13. Pulang

Hanya beberapa meter dari rumah, tiba-tiba motor berhenti mendadak. Persis seperti dugaaanku, bensinnya habis. Aku memang tipikal orang yang sering lupa untuk mengisi bensin. Entah mengapa ini selalu saja terjadi. Terpaksa motor kutuntun. Lalu tiba-tiba terpikir tentang alasan Arif membatalkan pernikahan, bahwa aku terlalu baik.

Senyum langsung terkembang. Sambil geleng-geleng aku bicara pada diri sendiri. Kalau memang terlalu baik, sangat sempurna, hal sekecil ini mungkin tidak akan pernah terlupakan olehku. Ini bisa jadi bukti betapa tidak sempurnanya aku.

"Tidak. Jangan dipikirkan lagi Ra, kamu harus lupakan semuanya. Ayo melangkah ke depan. Jadikan ini sebagai doa. Bahwa kamu harus lebih baik lagi!" aku menyemangati diriku sendiri.

Langkah kakiku terhenti tepat di depan pintu rumah. Salam yang ingin kuucapkan langsung surut saat mendengar percakapan Mama dan Dinda.

"Ma, harusnya Mama enggak diam saja disalah-salahin sama Papa. Dinda dan kak Rara itu kan bukan tanggung jawab Mama. Tidak ada kewajiban bagi Mama untuk merawat, membesarkan apalagi membiayai kami. Tapi itu semua adalah tanggung jawab papa. Jangan setelah ada masalah seperti ini baru papa bicara hanya untuk nyalah-nyalahin mama. Selama ini papa kemana? Kenapa tega ninggalin kami?" ucap Dinda dengan suara parau, entah ia sudah menangis atau baru akan menangis. Kalau Dinda sudah begitu pasti ia sudah merasa sangat sakit sekali.

Aku sangat hafal Dinda sebab ia satu-satunya adikku. Kami berdua punya sifat yang nyaris sama. Hanya Dinda lebih tomboi. Kami bukan tipikal anak-anak cengeng. Kami ditempa oleh keadaan menjadi anak-anak kuat yang tahan banting meskipun sebenarnya Mama berusaha memberikan yang terbaik untuk kami berdua.

Diusia kami yang masih sangat muda, ditinggalkan begitu saja oleh Papa. Kami melihat perjuangan Mama yang begitu keras untuk kami, sehingga membuat kami sadar diri. Ikut berjuang bersama mama dengan segala cara yang kami bisa.

"Sudah Din," terdengar jawaban dari mama.

"Tidak bisa Ma. Dinda tidak bisa terima papa menelepon seperti itu. Harusnya papa tanya dulu dong apa masalahnya. Ini semua murni bukan salah kita. Siapa juga yang ingin pernikahannya gagal? Tidak ada Ma. Kak Rara juga pasti sedih sekali. Mama libatkan bagaimana kak Rara mencoba bersikap biasa-biasa meski sebenernya hatinya remuk. Dinda paham betapa sakitnya kak Rara.

Ia satu kantor dengan si Arif itu. Setiap hari bisa bertemu dengannya. Pasti tidak nyaman ma. Kalaupun kak Rara mengatakan semuanya baik-baik saja, tapi Dinda yakin seratus persen bahwa tidak seperti itu perasaannya. Ia hanya tidak ingin terlihat lemah!

Belum lagi beban yang harus ditanggung kak Rara untuk menjelaskan ke semua orang yang tahu tentang rencana pernikahan tersebut. Pasti sangat tidak nyaman ma. Ia kalau semua orang mengerti, tapi kebanyakan juga orang-orang yang kepintaran setengah mati, hanya demi memuaskan nafsu keingin tahuannya sampai bertanya tanpa punya perasaan. Entah untuk apa tujuannya.

Mama dan Dinda juga merasakan hal yang sama. Kita juga tidak nyaman, kan? Kalaupun kita bisa tersenyum, itu semua demi kak Rara. Supaya kakak menganggap kita tidak terluka sehingga tidak menambah beban kakak. Padahal apa, ma? Kita sama-sama terluka.

