Tiara mematut-matut diri di cermin, memantaskan riasan dan pakaian yang melekat di badannya. Paduan kebaya modern pas badan dengan bawahan kain batik semar terlihat bagus di tubuhnya. Di tambah polesan meke up natural membuat Tiara terlihat menawan. Simple tapi cantik. Ia malas harus repot menyewa baju dan seorang make up artist yang kebayakan teman-temannya lakukan ketika akan menghadiri acara wisuda mereka. Ya, hari ini adalah hari besar baaginya dan teman-teman seperjuangannya di universitas, hari yang akan meresmikannya menjadi seorang Sarjana Pendidikan.
Setelah di rasa pas, Tiara keluar dari kamar melangkahkan kaki ke depan di mana mang Jay telah menunggunya.
"Udah siap non?"
"Iya mang, kita jalan, udah tau tempatnya kan?"
"Beres non, ini sendirian ke tempat wisuda, ga di damping bapak sama ibu?" suara mang Jay sambil menjalankan mobil, keluar dari komplek perumahan tempat tinggal Tiara.
Tiara termangu sejenak. Sudah ia duga.
"Bapak ada dinas ke luar kota, mang. Ibu sudah ga ada."
"Walah, maaf non."
"Ga apa-apa."
Tak lama posel Tiara berbunyi. Ayah memanggil...
"Iya ayah."
"Happy graduation anak ayah."
"Terima kasih, ayahku."
"Sudah di tempat wisuda?"
"Baru jalan."
"Sama Yundhi?"
"Yundhi nanti nyusul setelah landing, sama mang Jay aja ni. Ayah baik-baik ya di sana, jaga kesehatan. Kok tumben ya penatarannya lama?"
"Biasa nak, habiskan dana. Bukannya ayah yang harusnya pesan kamu jaga diri baik-baik. Ingat batasan meski..."
"Ayah ga ngawasin." Tiara menyambung kalimat ayahnya. "Iya Tiara tau."
"Kalau Yundhi macam-macam hajar aja. Tapi dia udah janji sih sama ayah, ya sudah hati-hati, setelah ayah pulang kita rayakan wisuda kamu."
"Papaaa, mau main sama papa." tiba-tiba terdengar suara anak kecil di ujung telpon yang membuat Tiara tersentak.
"Siapa yah?"
"Anak teman ayah. Ya sudah, ayah tutup dulu. Take care anak ayah."
Adib memutus sambungan lebih dulu, membuat Tiara geleng-geleng kepala sendiri. Mobil yang ditumpanginya saat ini berhenti di depan lampu merah, mata Tiara mengawasi keadaan sekitarnya. Macet, karena memang waktunya para penduduk bumi melakukan kegiatan di luar rumah, Tiara memandang pada mobil yang ada di sampingnya. Bukan mobilnya yang membuat Tiara tertarik, tapi penumpang wanita yang ada di dalam mobil itu. Tatapan mereka bertemu, si wanita juga memandang ke arah Tiara. Tidak ada sapaan, tidak ada kata. Jarak mereka hanya dua jengkal. Jika Tiara dan wanita itu membuka jendela, mereka bisa saja mengobrol tanpa harus berteriak.
Tatapan mereka saling mengunci benerapa saat. Masing-masing mengingatkan diri dimana pernah melihat orang yang mereka pandangi sekarang.
Ketika mobil mulai bergerak mata Tiara bertahan pada sosok wanita itu, tapi wanita itu menyandarkan tubuhnya hingga tak terlihat oleh Tiara. Masih tertarik, Tiara terus saja memandangi kemana mobil yang di tumpangi wanita itu bergerak hingga arah mereka terpisah di persimpangan.
Dia wanita di foto itu, wanita masa lalu Yundhi.
Kaget, tentu. Takut, pasti. Berbagai pertanyaan muncul di benak Tiara. Apa mereka sudah bertemu, kapan, kenapa dia kembali, apa dia masih mencintai Yundhi, bagaimana nanti kalau dia ingin kembali.
Memikirkan kemungkinan itu membuat mood Tiara ambyar seketika. Padahal belum tentu terjadi. Dan Yundhi sudah meyakinkannya, dulu, kalau wanita itu hanya masa lalunya, dan Tiara adalah masa depannya. Tiara berusaha membaikkan hatinya, berfikir positif kalau semua prasangkanya tidak akan terjadi dan Yundhi akan tetap di sisinya.
