Kami menyelinap ke asrama laki-laki secara hati-hati.
"Ini pintunya," kata Sarah.
Aku tidak bisa mengintipnya dari lubang kunci hingga pada akhirnya kami memilih untuk mengetuknya, pintu terbuka dan yang berdiri malas di sana adalah Marick.
Sarah memukul perutnya hingga dia mengerang kesakitan.
"Kenapa kamu memukulku?"
"Salah sendiri karena telanjang dada."
"Aku tidur seperti ini, jadi kenapa kalian berdua datang ke asrama laki-laki. Aku bisa melaporkan kalian berdua karena ini."
"Kami hanya penasaran dengan teman sekamarmu... dia tidak terlihat di manapun kau tahu?"
Atas pernyataanku Marick mendesah pelan.
"Kalian benar-benar... teman sekamarku selalu mengurung diri, jadi setiap ada tugas aku hanya memberitahukannya dan memberikan jawabannya ke guru bersangkutan."
"Heh, kamu jadi tukang suruh."
"Aku melakukannya hanya karena ingin, lagipula jika ada tugas dia juga membantuku."
Marick berteriak ke arah belakangnya.
"Jean, ada yang mencarimu kurasa kamu akan menyukainya karena yang datang dua gadis?"
"Ga-gadis, apa mereka datang untuk memukuliku?"
"Kurasa tidak, mereka teman-temanku."
Tak lama kemudian orang bernama Jean muncul, ia memiliki tubuh kurus dengan wajah tertutup setengah poninya, dia terlihat tampan walaupun orangnya sendiri tidak menyadarinya.
"Halo, perlu apa yah?"
"Kami hanya ingin mampir saja, benarkah Sarah?"
"Um... kami selalu keluar akademi bukannya sebaiknya kamu sesekali ikut dengan kami."
Jean melirik ke arah Marick dengan tatapan bingung.
"Mereka gadis yang suka ikut campur, tapi kurasa ada benarnya, kamu tidak harus mengurung diri terus di kamar."
"Aku akan memikirkannya."
"Karena sudah selesai, sampai jumpa."
Kami berdua kembali ke asrama dengan wajah panik.
"Apa-apaan barusan, aku tidak menyangka teman sekamar Marick tampan."
"Aku juga berfikiran demikian, aku pikir dia semacam Orc atau sebagainya."
"Itu terdengar kejam."
Karena rasa penasaran kami telah terjawab maka kami bisa tidur nyenyak.
Pagi berikutnya tuan Goven memimpin kelas pagi, dia melotot ke arahku.
"Apa tidak ada sesuatu yang aneh lagi yang akan kamu katakan nona Anna Holand?"
"Tidak tuan Goven, aku hari ini ingin mendengarkan pelajaranmu dengan baik."
Tuan Goven menunjukkan wajah ketidakpuasan sebelum berbalik untuk menulis di papan tulis.
Jelas sekali dia berharap aku untuk keluar tapi tidak untuk hari ini. Aku menyelesaikan pelajaran semestinya dan kembali ke akademi untuk beristirahat.
Sarah melihatku dengan pandangan aneh.
"Kamu tidak berfikir untuk pergi ke suatu tempat saat ini?"
"Tentu saja tidak, apa menurutmu aku orang yang tidak pernah diam di satu tempat."
"Aku pikir demikian."
Kami mendengar sesuatu di luar asrama, saat aku membuka jendela aku menemukan seekor kuda unicorn berada di perkarangan.
"Bukannya unicorn ini yang pernah kita temui sebelumnya," kata Sarah.
"Sepertinya dia mengungkapkan kita untuk pergi bersamanya."
"Apa Anna bisa menggunakan bahasa hewan."
"Hanya perasaan saja."
Kami berdua mengenakan mantel kami untuk keluar lalu naik ke punggung unicorn sebelum terbang ke langit.
Aku tidak tahu akan dibawa kemana? Yang jelas kami cukup jauh dari akademi dan unicorn menurunkan kami di depan mulut gua yang tertutup lumut serta tanaman merambat.
Kami jelas tahu bahwa ia menyuruh kami untuk masuk, dengan mantra Ignium kami berdua menyusuri ke dalamnya dan ketika berada di ujungnya kami seolah keluar ke tempat yang berbeda. Di sini langit berwarna terang dengan hamparan bunga tulip di sekelilingnya.
"Tempat apa ini?" apa yang aku katakan sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments