dia sangat mengerti sahabatnya satu ini. Star tak akan diam begitu saja. Star tak akan tinggal diam. Dia akan terus bertanya sampai mendapat jawaban.
"Uhuk?" Star pura-pura batuk.
Dia benar-benar menahan senyum juga melihat tingkah temannya itu.
"Sepertinya ada yang mulai jatuh… "
Sky spontan menutup mulut Star. Dia mendelikkan matanya di depan sahabatnya ini. Star benar-benar orang yang tak bisa mengecilkan suaranya.
"Diam!"
Star spontan mengacungkan jempolnya. Dekapan itu terlepas hingga membuat Star menghela nafas berat.
"Kalau aku mati gimana?" tanya Star dengan kesal.
"Tinggal aku kubur!"
"Brengsek kau! Sahabat gila!"
Sky tertawa. Star adalah teman yang dia kenal sejak perjalanannya di Desa Guci ini. Dia adalah sosok pria pertama yang mau berteman dengannya. Menjelajahi desa ini dengan ikhlas bersama Star.
Star memang anak kota sebenarnya. Namun, dia dipindahkan ke desa untuk menjaga desa ini. Desa yang memang jauh dari kota, jalanan terjal tapi didalamnya memiliki banyak hal luar biasa.
"Selamat memasak, Guru Sky. Masak yang enak yah. Ingat kata pepatah!" jeda Star sambil mendekati sahabatnya. "Cinta itu datang dari perut yang kenyang."
Saat Sky hendak memukul sahabatnya itu. Star sudah pergi terlebih dahulu. Star sudah kabur sambil melambaikan tangannya.
"Benar-benar. Jika bukan sahabatku. Aku susah menendangmu sejak dulu, Star!" Lirih Sky dengan pelan.
Akhirnya pria itu kembali fokus dengan apa yang hendak dia lakukan. Namun, sebelum itu, Sky menegakkan tubuhnya. Dia menoleh ke belakang dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sea.
Entah kenapa bibirnya tertarik ke atas. Apalagi saat matanya melihat bagaimana Sea yang fokus mengecek kondisi warga itu sampai benar-benar pulih.
Sky benar-benar tak sadar dengan apa yang dia rasakan. Sky bahkan berpikir apa yang menjadi ketakutannya salah. Dia berpikir jika Sea akan menjadi dokter relawan seperti sebelumnya. Namun, semua itu salah.
Sea benar-benar menjadi sosok yang berbeda. Dibalik dia yang manja. Dibalik dia yang bak anak kecil. Namun, saat tugasnya dibutuhkan. Saat jiwa dokternya terpanggil. Sea benar-benar datang dan membantu.
Hal itu membuat Sky spontan menggeleng. Kenapa sekarang dia lebih banyak melamun tentang Sea. Lebih baik dirinya lekas memasak makanan sebelum Sea jatuh sakit.
***
Sedangkan di tempat lain. Ahh lebih tepatnya di sebuah bangunan besar dan selalu didatangi oleh turis atau warga lokal yang hendak melakukan perjalanan jauh.
Terlihat seorang perempuan dengan gamis hitam dan jilbab menutupi dada itu berjalan sambil menggeret kopernya. Wajahnya benar-benar masih terlihat cantik di usianya yang sudah berkepala empat.
Wajah dengan binar yang indah. Senyuman yang meneduhkan itu berjalan melewati banyaknya lalu lalang orang-orang yang baru saja datang ke tanah air.
Tangan itu melambaikan tangannya. Senyumannya lebar saat dia melihat sosok keluarga yang menunggunya.
"Hai kembar!" panggilnya dengan memeluk adiknya bergantian.
"Kak Bia berangkat jam berapa dari sana?" tanya Aya pada kakaknya.
"Jam berapa tadi yah. Kakak gak lihat jam!"
Athalla spontan meraih koper kakaknya. ketiganya spontan berjalan menuju parkiran.
"Kakak sudah kasih kabar ke Sea?"
