Keyakinan

Yundi menginjak pedal gas dengan perasaan berkecamuk. Marah, kesal, benci, takut sekaligus cemas kompak menyelimuti pikirannya. Dia tidak menyangkal kalau dirinya salah satu pilot yang memiliki segelintir penggemar fanatik. Tapi jika sampai mengganggu kehidupan pribadinya dengan membawa-bawa masa lalu, rasanya itu sangat keterlaluan. Ternyata ketampanannya bisa membawa bencana juga selain menjadikannya pilot idola. Sialan.

Tiara beberapa kali harus menahan nafas karena Yundhi melajukan mobil dengan kecepatan tinggi sehingga beberapa kali hampir menyerepet pengguna jalan lain. Mungkin jika di ladeni orang-orang itu akan mengumpat mereka habis-habisan.

"Yundhi!" seakan mendadak tuli Yundhi tidak menghiraukan panggilan Tiara. Ia sibuk dengan jalan yang ada di depannya dan pikirannya juga sibuk menyusun rencana mencari tahu pemilik akun laknat yang mengirim foto lamanya dengan sang mantan.

"Yundhi!" Tiara setengah berteriak.

"Yundhi!" yang punya nama malah semakin menambah kecepatan.

"Sayang!" sambil menahan sakit di badannya Tiara mengambil jalan alternatif untuk mengambil perhatian laki-laki yang menyetir seperti kesetanan ini. Mungkin dengan panggilan keramat itu Yundhi bisa mendengar panggilannya.

"Eh, iya. Kenapa Ra? Ada yang sakit? tahan bentar, dikit lagi kita sampai." Benar saja, Yundhi langsung menanggapi panggilan Tiara tapi tidak sesuai dengan tujuan Tiara memanggil namanya.

"Badan aku memang sakit, tapi aku belum mau mati. Bisa pelan dikit ga?"

"Nggak bisa lah, aku takutnya kamu anfal. Kita mesti cepet sampai." Dengan seenak hatinya Yundhi menyalip kendaraan yang ada di depan mereka. Membuat Tiara semakin merasa mual dan sakit bersamaan.

"Yundhi, please, aku ga apa-apa, pelan-pelan aja, aku takut." Tiara akhirnya mengungkapkan perasaannya. Dia memang merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Tangan kirinya mungkin terkilir dan tidak bisa ia gerakkan. Perutnya juga sakit karena belum di isi apapun sejak siang tadi. Tapi tindakan Yundhi tidak mengurangi rasa sakitnya, malah menambahnya semakin sakit dengan rasa takut yang datang.

"Kalau gitu siniin tangan kamu." Yundhi mengulurkan tangan kirinya dan dengan mata yang telah berembun Tiara secara sukarela menyerahkan tangan kanannya untuk di genggam Yundhi, berharap bisa menenangkan kemarahan yang tersirat dari wajah tampan lelaki yang katanya adalah kekasihnya itu.

Harusnya aku yang marah, tapi kenapa malah dia yang heboh kayak gitu.

"Aku minta maaf ya."

Akhirnya Yundhi mengurangi kecepatan, membuat Tiara sedikit lega. Ia mengakui keahlian menyetir Yundhi saat ngebut di tengah keramaian, tapi tetap saja ada rasa takut kalau-kalau Yundhi khilaf nabrak. Dia saja baru jatuh dari motor, masa harus celaka lagi pakai mobil.

"Minta maaf untuk?"

"Tadi aku bentak-bentak kamu di telpon, aku tiba-tiba khawatir aja, kamu ga bisa di hubungi seharian, perasaan aku ga enak. Kamu ga marah, kan?"

"Marahlah, aku senang kamu khawatirin aku sampai bentak-bentak kayak tadi tapi di waktu yang tepat, aku..."

"Makanya aku minta maaf, please jangan marah lagi!"

Tiara membisu, bohong kalau dia tidak marah dengan apa yang dialaminya saat ini, bagaimanapun ini berkaitan dengan pria yang ia cintai itu.

"Ada yang mau aku omongin." Tiara memberanikan diri ingin memberitahukan apa yang ada di benaknya.

"Nanti, kita obati luka kamu dulu." Genggaman tangan Yundhi semakin erat. Bagaimanapun jalan yang mereka lalui Yundhi tidak berniat melepaskan genggaman tangannya pada Tiara, sepertinya ia ahli menyetir dengan satu tangan.

Yundhi tahu pasti Tiara akan bicara tentang apa. Ia juga ingin membahasnya tapi tidak dengan keadaan mereka sekarang.

***

Dan benar saja tangan kiri Tiara terkilir dan harus di perban agar tidak semakin parah. Luka di bagian kaki dan tangannya juga telah di obati setelah melalui beberapa drama yang diciptakan Yundhi, mulai dari tidak mau meninggalkan Tiara dari ruang perawatan meski sudah diminta petugas, Yundhi yang bereaksi keras ketika seorang dokter laki-laki hendak memeriksa perut Tiara karena Tiara memiliki keluahan sakit perut dan dokter meminta Tiara mengangkat baju sampai batas perut.

"Dok, harus banget ya baju pacar saya di angkat, apa ga bisa periksanya dengan baju yang tetap nempel gitu."

Sontak saja mata Tiara memelototi Yundhi membuat Yundhi diam tak berkutik. Entah kenapa sikap Yundhi tiba-tiba naik ke level possesif akut dan membuat Tiara mengelus dada di setiap tingkah dan perkataan kekasihnya itu.

Luka di bagian siku dan lutut Tiara juga tak lepas dari drama. Saat perawat meminta Tiara melepas baju Yundhi bersikeras melarang dan menyuruh untuk di gunting saja. Padahal yang akan mengobati Tiara semua adalah perawat perempuan. Memang dasar Yundhi yang over dia takut sewaktu-waktu perawat laki-laki tiba-tiba datang dan melihat Tiara setengah telanjang. Terus kalau dia yang lihat apa ga dosa gitu.

