Candaan Teman-teman

Sesak. Dada ini benar-benar terasa sesak. Sejak tadi aku berusaha menahan agar tidak ada air mata yang tumpah, tapi pada akhirnya mengalir begitu deras. Tumpah di jalan rasa dengan kondisi yang sangat menyebalkan untukku.

"Ahhhh, kenapa jadi begini, sih?" aku memukul stang motor. Sakit rasanya. Tapi tidak seberapa dibandingkan sakit di hatiku.

Kenapa semua terjadi padaku? Beberapa jam lalu, semuanya baik-baik saja. Saat aku dan teman-teman berkumpul sambil tertawa-tawa merayakan rencana pernikahan yang hanya menghitung hari. Tau-tau semuanya jadi berantakan.

Ingin sekali aku berteriak untuk meluapkan sakit di hati ibu. Tapi melihat kondisi sekitar yang amat padat, kuputuskan berteriak di dalam hati. Hasilnya, bukannya merasa lega tapi malah semakin sesak. Kenapa nasibku begini sekali.

Tring. Hape milikku kembali berbunyi. Volumenya memang sengaja kubesarkan karena aku termasuk jenis orang yang agak-agak teledor. Sering lupa meletakkan barang-barang, terutama hape dan kunci motor. Makanya dua benda ini kubuatkan bunyi-bunyian yang menghasilkan suara besar agar mudah ditemukan saat kubutuhkan.

Tiba-tiba aku ingat alasan klasik yang tadi diungkapkan oleh Arif saat membatalkan rencana pernikahan. Lagi-lagi terasa sakit di dada ini saat aku mengingat namanya. Andai ia tahu, ada banyak kekurangan yang aku miliki, apakah ia akan tetap membatalkan rencana pernikahan kami? Misalnya, tentang aku yang teledor, susah mengingat sesuatu, juga tidak bisa memasak kayaknya gadis-gadis seumuranku yang sudah handal di dapur.

Ahh, kalau hanya itu alasannya. Aku bisa membuat daftar kekuranganku sehingga ia akan sungkan untuk mengungkap alasan berakhirnya hubungan tersebut karena aku terlalu baik. Sebab kenyataannya aku tidak lebih baik dari siapapun.

Sedikit kelebihan yang ia sebutkan tadi, sebenarnya tidak akan bisa menutup banyak kekurangan yang aku miliki. Toh, sejatinya manusia itu memang banyak kurangnya.

Makanya kita disuruh untuk menikah. Agar bisa saling melengkapi segala kekurangan menjadi lebih baik lagi.

Bulir-bulir bening itu masih mengalir dengan derasnya. Aku sampai pura-pura mengipas kepala yang tertutup helm agar tidak ada yang melihat bahwa aku sedang menangis di pinggir jalan. Meski entah ada yang menyaksikan atau tidak.

Prittt. Sebuah suara peluit lagi-lagi mengagetkan dari lamunanku. Hanya hitungan detik, seorang petugas berseragam datang menghampiri. Ia memberikan isyarat agar aku membuka helm. Tentu saja aku menolak sebab tidak mau ada yang melihatku sedang menangis.

"Selamat siang mbak?" sapanya. Ia memberikan isyarat agar aku membuka helm.

Polisi ini cukup konsisten juga, ia tidak mau bicara sebelum aku membuka kaca helm. Mungkin ia merasa tidak sopan bicara dengan orang yang wajahnya hampir tertutup seratus persen.

"Eh, maaf. Mbak nangis?" tanya polisi itu, setelah aku membuka helm.

Sebel. Bukannya berhenti, air mata ini terus mengalir dengan derasnya. Bahkan sampai sesenggukan. Mungkin karena terlalu merasa sakit.

"Mbak, maaf, saya tidak bermaksud membuat mbak sedih. Mbak lagi ada masalah, ya?" ia bertanya dengan agak kebingungan. Mungkin antara khawatir atau kasihan. "Mbak saya enggak bermaksud untuk menilang mbak. Saya cuma mau ngasih tahu untuk tidak berhenti di bahu jalan. Soalnya di sini dilarang parkir." polisil itu menunjuk rambu-rambu tanda P dicoret yang berada tidak jauh dari tempatku berhenti.

"Maaf," jawabku sambil terisak-isak.

"Iya, tidak apa-apa mbak. Saya maafkan. Tapi mbak enggak apa-apa, kan?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng, tetapi dengan air mata yang terus mengalir, polisi itu bisa menyimpulkan bahwa pasti ada apa-apa padaku.

"Mbak mau istirahat dulu? Kalau mau, silakan mampir ke pos polisi." ia menunjuk pos yang berada di seberang jalan. "Di sana tidak ada siapa-siapa, teman saya yang sedang tugas sedang pergi. Mbak bisa lanjut nangis di sana."

"Enggak usah. Saya enggak apa-apa." jawabku, dengan suara terbata-bata, menahan Isak tangis. "Saya pulang saja." aku kembali memasang helm. Bersiap untuk pergi.

