20. Tuduhan Arif

"Aku adalah anak korban perceraian. Semenjak dulu selalu membatasi pertemanan dengan lelaki sebab aku tidak bisa percaya pada lelaki manapun karena ayahku sendiri tidak pernah ada untukku.

Tetapi Arif mengubah semuanya. Entah kapan tepatnya, aku bisa membuka hati untuknya. Tapi ternyata itu semua harus berakhir begitu saja. Padahal besar sekali harapanku agar ialah yang mengobati trauma itu. Ialah yang akan membuka mataku bahwa tidak semua laki-laki itu tak bertanggung jawab. Heh, aku hanya terlalu naif saja." perlahan aku menghapus air mata terakhir yang turun.

"Sudah?" tanya Ken.

"Maaf, enggak seharusnya aku curhat sama kamu, Ken. Tadi hanya benar-benar merasa sesak."

"Enggak apa-apa Ra. Kamu boleh cerita apa saja padaku. Oh ya, kalau kamu ingin benar-benar merasa lega. Lebih baik sekarang ke mushalla. Salat Ra. Seberat apapun masalah kamu, tempat curhat yang paling baik adalah Allah. Pergilah ... aku enggak bisa menghilangkan beban di hati kamu."

Aku menuruti apa yang Ken katakan. Pergi ke mushalla kantor. Salat, lalu menangis sejadi-jadinya.

Ada banyak hal yang kuceritakan pada Allah. Tentang luka dan kecewa yang ditorehkan papa. Mungkin inilah saatnya aku berdamai dengan diri sendiri. Kalau kekecewaan itu tetap dipendam, maka lama-kelamaan hanya akan jadi penyakit. Aku hanya harus ikhlas.

Benar saja, usai berdoa dan meluapkan semua perasaan di hati, ada ini terasa begitu lega sekali. Hanya saja efeknya adalah mata yang bengkak.

"Ra, kamu enggak apa-apa?" tanya Ken saat aku kembali.

"Gara-gara kamu mataku jadi seperti ini." kataku, sambil menunduk, khawatir ada yang curiga.

Bukannya menjawab, anak baru itu malah terkekeh. "Jangan lupa, sebentar lagi kamu presentasi." katanya, lalu lanjut fokus pada komputernya.

Ya ampun, bagaimana aku bisa menangis sejadi-jadinya padahal sebentar lagi harus presentasi. Bisa-bisa semua orang tahu kalau aku habis nangis dan tatapan iba itu akan terus tertuju padaku. Padahal aku tak semalaman itu juga.

***

Hanya satu hari setelah pernikahannya, Arif masuk kerja. Iya, dia sudah masuk kerja padahal dapat jatah cuti sepekan. Aku yakin tidak salah melihat orang, ialah yang ada di koridor saat aku baru datang dan langsung ke pantry. Bukan karena ingin menghindar, tapi karena memang pengen membuta minuman dulu sebelum mulai kerja.

Aku enggak akan mempedulikannya lagi. Dia hanyalah orang asing yang benar-benar sudah tidak punya jejak apapun di hidupku. Kata-kata itu terus kubatinkan di dalam hati.

Sebenarnya aku memang sudah bisa bersikap normal. Segala kekecewaan yang kemarin terasa sudah perlahan aku hapus. Kini aku hanya ingin melangkah lanjut ke depan. Tetapi kadang orang-orang di sekitar kita saja yang membuta kondisinya semakin dramatis, meski kita baik-baik saja.

"Ra, kamu beneran enggak apa-apa?" tanya Anita, pagi ini, saat kami sama-sama menghabiskan teh hangat.

"Hm. Aku enggak apa-apa kok. Yang kemarin sudah aku lupakan." jawabku.

"Hai Ra, hai Nit! sapa seseorang yang barusan jadi pembicaraan kami.

Arif. Ia kini ada di hadapan kami. Dengan santainya duduk di meja yang sama, meletakkan bubur ayam yang baru ia beli. Lalu mulai menyantapnya.

Hanya beberapa suap ia menyendok buburnya. Lalu diam, kemudian mengangkat kepalanya. Menatap aku dan Anita bergantian.