Kak Rara mungkin enggak tahu dan Dinda berharap kakak tidak tahu semua itu untuk selamanya. Sudah cukup beban kak Rara, jangan sampai malah jadi trauma dengan pernikahan, apalagi kami adalah anak-anak korban perpisahan.

Harusnya Papa memahami semua itu. Jangan lagi menambah beban kita. Toh papa enggak rugi apa-apa, kan? Biaya semuanya dari mama dan kak Rara. Persiapan juga kita bertiga yang mengaturnya. Sedangkan papa? Paling hanya membantu menjelaskan pada keluarga-keluarga papa yang Dinda juga yakin tidak akan benar-benar peduli dengan hati kita!" ungkap Dinda dengan nada tinggi untuk meluapkan emosinya.

Astagfirullah. Mendengar semua kata-kata Dinda membuat air mata ini menetes satu-persatu. Semakin lama makin deras. Sakit sekali membayangkan luka pada hati Mama karena aku, meski sebenarnya aku tidak sengaja melakukan.

Andai saja aku tahu semua akan begini, tidak akan pernah mau menerima Arif untuk selamanya. Bahkan aku tak ingin mengenal ia. Tapi sebagai seorang muslim, berandai-andai itu tidak dibolehkan.

"Apa yang harus kulakukan?" aku bertanya pada diri sendiri.

Sebenarnya membicarakan tentang pernikahan yang gagal ini adalah sesuatu hal yang membuatku sangat tidak nyaman sekali. Tetapi sekarang aku tidak punya pilihan lain selain menjelaskan pada papa agar tidak lagi menyalahkan Mama. Aku tidak mau Mama semakin terluka karena masalah ini.

"Din, sudahlah. Mama rela kok jadi sasaran kemarahan papa, asalkan papa tidak menyinggung Rara." ucap Mama.

"Enggak bisa ma. Mama juga punya hati. Itu namanya toxic. Jangan biarkan papa terus menyakiti Mama sebab selain Mama, kami juga terluka dengan perlakuan papa yang seenaknya pada mama. Jadi tolong bicara pada papa. Tolak segala tuduhan yang tidak benar kepada Mama.

Papa harus sadar, jasa Mama kepada kami sungguh besar. Mama tidak hanya jadi ibu untuk kami, tapi juga jadi ayah. Itu semua tidak mudah. Dinda tahu itu ma.

Papa harusnya bersyukur sebab Mama tidak menuntut apapun. Ketika dan sedikit kesalahan, harusnya papa tidak main marah-marah sampai mengatakan Mama tidak becus dan menghina Mama sedemikian rupa. Dinda sedih ma, mendengar cacian papa pada mama.

Kalau papa menyalahkan pendidikan yang mama berikan untuk kami, lalu apa yang sudah papa lakukan untuk kami? Tidak ada kan, ma?" ungkap Dinda.

"Din ... sudah." Mama meminta Dinda untuk tidak lagi membuka luka lama yang ditoreh pala pada kami bertiga.

"Papa yang tidak becus sebagai lelaki, suami dan juga ayah. Papa yang salah ma. Papa yang jahat. Papa yang tidak baik. Bukan Mama!"

"Tapi Din,"

"Enggak ada tapi-tapi ma. Dinda sudah lelah melihat mama terus menerus menerima semua sikap papa yang menjadikan Mama samsak ketika papa marah.

Apa papa tahu kenapa dulu Dinda bolos sekolah, berulah hingga papa dan mama di panggil ke sekolah? Bukan karena keinginan Dinda sendiri, ma. Tapi karena Dinda kesal pada papa. Dinda iri dengan anak-anak tiri papa yang diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Sementara Dinda, jangankan diperhatikan, mungkin papa saja tidak ingat punya anak Dinda dan kak Rara. Jahat itu namanya!"