"Mbak yakin enggak apa-apa? Mau saya antar pulang?" tanyanya lagi. mungkin ia khawatir terjadi sesuatu padaku. mungkin juga cuma basa-basi.

"Enggak usah. Saya pulang sendiri." aku langsung menstater motor, lalu melaju pekan meninggalkan polisi tersebut.

Kenapa hari ini penuh ujian sekali. Sudah diputuskan secara sepihak, lalu didatangi polisi juga. Untung saja polisinya baik, hanya menegur tanpa menilang. Kalau tidak, maka lengkaplah sudah penderitaanku hari ini.

Motor kembali kuhentikan, kali ini tidak dibahu jalan seperti tadi. Aku sengaja memilih halaman masjid besar yang ada di kawasan Pondok Indah. Sebab aku tidak ingin dihampiri polisi untuk kedua kalinya.

Aku sengaja berhenti selain karena masih menahan Isak tangis, juga teringat tadi ada pesan yang masuk. Ku harap dengan membaca pesan, hatiku sedikit tenang.

Rupanya ratusan pesan di grup wa. Dari Sini, Aya dan Risa. Mereka mencandaiku yang bertemu dengan Arif. Bahkan Risa mengingatkan agar aku berdandan dulu sebelum bertemu.

[Dini: cieee yang mau ketemu sama calon suami. Jangan sungkem dulu ya, kan belum halal.]

[Aya: Ra, segera pulang kalau udah selesai ketemuannya. Jangan sampai pulang bareng. Ingat, kalian belum halal!]

[Risa: Rara, aku sampai lupa ngasih tahu kalau voucher untuk luluran dan persiapan jadi pengantin barunya masih di aku. Nanti aku hampiri ke rumah kamu yaaa. Pokoknya kamu harus pakai supaya nanti Arif Pangling sama kamu. Ok!]

[Aya: bahagia selalu ya Ra. Aku udah enggak sabar nunggu hari Ahad pekan depan. Selain pengen makan gratis juga pengen lihat kamu jadi pengantin. Pasti cantik banget Ra, soalnya kamu enggak pernah dandan.]

[Risa: bakal manglingin!]

[Dini: iya dong, sudah pasti. Rara cantik!]Masih ada banyak pesan dari tiga sahabatku yang tidak mampu untuk kubuka apalagi dibaca karena pesan-pesan bernada candaan itu sukses membuat air mataku semakin deras berlinang.

Kalau saja rencana pernikahan tidak dibatalkan, mungkin aku bisa berhahahihi dengan teman-teman, tapi sekarang keadaannya sudah berubah.

Pesan-pesan itupun tidak kubalas karena aku sendiri tidak tahu bagaimana cara menyampaikan pada mereka. Berat sekali.

Harusnya bukan aku sendiri yang membereskan semua masalah ini. Arif adalah orang yang seharusnya berada di barisan terdepan untuk menjelaskan pada semua orang. Tapi ia malah cuci tangan, melepas semuanya kepadaku. Padahal aku tidak punya persiapan apapun.

Tapi setidaknya aku bisa bernafas lega, memikirkan tentang penjelasan pada teman-teman kantor. Kami satu perusahaan. Aku akan mengandalkannya bicara pada teman-teman agar tidak ada lagi yang membahas masalah rencana pernikahan yang gagal ini.

Pelan, aku menarik nafas. Membuangnya. Lalu menarik nafas kemabku hingga tiga kali. Masih terasa sesak, tapi setidaknya air mata sudah tidak tumpah lagi. Perlahan kupaksakan senyum tetapi belum bisa. Masih terasa kaku.