"Kalian kenapa?" tanyanya.

"Enggak." kataku, lalu beralih pada cangkir tehku. Benar-benar manusia aneh. Bisa-bisanya dia sok tidak terjadi apa-apa. Astagfirullah, sabar Rara!

"Kok sudah masuk Rif?" tanya Anita.

"Enggak apa. Mau ngasih kejutan saja sama kalian, habisnya kalian juga kompak ngasih kejutan ke aku. Enggak pada datang di nikahanku. Ini pasti ide Rara, kan?" Arif menunjukku.

"Aku? Enggak." jawabku.

"Rara enggak ngomong apa-apa kok. Kami saja yang sepakat, enggak datang ke acara pernikahan peng ... ahhhh, aku takut berprasangka buruk, tapi gimana ya?" Anita memancing Arif.

"Enggak usah main sindir-sindir Nit, aku enggak ngelakuin kesalahan apapun. Aku hanya korban!" seru Arif. Ia lalu berdiri dari duduknya, menatapku sekilas, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan makanannya yang belum habis semuanya.

"Dih, aneh sekali. Kenapa menyebut dirinya korban. Jelas-jelas kamu korbannya. Iya, kan Ra?" tanya Anita.

"Udah Nit, jangan bahas ini lagi." aku pun ikut berlalu, setelah menghabiskan teh dalam gelasku.

Enggak Rara, kamu enggak perlu memikirkan apapun yang barusan dikatakan Arif. Biarkan saja ia dengan kehidupannya, toh ia sudah punya kehidupan sendiri, sudah punya istri. Aku harus menghargai Monika. Kamu enggak perlu peduli, apalagi sakit hati. Allah lebih tahu segala-galanya. Aku terus membatin sampai ke ruangan.

Siapa sangka, rubrik yang baru saja aku kelola kini jadi bahan perbincangan pemakai dunia maya. Beberapa pesan juga mulai masuk. Mulai dari curhatan pengalaman mereka sediri, pengalaman orang terdekat, hingga dukungan agar rubrik ini bisa jadi penyemangat. Aku menjadikan ini semua sebagai cambuk, bahwa begitu banyak orang-orang yang mengalami kegagalan, mereka harus disupport agar selalu berada dalam koridor yang benar.

"Wow Ra, rubrik kamu masuk trending lho di media sosial. Jadi bahan perbincangan orang-orang!" seru Aya, sambil melahap nasi Padang yang baru diantarkan oleh OB untuk menu makan siang kami.

"Alhamdulillah. Aku harap banyak manfaat yang bisa diambil orang-orang." kataku dengan penuh antusias.

"Bisa-bisa kamu naik pangkat lho gara-gara ini!" ungkap Dini.

"Aku enggak berani berharap banyak Din, kan cuma staff biasa." kataku. Memang benar beberapa waktu lalu kak Gita pernah membocorkan tentang isu bahwa aku akan dipromosikan, mungkin bakal jadi supervisor. Tetapi benar atau enggaknya aku tidak berharap banyak. Sekarang hanya ingin bekerja sebaik mungkin untuk masa depanku nanti.

"Ra!" lagi-lagi dia.

Setelah muncul di pantry lalu pergi begitu saja, kini ia muncul di hadapan aku dan ketiga sahabatku seperti tidak terjadi apa-apa. Memang benar aku sudah biasa saja, tapi kan harusnya ia segan atau setidaknya jaga jarak dulu.

"Mau apa kamu?" Aya langsung bangkit, siap untuk melayangkan tinjunya.

"Aku nggak cari ribut." jawab Arif, santai sekali.

"Terus mau apa?" Aya masih berdiri di hadapan Arif.

"Kalian kenapa sih? Katanya sudah ikhlas, kok masih nyimpan dendam?" tanya Arif lagi.

Sikapnya itu memang sangat mengesalkan, seolah-olah apa yang dilakukan kemarin hanya kesalahan kecil yang tidak patut dibesar-besarkan.