Tiara mengalihkan pikirannya dengan mengingat kembali isi pidatonya nanti sebagai perwakilan mahasiswa yang berhasil melaksanakan wisuda periode pertama tahun ini. Fokus Tiara, fokus.
***
Yundhi segera keluar dari kokpit begitu tugasnya selesai. Setelah melihat penunjuk waktu di tangannya, langkah kakinya makin lebar. Beberapa sapaan dari teman kerja dan petugas bandara dia abaikan. Hari ini salah satu hari penting untuk kekasihnya, dan Tiara secara khusus memintanya untuk mendampingi.
Langkah panjang dan tergesanya terputus. Beberapa meter dari pintu masuk, tiba-tiba langkahnya terhenti. Sosok itu muncul lagi di hadapannya.
Woh, don't play me universe.
Emmy yang baru turun dari mobil, bertatapan langsung dengan Yundhi. Seulas senyum terbit dari bibir manisnya.
Senyum itu masih sama.
Emmy melangkah pasti, berinisiatif menghampiri Yundhi yang masih istiqomah mematung.
"Hai, lama ga ketemu, Ed."
Sama seperti dulu, Emmy lebih suka panggilan Edward daripada Yundhi.
Yundhi sekilas membuang muka mendengar panggilan itu lagi keluar dari mulut Emmy.
"Ya, lama ga ketemu, gue pikir lo udah lupa muka gue." menanggalkan sebutan aku-kamu seperti dulu, Yundhi mencoba ramah.
"Maaf untuk masa lalu, dan terima kasih sudah hidup dengan baik. Kamu berhasil dengan seragam ini, aku ikut senang." ucapnya tulus, melihat Yundhi kini benar-benar menjadi pilot seperti yang di cita-citakannya dulu.
Apa tadi dia bilang? maaf, terima kasih, hidup dengan baik. Fakta, dia benar-benar menghilang sampai tidak tahu bagaimana Yundhi mati-matian menata hidupnya setelah wanita itu pergi tanpa jejak. Membuat Yundhi kehilangan poros, merasa kehilangan sandarannya, putus asa dan menghancurkan semua mimpi Yundhi membangun sebuah keluarga dengannya. Tentu, dia juga ga tahu usaha Yundhi mencari keberadaannya dengan memeriksa nama penumpang setiap maskapai setiap harinya tanpa libur meski dia sedang day off.
Yundhi mengangguk sambil membuang wajah, enggan bertatapan lama-lama dengan orang yang juga enggan hidup dengannya.
"Sure, gue hidup dengan baik, sejauh ini gue bersyukur lo menghilang dari hidup gue dan membuat gue bertemu seseorang yang bersedia menggantungkan masa depannya bersama gue, seumur hidup."
Emmy tersenyum, tapi satu titik hatinya merasa sakit mendengar ungkapan Yundhi. Emmy ingat ketika Yundhi memeluk bahu seorang gadis di toko buku kala itu. Andai kamu tahu yang sebenarnya.
"Sorry, gue harus pergi, calon istri gue udah nunggu." Yundhi berlalu begitu saja setelah selesai dengan kalimatnya. Dia merasa tidak punya bahan omongan lagi yang harus di bahas dengan sang mantan.
Emmy tertunduk, membiarkan air matanya keluar setelah ia tahan sedari tadi. "Maaf." Kata itu ia ucapkan meski Yundhi tak mendengarnya.
***
Masih mengenakan seragam pilotnya, Yundhi memasuki gedung tempat acara Wisuda Tiara berlangsung. Ia sudah terlambat satu setengah jam sejak acara di mulai. Dengan satu buket bunga dan sebuah undangan yang memang di khususkan untuk pendamping, Yundhi bisa segera masuk ke aula tempat diselenggarakannya acara itu. Begitu melewati pintu masuk, Yundhi di hadapkan langsung dengan Tiara yang sedang menyampaikan pidato di podium, membuat Yundhi di serang kaget bercampur bangga.
Itu bener pacar gue kan, eh calon istri gue lah.
"Have a sit, sir." Tiara tiba-tiba berceletuk di tengah pidatonya, membuat seisi ruangan riuh dan memandang ke arah Yundhi. Tawa Yundhi hampir meledak, tapi masih bisa ia tahan.
Beruntung Yundhi segera mendapatkan kursi yang memang di sediakan untuk pendamping Tiara.