Terpopuler

Comments

Nur Harahap

Nur Harahap

rara kakak

2020-09-06

0

Umi Nadia Azza

Umi Nadia Azza

ya ampun 😢

2020-07-22

1

Citra Ade Purnama

Citra Ade Purnama

kakak rara

2020-07-04

1

lihat semua
Episodes
1 Panggilan Dadakan
2 Pembatalan Sepihak
3 Perjalanan Pulang
4 Candaan Teman-teman
5 Sampai Di Rumah
6 Bernafas Sejenak
7 7. Harapan Mama
8 8. Mata Mama Berkaca-kaca
9 9. Mengurung Diri Di Kamar
10 10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11 11. Karyawan Baru
12 12. Saat Semuanya Serba Salah
13 13. Pulang
14 14. Semua Salah Rara?
15 15. Arif Jadi Nikah?
16 16. Monika Ariella
17 17. Bertemu Arif
18 18. Gara-gara Enggak Cantik
19 19. Segala Rasa
20 20. Tuduhan Arif
21 21. Sabar Rara!
22 22. Naik Jabatan
23 23. Bertemu Papa
24 24. Nyaris Ditilang
25 25. Rara Yang Berprestasi
26 26. Mencari Mbak Yuni
27 27. Tangis Rara
28 28. Makan Siang Bersama Ken
29 29. Diantar Pulang Oleh Ken
30 30. Pesan Dari Ken
31 31. Bianca Minta Dicomblangi
32 32. Ken Datang Berkunjung
33 33. Gosip
34 34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35 35. Pengakuan Ken
36 36. Curhat Arif
37 37. Membesuk Mbak Yuni
38 38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39 39. Gosip Tentang Rara
40 40. Ujian Lagi?
41 41. Penjelasan Ken
42 42. DESAKAN MAMA
43 43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44 44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45 45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46 46. Bertemu
47 47. Air Mata Buaya
48 48. Tamu Itu Adalah Papa
49 49. Seseorang Yang Selalu Ada
50 50. Terlambat
51 51. Tiga Orang Lelaki
52 52. Lamaran?
53 53. Lamaran? (2)
54 54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55 55. Beneran Dilamar
56 56. Persiapan Pernikahan
57 57. Sah!
58 58. Malam Penuh Cinta
59 59. Papa, Aku Menyayangimu
60 60. Ken Cemburu (Lagi?)
61 61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62 62. Peta Kehidupan Ken
63 63. Gina
64 64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65 65. Perjalanan Ke Paris
66 66. Aku Percaya!
67 67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68 68. Shopping Bersama Ibu
69 69. Drop
70 70. Perdebatan
71 71. Gosip Tentang Ken
72 72. Mama Masuk Rumah Sakit
73 73. Bertengkar Dengan Dinda
74 74. Permintaan Tante Wira
75 75. Permintaan Dinda
76 76. Palsu?
77 77. Maaf
78 78. Habibati
79 79. Suamiku Yang Baik
80 80. Berdebat Dengan Elsa
81 81. Pilih Agama
82 82. Ketemu Tante Wira
83 83. Datang Tiba-tiba
84 84. Datang Tiba-tiba (2)
85 85. Perjalanan Pulang
86 86. Pertemuan
87 87. Ragu
88 88. Terimakasih Tuhan
89 89. Posesif
90 90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91 91. Jaga Jarak
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Panggilan Dadakan
2
Pembatalan Sepihak
3
Perjalanan Pulang
4
Candaan Teman-teman
5
Sampai Di Rumah
6
Bernafas Sejenak
7
7. Harapan Mama
8
8. Mata Mama Berkaca-kaca
9
9. Mengurung Diri Di Kamar
10
10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11
11. Karyawan Baru
12
12. Saat Semuanya Serba Salah
13
13. Pulang
14
14. Semua Salah Rara?
15
15. Arif Jadi Nikah?
16
16. Monika Ariella
17
17. Bertemu Arif
18
18. Gara-gara Enggak Cantik
19
19. Segala Rasa
20
20. Tuduhan Arif
21
21. Sabar Rara!
22
22. Naik Jabatan
23
23. Bertemu Papa
24
24. Nyaris Ditilang
25
25. Rara Yang Berprestasi
26
26. Mencari Mbak Yuni
27
27. Tangis Rara
28
28. Makan Siang Bersama Ken
29
29. Diantar Pulang Oleh Ken
30
30. Pesan Dari Ken
31
31. Bianca Minta Dicomblangi
32
32. Ken Datang Berkunjung
33
33. Gosip
34
34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35
35. Pengakuan Ken
36
36. Curhat Arif
37
37. Membesuk Mbak Yuni
38
38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39
39. Gosip Tentang Rara
40
40. Ujian Lagi?
41
41. Penjelasan Ken
42
42. DESAKAN MAMA
43
43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44
44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45
45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46
46. Bertemu
47
47. Air Mata Buaya
48
48. Tamu Itu Adalah Papa
49
49. Seseorang Yang Selalu Ada
50
50. Terlambat
51
51. Tiga Orang Lelaki
52
52. Lamaran?
53
53. Lamaran? (2)
54
54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55
55. Beneran Dilamar
56
56. Persiapan Pernikahan
57
57. Sah!
58
58. Malam Penuh Cinta
59
59. Papa, Aku Menyayangimu
60
60. Ken Cemburu (Lagi?)
61
61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62
62. Peta Kehidupan Ken
63
63. Gina
64
64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65
65. Perjalanan Ke Paris
66
66. Aku Percaya!
67
67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68
68. Shopping Bersama Ibu
69
69. Drop
70
70. Perdebatan
71
71. Gosip Tentang Ken
72
72. Mama Masuk Rumah Sakit
73
73. Bertengkar Dengan Dinda
74
74. Permintaan Tante Wira
75
75. Permintaan Dinda
76
76. Palsu?
77
77. Maaf
78
78. Habibati
79
79. Suamiku Yang Baik
80
80. Berdebat Dengan Elsa
81
81. Pilih Agama
82
82. Ketemu Tante Wira
83
83. Datang Tiba-tiba
84
84. Datang Tiba-tiba (2)
85
85. Perjalanan Pulang
86
86. Pertemuan
87
87. Ragu
88
88. Terimakasih Tuhan
89
89. Posesif
90
90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91
91. Jaga Jarak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!