7. Harapan Mama

Rasanya gelisah sekali mendengar obrolan Risa dan Aya. Apalagi kalau sesekali Dinda datang untuk menimpali. Aku yang biasanya senang ngobrol kini memilih bungkam, terutama kalau objeknya menjurus pada pernikahanku. Pernikahan yang gagal. Tapi mereka semua belum tahu. Rasanya belum siap untuk memberitahu sekarang. Mulutku masih kelu. Aku butuh sedikit lagi waktu. Tapi bisakah mereka tidak bicara apapun lagi. Sebentar saja? Setidaknya sampai perasaanku tenang.

"Ra, kok diam saja?" tanya Risa.

"Wajar, calon pengantin pasti banyak pikirannya." cetus Aya.

"Alah, kayak udah ngalamin aja kamu." Risa bersungut-sungut.

"Mungkin Rara lagi mikirin Arif. Iya, kan Ra? Baru juga tadi ketemu, udah dipikirkan saja." Aya malah mencandaiku. "Kamu pasti bahagian sekali ya Ra."

"Ra, nanti kalau udah nikah, janji enggak berubah ya!" pinta Risa, sambil menggenggam erat tanganku. "Kata orang, teman yang sudah nikah itu biasanya berubah soalnya yang lebih utama bagi dia adalah suami dan keluarga barunya. Sementara teman lama lama-kelamaan akan dilupakan."

"Oh, sok tahu banget sih kamu Ris. Rara enggak akan seperti itu. Iya kan Ra? Lagipula Arif kan bukan orang asing. Ia sudah beredar di lingkungan kita." tambah Aya.

"Iya ya, untung saja kita berempat satu kantor sama Arif, jadi udah saling kenal. Enggak akan canggung. Hihihi," Risa tertawa kecil sambil menutup mulutnya.

Sudah, aku sudah tidak tahan lagi. Akhirnya air mata itu tumpah juga. Aku bahkan tidak peduli dengan masker yang masih menempel. Kulepaskan secara paksa agar tidak mengganggu.

"Ra, kamu nangis?" tanya Risa, ia terlihat kaget.

"Ya Allah Ra," Aya ikutan memegang tanganku.

Aku benci situasi seperti ini. Benar-benar membuatku tidak nyaman. Kenapa semua ini terjadi? Rasanya ingin mengurung diri di kamar atau pergi ke tempat yang tidak ada orangnya sehingga aku bisa puas menumpahkan perasaan yang begitu campur aduk.

Arif, kamu benar-benar jahat! Kenapa semuanya jadi begini! Kamu tahu bagaimana kacaunya aku sekarang?

"Ra," Risa mengguncang pekan lenganku.

"Hiks," aku menghapus sisa air mata. "Aku enggak apa-apa kok." kataku, mencoba tegar meski sebenarnya hatiku sudah porak-poranda.

"Ra, kami nggak nuduh kamu seperti itu. Kamu tahu kamu enggak akan mungkin melupakan kami bertiga. Iya, kan Ra. Kita selaku menghabiskan waktu bersama-sama. Persahabatan kita itu udah dekat banget, bahkan sampai berandai akan menjadi besanan nantinya. Jadi kamu jangan sedih apalagi tersinggung ya Ra. pinta Aya. "Risa sih, pakai ngomong kayak gitu segala. Rara jadi enggak nyaman, kan?" kini Aya menyalahkan Risa.

Persahabatan kami berempat memang sudah terjalin sejak di bangku sekolah dasar. Saking ingin selalu bersama, kami sampai kuliah di jurusan yang sama. Melamar pekerjaan pun di kantor yang sama.

Tuhan memang sepertinya mengizinkan persahabatan ini sehingga kamipun bisa lolos di tempat yang sama. Padahal rencananya saat itu perekrutan untuk jurusan kamu hanya tiga orang. Tapi kami berempat sama-sama lolos.

"Duh, maaf Ra," Risa langsung memelukku. "Aku enggak bermaksud seperti itu. Maaf ya Ra!"

"Enggak apa-apa kok," kataku, masih dengan suara terisak-isak. Berusaha meredakan tangis yang sudah tertahan sejak tadi, tapi enggak juga mau reda.

"Ra," dua sahabatku itu memelukku erat-erat.

"Lho, Rara kok nangis?" tanya mama yang hendak keluar dan mendapatiku menangis dalam pelukan kedua sahabatku.

"Itu Tante, maaf, tadi Risa ngomong sesuatu. Mungkin Rara tersinggung." Risa masih terlihat merasa bersalah.

"Ra, kenapa nak?" Mama membelai pelan pundakku.

"Enggak apa-apa, Ma. Rara hanya kangen masa-masa kebersamaan dengan teman-teman." aku terpaksa berbohong. Benar-benar kamu Arif, gara-gara kamu aku jadi terjebak seperti ini!

Mungkin ini yang dinamakan naluri seorang ibu, Mama langsung yakin bahwa ada sesuatu yang tidak ber3s terjadi padaku. Ketika Risa dan Aya pqmit pulang, Mama langsung mengajakku masuk, kami duduk di sofa ruang tamu.