"Aku kira tadi aku salah orang, ternyata benar kak Yundhi." suara yang sangat Yundhi kenal tiba-tiba menyerang telinganya.
"Emma?" Yundhi terkesiap, lagi, ia di kejutkan dengan salah satu pemain pendukung di masa lalunya. Emma, adik kandung dari sang mantan secara ajaib duduk tepat di sebelahnya saat ini.
"Apa kabar kak? udah bahagia sekarang? udah dapet pengganti kak Emmy? cewek itu kan, yang di podium? lumayan, meski ga secantik kak Emmy, aku yakin otak dia cantik, terbukti jadi perwakilan mahasiswa." sarkas Emma.
"Jangan mulai Emma!" suara Yundhi menggeram.
"Kenapa? aku udah lama pengen ngobrol sama kak Yundhi." ungkapnya.
"Oh ya, saya juga lama nunggu seseorang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Saya tahu pasti kalian tahu di mana bisa mencari saya, tapi kalian dengan senang hatinya pergi dan bungkam." Yundhi tak kalah tegas, meski dengan suara pelan dan mata yang tetap tertuju pada Tiara, Yundhi yakin Emma masih bisa mendengarnya.
"Kalau kami, ah salah, kalau kak Emmy menjelaskan kenapa dia pergi ninggalin kak Yundhi dulu, mungkin kak Yundhi ga akan ada di posisi kakak yang sekarang. Bisa saja kak Yundhi berhenti dengan pendidikan pilot kak Yundhi dan fokus pada kak Emmy, untungnya kak Emmy ga egois, dia memilih pergi lebih dulu daripada bikin kak Yundhi repot untuk memilih."
"Maksud kamu?" tangan Yundhi mengpal, rahangnya mengetat, ia mulai sadar ada yang tidak ia ketahui tentang Emmy, mungkin sebuah alasan mengapa ia di tinggalkan dulu.
"Berhubung kak Yundhi udah bahagia, udah jadi pilot, udah dapet pengganti kak Emmy, aku rasa ga ada yang perlu di tutup-tutupi lagi, tapi aku sumpah ga ada niatku di sini bikin kak Yundhi merasa lagi sama kak Emmy."
"To the point Emma, jangan muter!"
"Kak Emmy leukemia, stadium akhir." suara Emma hampir tercekat menahan tangis, namun segera ia menguasai diri. "Udah ngerti kan sekarang, jadi apapun kesalahan kak Emmy dulu, tolong maafkan dia." pintanya tulus.
Yundhi bungkam, darahnya terasa berhenti mengalir, pikirannya menerawang jauh ke masa lalu, tepatnya masa-masa indah yang ia lalui dengan Emmy.
Ia mulai sadar. Pikirannya merajut berbagai kesimpulan. Benar kata Emma, andai ia tahu tentang hal ini lebih dulu dia mungkin akan meninggalkan pendidikan pilotnya dan memfokuskan diri untuk kesembuhan Emmy. Andai dia tahu lebih dulu, Yundhi tidak akan berada di posisinya yang sekarang dan mungkin tidak akan memilih Tiara sebagai calon istrinya meski mereka pasti bertemu, karena rasa cintanya yang sangat besar pada Emmy.
Pikirannya berkecamuk, dadanya terasa sedikit sesak. Bagaimana mungkin hal sebesar ini tidak ia ketahui terjadi pada wanita yang sangat ia cintai. Emmy benar-benar sukses membuatnya merasa menjadi orang yang paling bodoh.
Tepuk tangan riuh menggema di seluruh ruangan itu, tapi tidak berhasil menyadarkan Yundhi dari penerawangannya.
Sampai acara selesai dan beberapa orang memintanya menggeser kaki karena hendak melewatinya, barulah Yundhi tersadar.
Yundhi segera berdiri kikuk, melihat para pendamping telah bertemu dengan terdampingnya. Bahkan hampir semua dari mereka sedang melakukan wefie.
Lupa untuk siapa dia hadir di sana, Yundhi mencari keberadaan Emma, tapi wanita itu telah menghilang. Ia bahkan tidak tahu untuk siapa Emma hadir di tempat itu dan lupa bertanya mau kemana Emmy pergi, karena tadi mereka beryemu di bandara.
Berjarak sepuluh langkah darinya, Tiara datang menghampirinya dengan senyum merekah.