"Din,"

"Ma, biarkan Dinda mengungkapkan semuanya. Biar papa paham seberapa besar kesalahannya dan tidak mengulang lagi. Dinda dan kak Rara sudah lama kehilangan sosok papa. Bagi kami papa adalah sosok yang amat sulit kami raih. Jangan lagi tambah hal buruk di benak kami tentang papa karena sebenarnya kami enggak ingin menjadi durhaka. Kami ingin jadi anak baik, ma. Ingin berbakti juga pada papa. Tapi papa juga harus jadi ayah yang baik untuk kami, setidaknya jangan menyakiti Mama lagi. Tidak ada anak yang rela ibunya sakit, meski oleh ayahnya sendiri!"

"Din, sudah. Jangan sampai kakak kamu dengar nantinya. Mama takut Rara jadi sedih. Kita bantu Rara untuk memulihkan luka hatinya. Jangan dibebani lagi. Cukup kita saja yang terluka. Sebentar lagi Rara pulang, kalau ia tahu pasti sangat sedih sekali, Din"

Terpopuler

Comments

Euis Yohana

Euis Yohana

ngomongnya di depan papa donk Din,,jgn sama mamah ,,kasian mamah tambah keteken perasaannya ...

2022-12-07

0

Samara

Samara

sedihbanget hatiq thorr😭😭😭😭😭

2020-08-24

0

Sindi Kartika Putri

Sindi Kartika Putri

kasian sekali😢😢😢

2020-08-02

1

lihat semua
Episodes
1 Panggilan Dadakan
2 Pembatalan Sepihak
3 Perjalanan Pulang
4 Candaan Teman-teman
5 Sampai Di Rumah
6 Bernafas Sejenak
7 7. Harapan Mama
8 8. Mata Mama Berkaca-kaca
9 9. Mengurung Diri Di Kamar
10 10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11 11. Karyawan Baru
12 12. Saat Semuanya Serba Salah
13 13. Pulang
14 14. Semua Salah Rara?
15 15. Arif Jadi Nikah?
16 16. Monika Ariella
17 17. Bertemu Arif
18 18. Gara-gara Enggak Cantik
19 19. Segala Rasa
20 20. Tuduhan Arif
21 21. Sabar Rara!
22 22. Naik Jabatan
23 23. Bertemu Papa
24 24. Nyaris Ditilang
25 25. Rara Yang Berprestasi
26 26. Mencari Mbak Yuni
27 27. Tangis Rara
28 28. Makan Siang Bersama Ken
29 29. Diantar Pulang Oleh Ken
30 30. Pesan Dari Ken
31 31. Bianca Minta Dicomblangi
32 32. Ken Datang Berkunjung
33 33. Gosip
34 34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35 35. Pengakuan Ken
36 36. Curhat Arif
37 37. Membesuk Mbak Yuni
38 38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39 39. Gosip Tentang Rara
40 40. Ujian Lagi?
41 41. Penjelasan Ken
42 42. DESAKAN MAMA
43 43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44 44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45 45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46 46. Bertemu
47 47. Air Mata Buaya
48 48. Tamu Itu Adalah Papa
49 49. Seseorang Yang Selalu Ada
50 50. Terlambat
51 51. Tiga Orang Lelaki
52 52. Lamaran?
53 53. Lamaran? (2)
54 54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55 55. Beneran Dilamar
56 56. Persiapan Pernikahan
57 57. Sah!
58 58. Malam Penuh Cinta
59 59. Papa, Aku Menyayangimu
60 60. Ken Cemburu (Lagi?)
61 61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62 62. Peta Kehidupan Ken
63 63. Gina
64 64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65 65. Perjalanan Ke Paris
66 66. Aku Percaya!