"Memang kami sudah ikhlas. Bahkan Rara sudah move on dari kamu, Rif. Cuma ya enggak gini juga. Tahu diri dong Rif, jaga jarak kek!" ungkap Aya, seolah paham isi hatiku.

"Move on? Yakin? Aku nggak percaya Rara sudah move on!" kata Arif dengan penuh percaya diri.

"Aku udah enggak peduli dengan apa yang terjadi kemarin, Rif." kataku dengan santai.

"Kalau kamu sudah move on, kenapa kamu bikin rubrik khusus untuk orang-orang patah hati? Kamu belum move on kan Ra? Udahlah, jujur saja!" Arif memaksaku mengakui sesuatu hal yang tidak benar.

"Terserah kamu mau percaya atau enggak." aku tidak peduli, ia mau percaya atau enggak. Yang penting aku memang sudah tidak punya perasaan apapun lagi padanya.

"Kalau begitu buktikan!" tantang Arif.

"Apa?" Aya kini maju.

"Aku mau gabung di grup rubrik Rara supaya bisa membuktikan bahwa ia benar-benar sudah move on." kata Arif.

"Hahaha, gila ya kamu Rif. Enggak akan pernah!" kata Aya.

"Kalau begitu benar. Rara belum bisa melupakan aku. Iya kan Ra? Sudahlah, mengaku saja!" kata Arif.

"Aku enggak butuh fotografer." kataku.

"Aku bisa jadi editor. Bagaimana? Kamu mau ngelak apa lagi?"

Ya Tuhan ... aku benar-benar heran. Kenapa ada manusia seperti Arif. Dia yang datang mendekat, lalu menbuangku begitu saja. Kini saat aku siap menata hidup baru, ia datang lagi. Mau kamu apa sih Rif?