Bia menggeleng. Dia menarik senyuman kecil lalu mengusap puncak kepala adik perempuannya itu.
"Aku belum menghubungi Sea. Aku hanya menunggu kapan dia menghubungiku."
"Jangan bilang kalau… " Jeda Aya menunjuk kakaknya.
Bia tertawa lirih. Dia menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang ada dipikiran Aya.
"Jadi Kakak sama Sea belum telponan sama sekali? Jadi Sea belum kasih kabar apapun?"
Bia mengangguk. Dia benar-benar jujur dengan komunikasi bersama Sea. Dia belum mendapatkan kabar apapun. Namun, Bia yakin. Bia yakin jika putrinya sehat ada disana.
"Kak… "
"Thalla!" kata Bia dengan pelan. "Sea pasti sehat di sana. Dia pasti bisa bersosialisasi dengan mudah. "
"Tapi kesehatan Sea…"
"Sea sudah sehat. Disana benar-benar udaranya masih segar pedesaan. Dia juga pasti meminum obat yang aku minta."
"Kakak yakin?" tanya Aya dengan pelan.
Pertanyaan itu perlahan membuat pikiran Sea buyar. Wanita itu mulai mengedipkan mata berulang kali berpikir.
Dia sangat tahu bagaimana putrinya. Dia sangat tahu sikap putrinya yang sangat keras kepala.
"Lain kali cobalah kirim pesan untuk Sea, Kak. Aku yakin dia pasti merindukanmu."
Bia mengangguk. Dia menarik senyuman lalu menatap kedua adiknya itu.
"Ayo pulang! Kakak udah capek!"
Akhirnya Sea, Athalla dan Athaya lekas masuk ke dalam mobil. Athalla yang memakai pakaian rapi mulai melajukan mobilnya. Membelah jalanan Jakarta yang terlihat padat merayap.
Suasana yang masih tetap sama saat terakhir kali dia berada disini. Suasana yang selalu dia lihat jika tinggal disini. Mata Bia menatap jalanan itu dengan bayangan yang kembali hadir.
Bayangan masa lalu yang berputar bak kaset dengan runtutan semua masa lalu yang selalu menjadi bayangnya sampai detik ini. Terbesit dalam hatinya.
Bagaimana kabar pria itu?
Bagaimana kehidupannya sekarang?
Apa dia sudah bahagia?
Apa dia sudah menikah?
Apa dia sudah memiliki anak-anak lucu dan istri yang mencintainya?
"Kak!" panggil Aya saat Bia melamun.
Bia spontan menoleh. Dia menatap adiknya lalu menatap ke arah luar. Keningnya berkerut saat melihat jika mobil yang dikemudikan oleh Athalla belum sampai rumah.
"Kenapa berhenti?" tanya Bia dengan penuh tanya.
Athalla dan Athaya tersenyum. Pria tampan itu lekas menurunkan kaca kendala tepat berada di samping Bia.
"Lihat!"
Sea lebih melongokkan kepalanya. Dia menatap sedikit ke kanan dan melebarkan matanya.
Dia menatap kedai itu dan bergantian menatap kedua adiknya.
"Ini… "
"Kedai kue kesukaan, Kak Bia," ucap Aya lalu segera turun.
Akhirnya kakak adik itu mulai keluar dari mobil. Mereka berjalan bersama dengan Bia yang menatap kedai itu penuh kerinduan.
"Ayo kita masuk! Aku yakin Kak Bia pasti sudah kangen banget sama kue ini kan?"
~Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 19 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
wah Bia kira Shaka bahagia dan menikah dg wanita yg di cintai tp g tau kabar dr 1 dg yg lain
2024-01-01
0
Neng Herlina
semoga mba authorr sehat walafiat,,biar cwritannya di lanjut. Aamiin
2023-08-25
1
Neng Herlina
thorr sdh berapa bln tdk up,Apa cerita Inti tdk di lanjutkan kah??
2023-08-25
0