67 67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68 68. Shopping Bersama Ibu
69 69. Drop
70 70. Perdebatan
71 71. Gosip Tentang Ken
72 72. Mama Masuk Rumah Sakit
73 73. Bertengkar Dengan Dinda
74 74. Permintaan Tante Wira
75 75. Permintaan Dinda
76 76. Palsu?
77 77. Maaf
78 78. Habibati
79 79. Suamiku Yang Baik
80 80. Berdebat Dengan Elsa
81 81. Pilih Agama
82 82. Ketemu Tante Wira
83 83. Datang Tiba-tiba
84 84. Datang Tiba-tiba (2)
85 85. Perjalanan Pulang
86 86. Pertemuan
87 87. Ragu
88 88. Terimakasih Tuhan
89 89. Posesif
90 90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91 91. Jaga Jarak
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Panggilan Dadakan
2
Pembatalan Sepihak
3
Perjalanan Pulang
4
Candaan Teman-teman
5
Sampai Di Rumah
6
Bernafas Sejenak
7
7. Harapan Mama
8
8. Mata Mama Berkaca-kaca
9
9. Mengurung Diri Di Kamar
10
10. Pengumuman: Aku Gagal Nikah
11
11. Karyawan Baru
12
12. Saat Semuanya Serba Salah
13
13. Pulang
14
14. Semua Salah Rara?
15
15. Arif Jadi Nikah?
16
16. Monika Ariella
17
17. Bertemu Arif
18
18. Gara-gara Enggak Cantik
19
19. Segala Rasa
20
20. Tuduhan Arif
21
21. Sabar Rara!
22
22. Naik Jabatan
23
23. Bertemu Papa
24
24. Nyaris Ditilang
25
25. Rara Yang Berprestasi
26
26. Mencari Mbak Yuni
27
27. Tangis Rara
28
28. Makan Siang Bersama Ken
29
29. Diantar Pulang Oleh Ken
30
30. Pesan Dari Ken
31
31. Bianca Minta Dicomblangi
32
32. Ken Datang Berkunjung
33
33. Gosip
34
34. Maaf, Aku Tidak Mau Ghibah!
35
35. Pengakuan Ken
36
36. Curhat Arif
37
37. Membesuk Mbak Yuni
38
38. Sebuah Tamparan Untuk Arif
39
39. Gosip Tentang Rara
40
40. Ujian Lagi?
41
41. Penjelasan Ken
42
42. DESAKAN MAMA
43
43. Ulang Tahun Yang Membawa Masalah
44
44. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken
45
45. Perempuan-perempuan Di Sekeliling Ken (2)
46
46. Bertemu
47
47. Air Mata Buaya
48
48. Tamu Itu Adalah Papa
49
49. Seseorang Yang Selalu Ada
50
50. Terlambat
51
51. Tiga Orang Lelaki
52
52. Lamaran?
53
53. Lamaran? (2)
54
54. Apakah Harus Gagal Untuk Kedua Kalinya?
55
55. Beneran Dilamar
56
56. Persiapan Pernikahan
57
57. Sah!
58
58. Malam Penuh Cinta
59
59. Papa, Aku Menyayangimu
60
60. Ken Cemburu (Lagi?)
61
61. Kamu Adalah Rezeki Untukku
62
62. Peta Kehidupan Ken
63
63. Gina
64
64. Hadiah Dari Ibu Mertua
65
65. Perjalanan Ke Paris
66
66. Aku Percaya!
67
67. Rencana Shopping Dengan Ibu
68
68. Shopping Bersama Ibu
69
69. Drop
70
70. Perdebatan
71
71. Gosip Tentang Ken
72
72. Mama Masuk Rumah Sakit
73
73. Bertengkar Dengan Dinda
74
74. Permintaan Tante Wira
75
75. Permintaan Dinda
76
76. Palsu?
77
77. Maaf
78
78. Habibati
79
79. Suamiku Yang Baik
80
80. Berdebat Dengan Elsa
81
81. Pilih Agama
82
82. Ketemu Tante Wira
83
83. Datang Tiba-tiba
84
84. Datang Tiba-tiba (2)
85
85. Perjalanan Pulang
86
86. Pertemuan
87
87. Ragu
88
88. Terimakasih Tuhan
89
89. Posesif
90
90. Maaf Jika Aku Menyusahkan Kamu
91
91. Jaga Jarak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!