"Ra, ayo sini." Mama membimbingku. "Ra, mau bicara sama mama?" tanya mama, pelan, sambil mengusap pelan rambutku.

"Enggak." kataku.

"Ra, Mama tahu kamu sedang butuh teman ngobrol. Kalau ada yang mau diomongin, bicara sama mama saja. Apa ini ada hubungannya dengan Arif?"

Aku mengangguk.

"Kalian bertengkar?"

Aku menggelengkan kepala.

"Lalu?"

"Tapi Mama janji satu hal." pintaku.

"Apa?"

"Jangan marah apalagi sedih."

"Itu dua hal, Ra! Tapi apa masalahnya rumit?"

"Iya, sama saja ma."

"Ya sudah, bicaralah."

"Rara mau tanya dulu."

"Kamu mau tanya apa, Ra?"

"Apa harapan terbesar Mama untuk Rara dalam waktu dekat ini?"

"Ra," Mama menyapu pelan rambutku, lalu kedua mata Mama menerawang jauh ke depan. "Mama berharap setelah menikah nanti kamu tinggal di dekat Mama. Kalau mau, bisa tinggal di rumah ini atau mungkin ngontrak di sekitar sini untuk sementara waktu. Yang penting mama bisa lihat kamu saat pagi dan malam hari.

Sejujurnya Mama belum siap kalau setelah kamu menikah langsung pindah jauh. Mama takut kangen kamu Ra. Kamu kan tahu, kalian berdua adalah harta berharga Mama. Tidak ada lagi yang Mama miliki selain kalian berdua.

Tapi kalau Arif tidak mau, Mama enggak marah kok. Mama masih bisa mengunjungi kalian sore harus selepas kerja." ungkap Mama sambil tersenyum.

Lagi-lagi netraku berkaca-kaca. Lalu tanpa izin, air mata mengalir dengan derasnya. Sungguh, membuatku sangat kesal sekali.

"Mama tahu Ra, kalian pasti butuh privasi, makanya Mama sebenarnya membebaskan kalian. Itu hanya sebuah harapan saja, kalau tidak bisa diwujudkan tidak apa-apa. Yang penting pernikahan kalian bahagia selalu, awet hingga menutup mata." tambah Mama.

Ya Tuhan ... andai Mama tahu. Tidak akan ada yang namanya pernikahan antara aku dan Arif.

"Ma, kalau begitu, Rara akan selalu ada di sisi Mama." kataku. Aku langsung menghambur dalam pelukan Mama, rasanya tidak ingin melepasnya. Tapi aku harus terlihat tegar agar tidak jadi pikiran untuk mama.

"Lho, ya jangan. Kalau sudah menikah, kamu harus hidup bersama Arif. Biarkan ia yang menentukan dimana kalian akan tinggal. Kamu tahu Ra, salah satu alasan perceraian papa dan mama karena mama tidak mampu menuruti keinginan papamu. Mama terlalu naif Ra, mengira bahwa dengan memberikan solusi terhadap lelaki bisa membantu mereka, tetapi itu salah.

Ada beberapa laki-laki yang tidak suka didikte, Ra. Kamu harus pahami itu. Jangan pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang sama seperti yang pernah Mama lakukan." pinta Mama.

Tidak, aku sangat tahu bagaimana menurutnya Mama pada papa selama mereka menikah. Semua pengorbanan Mama. Tetapi kerasnya papa yang membuat perceraian itu akhirnya terjadi juga.

