Aku sudah sosial di taman belakang kantor. Lalu duduk sendirian di bangku yang menghadap ke arah kantor kami. Tidak ada siapa-siapa di sini selain aku sebab taman ini sebenarnya hanya difungsikan sebagai paru-paru untuk gedung perkantoran di sekitarnya.
Sementara itu, kak Gita dan ketiga sahabatku sudah bersembunyi tidak jauh dari tempatku duduk. Jadi bisa menghindari ikhtilat.
"Ra," sebuah suara membuyarkan lamunanku.
"Rif." kataku.
Ia duduk di hadapan aku sambil melirik ke kiri dan kanan. Mungkin khawatir kalau-kalau aku membawa teman. Biarkan saja, aku tidak perduli.
"Kamu mau bicara apa, Ra. Langsung saja. Aku enggak punya banyak waktu karena sibuk." kayanya.
"Iya, aku tahu kamu sibuk. Kamu mau menikah, kan?" tanyaku, agak geram juga dengan sikapnya yang sekarang mendadak sombong.
"Ya Ra. Aku mau menikah dengan Monika."
Sakit sekali. Aku akui, sudah punya rasa suka padanya sebab kemarin sudah yakin akan menikah dengan Arif sehingga bibit cinta itu mulai aku tanam. Tapi sekarang, ia mencabutnya dengan sangat kasar sehingga meninggalkan bekas luka.
"Bagaimana ceritanya kamu bisa punya rencana menikah di hari yang sama dengan rencana pernikahan kita, padahal kamu baru membatalkan rencana pernikahan kita dua hari lalu?" aku langsung bertanya padanya untuk menghemat waktu sebab tidak nyaman dengan sikap Arif yang sangat sombong. "Kamu enggak menduakan aku, kan?"
"Penting untuk kamu tahu? Yang penting kan sekarang kita sudah tidak ada hubungan apa-apa, Ra."
"Tetapi aku butuh penjelasan sebab setelah kamu membatalkan semuanya, ada banyak kekacauan yang kamu tinggalkan tanpa ada pertanggungjawaban sedikitpun. Lagipula aku berhak tahu."
"Aku memang ada affair dengan Monika, Ra."
"Maksudnya?"
"Ya saat kita ta'aruf, Monika hadir, lalu aku memilihnya."
"Kenapa kamu enggak bilang dari awal?"
"Aku masih bimbang, Ra."
"Bimbang?"
"Ya, aku takut melukai kamu."
"Tapi kenyataannya kamu sudah melakukan semuanya Rif. Kamu melempar kotoran ke wajahku dan keluarga, terutama Mama!"
"Aku minta maaf Ra."
"Kenapa kamu melakukan semuanya? Apa salahku, Rif?"
"Ra, kamu enggak salah apa-apa. Hanya saja aku enggak bisa bohong kalau hatiku lebih condong ke Monika."
"Maksudmu?"
"Maaf Ra, tapi laki-laki butapun pasti kalau disodorkan pilihan antara kamu dan Monika, pastinya akan memilih Monika, kan? Dia cantik, Ra. Sangat cantik malahan. Aku khawatir khilaf nantinya setelah menikah dengan kamu tapi ternyata hatiku masih memikirkan Monika.
Ditambah lagi ia dari keluarga berada. Ibunya punya butik besar, ayahnya seorang pengusaha. Pilihan yang sulit ditolak.
Aku enggak bisa membohongi diri sendiri, Ra. Aku hanya mencoba untuk jujur. Dari pada kita paksakan nikah, lalu karena enggak tahan dengan godaan Monika hingga timbullah perselingkuhan.
Kamu tahu kan Ra, bagaimana rasanya jadi anak broken home? Aku enggak mau anak-anakku merasakan seperti yang kamu rasa Ra. Karena itu aku mencoba untuk jujur. Aku tahu dunia pasti akan mencaci, tapi inilah pilihan hidup yang terbaik menurutku. Dari pada menyesal nantinya. Iya, kan!" ungkap Arif.
Plak. Sebuah tamparan melayang ke pipi Arif. Bukan aku yang melakukan sebab hingga detik ini masih mencoba mencerna perkataan Arif barusan yang terasa menusuk jantungku.
"Kamu kurang aj** Rif!" kata kak Gita, setelah melayangkan sebuah tamparan di pipi Arif.
"Kak Gita!" ia terperanjak sambil memegang pipinya.
"Ia Rif, ini aku dan sudah mendengar semua alasan kamu. Kemarin kamu bilang karena Rara terlalu baik, ternyata karena kamu sendiri yang enggak bisa menahan nafsu. Kalau dari awal suka sama Monika, kenapa kamu dekati Rara?" Kak Gita membentak kak Gita.