"Thank's bunganya." sebelum Yundhi menyerahkannya, Tiara lebih dulu mengambil bunga yang ada di denggaman Yundhi. Sudah pasti kan bunga itu buat Tiara, ga belok buat si dia.
"Congrats sayang, proud of you." Yundhi memusatkan pikirannya pada Tiara. Ya Tiara, wanita yang telah menerimanya, sebagai kekasih, sebagai calon suami, sebagai Yundhi dan masa lalunya tanpa syarat apapun.
Untuk beberapa saat Yundhi merasa bersalah karena dirinya tidak sepenuhnya mengikuti acara itu, dia bahkan melewatkan momen Tiara di panggil ke depan.
"Maaf." ucap Yundhi tanpa sadar di tengah pelukannya.
"Kok maaf?" Tiara balik bertanya, membuat Yundhi tersentak mencari alasan masuk akal.
"Maaf, tadi aku telat." Yundhi melepas pelukannya.
"Ga apa-apa, yang penting kamu hadir." ungjap Tiara dengan senyum sumringah. Ia sadar sedang menjadi pusat perhatian beberapa mata saat ini dan itu membuatnya sedikit besar kepala.
"Tiaraaaa, congratulation, akhirnya antara kita bertiga andalah cum laude-ernya." Jenny dan Mimi datang dengan buket makanan yang isinya semua snack kesukaan Tiara. Jangan di tanya lagi bagaimana besarnya buket itu.
"Makasih, tapi apaan sih ini kalian buketnya ga banget." protes Tiara.
"Ga banget gimana, lo doyan ne semua."
"Iya tapi ga harus di bawa ke sini juga kali Jen-Mi, gue ga mau tau nanti kalian yang bawa pulang, anter ke rumah gue."
Dalam hati Yundhi mengutuk diri, ia bahkan tidak mendengar bahwa Tiara berhasil mendapat predikat cum laude, tapi seingatnya dulu dia tidak menerima predikat itu saat di tanya papanya.
"Nilai lo bisa berubah gimana ceritanya?" tanya Mimi penasaran.
"Gue juga ga tahu, kayaknya orang kantor salah jumlahinnya, gue juga kaget tadi nama gue di panggil paling awal." jelas Tiara. Ia patut berbangga menjadi lulusan terbaik, berharap Yundhi merespon excited , tapi justru terlihat biasa dan datar.
"Emejing banget sih lo. Ngomong-ngomong nih maaf banget ya, maaf banget lho ini, gue ga ada maksud ngerendahin, jangan tersinggung, jangan marah, maaf ya, Yundhi bisa ga fotoin kita?" tanya Jenny polos. Membuat Tiara geram.
"Minta itu doang lo ngapain muter-muter dulu."
"Gue kan ga enak, Ra."
Yundhi hanya tersenyum mengabulkan permintaan teman-teman Tiara. Beberapa waktu dia hanya menjadi tukang foto untuk Tiara dan tanman-temannya, mungkin hanya sekali dia dan Tiara mengambil gambar berdua. Semangat Yundhi telah hilang setengahnya setelah mendengar pemberitahuan dari Emma. Pikirannya masih bercabang.
Tiara memaklumi mungkin Yundhi kelelahan, sampai di dalam mobilpun Yundhi masih pelit bicara.
"Jadi kita langsung pulang?" tanya Tiara memastikan, jikat tak salah dengar tadi Yundhi memerintahkan mang Jay mengantar mereka pulang, ke rumah Tiara lebih dulu.
Ada rasa kecewa, Tiara berharap lebih di hari besarnya mungkin Yundhi berinisiatif sekedar mengajaknya makan berdua. Tiara pasrah.
Tiara bersandar di kursi penumpang berdo'a dalam hati semoga kekecewaannya tidak terlihat jelas. Memorinya kembali mengingat pertemuannya dengan mantan wanita Yundhi tadi pagi. Apa mungkin?
Segera ia menepis pikiran buruk itu. Yundhi hanya lelah setelah bertugas dan segera mendampinginya di acara wisuda. Iya, Yundhinya hanya lelah. Tidak mungkin kan dia bertemu dengan wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Devi Handayani
apakah ini akan yg jadi penghalang mereka nikah??..... semoga saja tidak🙄🤔
2022-10-31
0
Alifiana Askarini M
tuh kan sedih 😭
2020-04-22
2
Mela Puspita
thor knp dkah bawang d bab ini 😢
2020-04-13
1