Terpopuler

Comments

Gita Risnawati

Gita Risnawati

bener² gx tau malu si arif

2022-11-03

0

ISYATUR RAKHMAH

ISYATUR RAKHMAH

si arif pengen gue tonjok2 smpi bonyok

2022-11-03

0

Epit Sunimar

Epit Sunimar

sumpah..gw pengen injek injek tuh si afif

2020-09-16

3

lihat semua
Episodes
1 Panggilan Dadakan
2 Pembatalan Sepihak
3 Perjalanan Pulang
4 Candaan Teman-teman
5 Sampai Di Rumah
6 Bernafas Sejenak
7 7. Harapan Mama
8 8. Mata Mama Berkaca-kaca
9 9. Mengurung Diri Di Kamar
10 10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11 11. Karyawan Baru
12 12. Saat Semuanya Serba Salah
13 13. Pulang
14 14. Semua Salah Rara?
15 15. Arif Jadi Nikah?
16 16. Monika Ariella
17 17. Bertemu Arif
18 18. Gara-gara Enggak Cantik
19 19. Segala Rasa
20 20. Tuduhan Arif
21 21. Sabar Rara!
22 22. Naik Jabatan
23 23. Bertemu Papa
24 24. Nyaris Ditilang
25 25. Rara Yang Berprestasi
26 26. Mencari Mbak Yuni
27 27. Tangis Rara
28 28. Makan Siang Bersama Ken
29 29. Diantar Pulang Oleh Ken
30 30. Pesan Dari Ken
31 31. Bianca Minta Dicomblangi
32 32. Ken Datang Berkunjung
33 33. Gosip
34 34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35 35. Pengakuan Ken
36 36. Curhat Arif
37 37. Membesuk Mbak Yuni
38 38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39 39. Gosip Tentang Rara
40 40. Ujian Lagi?
41 41. Penjelasan Ken
42 42. DESAKAN MAMA
43 43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44 44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45 45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46 46. Bertemu
47 47. Air Mata Buaya
48 48. Tamu Itu Adalah Papa
49 49. Seseorang Yang Selalu Ada
50 50. Terlambat
51 51. Tiga Orang Lelaki
52 52. Lamaran?
53 53. Lamaran? (2)
54 54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55 55. Beneran Dilamar
56 56. Persiapan Pernikahan
57 57. Sah!
58 58. Malam Penuh Cinta
59 59. Papa, Aku Menyayangimu
60 60. Ken Cemburu (Lagi?)
61 61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62 62. Peta Kehidupan Ken
63 63. Gina
64 64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65 65. Perjalanan Ke Paris
66 66. Aku Percaya!
67 67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68 68. Shopping Bersama Ibu
69 69. Drop
70 70. Perdebatan
71 71. Gosip Tentang Ken
72 72. Mama Masuk Rumah Sakit
73 73. Bertengkar Dengan Dinda
74 74. Permintaan Tante Wira
75 75. Permintaan Dinda
76 76. Palsu?
77 77. Maaf
78 78. Habibati
79 79. Suamiku Yang Baik
80 80. Berdebat Dengan Elsa
81 81. Pilih Agama
82 82. Ketemu Tante Wira
83 83. Datang Tiba-tiba
84 84. Datang Tiba-tiba (2)
85 85. Perjalanan Pulang
86 86. Pertemuan
87 87. Ragu
88 88. Terimakasih Tuhan
89 89. Posesif
90 90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91 91. Jaga Jarak
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Panggilan Dadakan
2
Pembatalan Sepihak
3
Perjalanan Pulang
4
Candaan Teman-teman
5
Sampai Di Rumah
6
Bernafas Sejenak
7
7. Harapan Mama
8
8. Mata Mama Berkaca-kaca
9
9. Mengurung Diri Di Kamar
10
10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11
11. Karyawan Baru
12
12. Saat Semuanya Serba Salah
13
13. Pulang
14
14. Semua Salah Rara?
15
15. Arif Jadi Nikah?
16
16. Monika Ariella
17
17. Bertemu Arif
18
18. Gara-gara Enggak Cantik
19
19. Segala Rasa
20
20. Tuduhan Arif
21
21. Sabar Rara!
22
22. Naik Jabatan
23
23. Bertemu Papa
24
24. Nyaris Ditilang
25
25. Rara Yang Berprestasi
26
26. Mencari Mbak Yuni
27
27. Tangis Rara
28
28. Makan Siang Bersama Ken
29
29. Diantar Pulang Oleh Ken
30
30. Pesan Dari Ken
31
31. Bianca Minta Dicomblangi
32
32. Ken Datang Berkunjung
33
33. Gosip
34
34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35
35. Pengakuan Ken
36
36. Curhat Arif
37
37. Membesuk Mbak Yuni
38
38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39
39. Gosip Tentang Rara
40
40. Ujian Lagi?
41
41. Penjelasan Ken
42
42. DESAKAN MAMA
43
43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44
44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45
45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46
46. Bertemu
47
47. Air Mata Buaya
48
48. Tamu Itu Adalah Papa
49
49. Seseorang Yang Selalu Ada
50
50. Terlambat
51
51. Tiga Orang Lelaki
52
52. Lamaran?
53
53. Lamaran? (2)
54
54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55
55. Beneran Dilamar
56
56. Persiapan Pernikahan
57
57. Sah!
58
58. Malam Penuh Cinta
59
59. Papa, Aku Menyayangimu
60
60. Ken Cemburu (Lagi?)
61
61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62
62. Peta Kehidupan Ken
63
63. Gina
64
64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65
65. Perjalanan Ke Paris
66
66. Aku Percaya!
67
67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68
68. Shopping Bersama Ibu
69
69. Drop
70
70. Perdebatan
71
71. Gosip Tentang Ken
72
72. Mama Masuk Rumah Sakit
73
73. Bertengkar Dengan Dinda
74
74. Permintaan Tante Wira
75
75. Permintaan Dinda
76
76. Palsu?
77
77. Maaf
78
78. Habibati
79
79. Suamiku Yang Baik
80
80. Berdebat Dengan Elsa
81
81. Pilih Agama
82
82. Ketemu Tante Wira
83
83. Datang Tiba-tiba
84
84. Datang Tiba-tiba (2)
85
85. Perjalanan Pulang
86
86. Pertemuan
87
87. Ragu
88
88. Terimakasih Tuhan
89
89. Posesif
90
90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91
91. Jaga Jarak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!