"Maaf kak, aku enggak tahu kalau Monika juga punya perasaan. Ia baru bilang dua pekan lalu." kata Arif. "Aku juga dilema, kak, apalagi dia ngajak nikah."
"Halah, alasanmu saja. Itu ujian Rif. Harusnya kamu tahan. Kamu kira Monika lebih baik dari Rara!" ungkap Kak Gita.
"Kok Kak Gita membandingkan Monika sama Rara sih?" Arif tidak terima.
"Sebab aku yakin Rara jauh lebih baik dari gadis bule itu!" kak Gita bicara dengan penuh keyakinan. Maklumlah, ia sendiri yang menangani proyek dengan Monika.
"Eh, kak Gita objektif dong, Monika jauh segala-galanya dibandingkan Rara. Lagian kamu curang banget sih Ra. Datang bawa-bawa pasukan begini. Mau balas dendam? Ngaca kamu Ra, wajah pas-pasan, enggak bisa dandan, tampilan kuno gitu sok cantik. Kamu itu enggak cantik, Ra. Aku dekatin kamu juga karena melihat karir kamu kayaknya bagus. Kalau cuma mengandalkan kecantikan, kamu bukan tipeku!" ungkap Arif. "Ditambah Keluarga kamu yang berantakan. Enggak ada yang bisa dibanggakan. Kebanting kamu kalau dibandingkan sama Monika!"
Plak. Plak. Dua tamparan melayang ke pipi kanan dan kiri Arif. Masih bukan aku pelakunya. Tapi Risa. Iya, Risa. Sahabatku yang paling feminim dan calm.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan berani menampar Arif. Tapi kata-kata Arif benar-benar sudah keterlaluan. Bahkan Aya dan Dini yang bersiap menyerang Arif terkaget-kaget melihat Risa.
"Kamu benar-benar jahat, ya Rif. Membatalkan pernikahan secara sepihak saja sudah salah. Ditambah selingkuh. Sekarang malah menghina Rara. Sadar Rif, memang kamu kira kamu siapa? Cuma pegawai biasa yang juga enggak punya apa-apa. Motor aja butut. Makan aja sering ngutang. Apa yang kamu banggakan Rif? Enggak ada.
Setidaknya kami bisa tahu kedok kamu yang sebenarnya Rif. Jangan pernah pura-pura nyamar jadi Ikhwan lagi atau aku yang akan memberimu pelajaran!" kata Risa.
"Biarin. Yang penting aku dapat ganti yang terbaik. Cantik dan kaya!" Arif masih juga sombong.
"Nanti juga kamu bakal menyesal, Rif!" tambah Aya yang sudah tidak sabar melayangkan bogem mentah ke wajah Arif.
Tetapi sebelum itu semua terjadi, Arif buru-buru kabur sambil mengumpat. Ia pasti sangat kesal atas perlakuan kak Gita dan teman-temanku.
Tidak cantik. Tidak kaya. Keluarga tidak harmonis. Kata-kata itu terus terngiang di benakku. Lalu tanpa izin, butiran-butiran itu mengalir deras jatuh ke pipi. Perlahan berubah menjadi sesenggukan.
Iya, benar. Aku tidak cantik. Aku hanya gadis biasa dengan paras sangat sederhana. Jangankan dandan, peralatan makeup saja tidak punya. Pakaian juga lungsuran dari mama sebab aku tidak terlalu suka belanja.
Sebenarnya aku punya uang yang lebih dari kata cukup untuk berbelanja seperti teman-teman lainnya, tapi karena sudah terbiasa hidup sederhana. Selain itu mama punya banyak pakaian yang tidak terpakai, ditambah memang tidak suka belanja dan dandan layaknya gadis-gadis seumuranku, jadilah gayaku seperti ini. Apa adanya.
Lalu tentang kekayaan, memang belum ada satupun kekayaan yang aku punya selain motor yang biasa aku pakai.
Sedangkan Keluarga yang tidak harmonis memang sudah lama aku lakoni. Tetapi meskipun besar sebagai anak korban perceraian, aku merasa tidak kurang kasih sayang dari mama. Lalu kenapa masih dihujat?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Euis Yohana
eeeuuuhh ..kenapa ga ada yg nendang mukanya si Arif siiich ...kesel aku da 🤬😤
2022-12-07
0
Gita Risnawati
jahat banget sumpah
2022-11-03
0
Pricila Bianca Aidelin
please dong thor,,penampilan Rara di permak,,pengen rasanya ikur benyek2 Arif
😡
2022-11-03
0