Terpopuler

Comments

Fitri An

Fitri An

kok gx ngomong2 to mbak rara.. yang tegas donk, biar gx bertele2

2022-11-04

0

Maya Sari Niken

Maya Sari Niken

bnyak kata2 diulang2 maknanya jadi bosan

2020-11-22

2

Nur Harahap

Nur Harahap

Semangat

2020-09-06

0

lihat semua
Episodes
1 Panggilan Dadakan
2 Pembatalan Sepihak
3 Perjalanan Pulang
4 Candaan Teman-teman
5 Sampai Di Rumah
6 Bernafas Sejenak
7 7. Harapan Mama
8 8. Mata Mama Berkaca-kaca
9 9. Mengurung Diri Di Kamar
10 10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11 11. Karyawan Baru
12 12. Saat Semuanya Serba Salah
13 13. Pulang
14 14. Semua Salah Rara?
15 15. Arif Jadi Nikah?
16 16. Monika Ariella
17 17. Bertemu Arif
18 18. Gara-gara Enggak Cantik
19 19. Segala Rasa
20 20. Tuduhan Arif
21 21. Sabar Rara!
22 22. Naik Jabatan
23 23. Bertemu Papa
24 24. Nyaris Ditilang
25 25. Rara Yang Berprestasi
26 26. Mencari Mbak Yuni
27 27. Tangis Rara
28 28. Makan Siang Bersama Ken
29 29. Diantar Pulang Oleh Ken
30 30. Pesan Dari Ken
31 31. Bianca Minta Dicomblangi
32 32. Ken Datang Berkunjung
33 33. Gosip
34 34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35 35. Pengakuan Ken
36 36. Curhat Arif
37 37. Membesuk Mbak Yuni
38 38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39 39. Gosip Tentang Rara
40 40. Ujian Lagi?
41 41. Penjelasan Ken
42 42. DESAKAN MAMA
43 43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44 44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45 45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46 46. Bertemu
47 47. Air Mata Buaya
48 48. Tamu Itu Adalah Papa
49 49. Seseorang Yang Selalu Ada
50 50. Terlambat
51 51. Tiga Orang Lelaki
52 52. Lamaran?
53 53. Lamaran? (2)
54 54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55 55. Beneran Dilamar
56 56. Persiapan Pernikahan
57 57. Sah!
58 58. Malam Penuh Cinta
59 59. Papa, Aku Menyayangimu
60 60. Ken Cemburu (Lagi?)
61 61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62 62. Peta Kehidupan Ken
63 63. Gina
64 64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65 65. Perjalanan Ke Paris
66 66. Aku Percaya!
67 67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68 68. Shopping Bersama Ibu
69 69. Drop
70 70. Perdebatan
71 71. Gosip Tentang Ken
72 72. Mama Masuk Rumah Sakit
73 73. Bertengkar Dengan Dinda
74 74. Permintaan Tante Wira
75 75. Permintaan Dinda
76 76. Palsu?
77 77. Maaf
78 78. Habibati
79 79. Suamiku Yang Baik
80 80. Berdebat Dengan Elsa
81 81. Pilih Agama
82 82. Ketemu Tante Wira
83 83. Datang Tiba-tiba
84 84. Datang Tiba-tiba (2)
85 85. Perjalanan Pulang
86 86. Pertemuan
87 87. Ragu
88 88. Terimakasih Tuhan
89 89. Posesif
90 90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91 91. Jaga Jarak
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Panggilan Dadakan
2
Pembatalan Sepihak
3
Perjalanan Pulang
4
Candaan Teman-teman
5
Sampai Di Rumah
6
Bernafas Sejenak
7
7. Harapan Mama
8
8. Mata Mama Berkaca-kaca
9
9. Mengurung Diri Di Kamar
10
10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11
11. Karyawan Baru
12
12. Saat Semuanya Serba Salah
13
13. Pulang
14
14. Semua Salah Rara?
15
15. Arif Jadi Nikah?
16
16. Monika Ariella
17
17. Bertemu Arif
18
18. Gara-gara Enggak Cantik
19
19. Segala Rasa
20
20. Tuduhan Arif
21
21. Sabar Rara!
22
22. Naik Jabatan
23
23. Bertemu Papa
24
24. Nyaris Ditilang
25
25. Rara Yang Berprestasi
26
26. Mencari Mbak Yuni
27
27. Tangis Rara
28
28. Makan Siang Bersama Ken
29
29. Diantar Pulang Oleh Ken
30
30. Pesan Dari Ken
31
31. Bianca Minta Dicomblangi
32
32. Ken Datang Berkunjung
33
33. Gosip
34
34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35
35. Pengakuan Ken
36
36. Curhat Arif
37
37. Membesuk Mbak Yuni
38
38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39
39. Gosip Tentang Rara
40
40. Ujian Lagi?
41
41. Penjelasan Ken
42
42. DESAKAN MAMA
43
43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44
44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45
45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46
46. Bertemu
47
47. Air Mata Buaya
48
48. Tamu Itu Adalah Papa
49
49. Seseorang Yang Selalu Ada
50
50. Terlambat
51
51. Tiga Orang Lelaki
52
52. Lamaran?
53
53. Lamaran? (2)
54
54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55
55. Beneran Dilamar
56
56. Persiapan Pernikahan
57
57. Sah!
58
58. Malam Penuh Cinta
59
59. Papa, Aku Menyayangimu
60
60. Ken Cemburu (Lagi?)
61
61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62
62. Peta Kehidupan Ken
63
63. Gina
64
64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65
65. Perjalanan Ke Paris
66
66. Aku Percaya!
67
67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68
68. Shopping Bersama Ibu
69
69. Drop
70
70. Perdebatan
71
71. Gosip Tentang Ken
72
72. Mama Masuk Rumah Sakit
73
73. Bertengkar Dengan Dinda
74
74. Permintaan Tante Wira
75
75. Permintaan Dinda
76
76. Palsu?
77
77. Maaf
78
78. Habibati
79
79. Suamiku Yang Baik
80
80. Berdebat Dengan Elsa
81
81. Pilih Agama
82
82. Ketemu Tante Wira
83
83. Datang Tiba-tiba
84
84. Datang Tiba-tiba (2)
85
85. Perjalanan Pulang
86
86. Pertemuan
87
87. Ragu
88
88. Terimakasih Tuhan
89
89. Posesif
90
90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91
91. Jaga Jarak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!