Gue aja belum pernah lihat, masa tu para suster mau duluan, enak aja.

Walhasil baju Tiara kini tidak utuh lagi karena harus di gunting pada bagian yang terluka. Meski tadi para suster kesusahan saat akan membersihkan luka-luka itu Yundhi tetap masa bodo, yang penting belum ada yang melihat bentuk tubuh Tiara bagian dalam, niatnya dialah nanti orang pertama yang akan menikmatinya.

Tiara hanya bisa mengelus dada melihat tingkah berlebihan Yundhi. Sejenak ia melupakan perihal foto mesra masa lalu kekasihnya itu.

Kini hanya tinggal mereka berdua. Tiara masih bersandar di kepala ranjang UGD rumah sakit, setelah cairan infusnya habis, barulah ia diperbolehkan pulang. Seandainya dia tidak terlalu memikirkan gambar-gambar itu, memikirkannya sambil mengendarai motornya tentu tidak akan berakhir dengan dirinya kini di tempat itu. Tanpa ia sadari foto-foto itu mengikis rasa percaya diri Tiara meski orang tua Yundhi menyukai nilai akademisnya yang menurut mereka memuaskan.

"Kamu gimana ceritanya bisa sampai luka kayak gini?" Yundhi bertanya setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku.

Pertanyaan Yundhi membuat Tiara sadar dari pikirannya yang bercabang.

"Hampir nabrak kucing, aku ga fokus, mungkin minus aku nambah, akhirnya jatuh, untung ga masuk selokan." Jelas Tiara sambil tertawa getir. Ia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, sesuatu yang ia lakukan jika melakukan kebohongan. Apapun ia pandangi asal tidak wajah Yundhi. Sungguh foto-foto itu tiba-tiba kembali berputar dalam memorinya.

"Gara-gara minus kamu nambah atau gara-gara foto itu?"

Pandangan Tiara beralih pada Yundhi. Dia bahkan membatalkan niat untuk membahas perihal foto itu saat ini, tapi Yundhi malah tanpa basa-basi mengungkitnya.

Apa begitu jelas terlihat efek dari foto itu membuat Tiara ragu akan hubungannya dengan Yundhi? Dia kini berpikir keputusannya menerima Yundhi waktu itu sangat gegabah. Terlalu percaya diri jika dia pasangan yang tepat untuk orang sekelas Yundhi yang notabene dari keluarga kaya dan terpandang. Tanpa Tiara minta, gundukan gunung keraguan itu menjulang tinggi dalam hitungan hari.

Sedikit rasa sesak merasuki hati Tiara. Dari mana Yundhi tahu mengenai foto. Tapi tunggu dulu, semoga foto yang dimaksud Yundhi berbeda dengan foto yang ia terima.

"Foto apa maksud kamu?" tanya Tiara pura-pura tidak tahu.

"Kamu pernah bilang kamu ga pinter basa-basi, artinya kalau kamu bohong juga bisa kelihatan langsung," Yundhi kemudian mengeluarkan ponsel Tiara dari dalam sakunya yang lain, "foto-foto aku yang kamu terima di DM, kenapa kamu ga cerita?"

"Ah, itu...aku." Tiara terbata. "Kok bisa handphone aku kamu yang pegang?" Tiara mencoba mengalihkan perhatian Yundhi.

"Tu kan, jangan ngalihin pembicaraan! Kamu marah gara-gara ini, sampai ga makan, ga fokus, sekarang berakhir di sini."

Yundhi menjeda kalimatnya, menatap Tiara intens yang hanya tertunduk didepannya.

"Aku ga marah, cuma nyesek aja, setelah aku pikir-pikir, dia ada benarnya, kamu lebih pantas dengan..." Tiara memutus kalimatnya, tenggorokannya terasa kering membuatnya tercekat. Himpitan besar tak kasat mata terasa nyata di dadanya. Ah, sial. Apa Yundhi sudah mengambil alih hatinya.

"Apa ga sebaiknya kita bicarakan lagi masalah hubungan ini, tentang pernikahan..."

Tiara menggantung ucapannya, kehilangan kata-kata. Kemampuannya menjelaskan materi di depan kelas dengan sangat lancar dan detail ternyata tidak bisa ia terapkan saat materi itu adalah mengenai hubungan pribadinya.

Sedangkan Yundhi yang merasa tersulut mendengar kata-kata Tiara menarik gorden yang mengitari tempat tidur Tiara. Membatasi mata orang-orang yang mungkin akan menghujat perbuatan yang akan ia lakukan. Hingga tempat tidur Tiara telah tertutup sempurna, Yundhi maju selangkah meraih wajah Tiara dan mendaratkan kecupan di kening. Tak cukup sampai di situ, Yundhi memindahkan tangannya ke tengkuk Tiara dan membuatnya sedikit mendongak dan kembali Yundhi mengecup lembut bibir mungil Tiara.

Yundhi menjeda, menyatukan keningnya dan Tiara, dan Tiara hanya mampu terpejam, merasakan nafas Yundhi menerpa wajahnya.

"Kenapa harus mundur lagi saat kita sudah di tahap ini. Ketika sebuah pesawat telah berada di udara, tidak ada istilah mundur, pesawat dijalankan lurus, sesuai rute yang sudah di tentukan. Jika arahnya berubah, apalagi karena badai, pilot akan mencari rute lain demi keselamatan penumpang tapi satu yang pasti pesawat itu akan mengantar penumpangnya sampai di tujuan. Kalau harus memikirkan lagi hubungan kita dan merubah tujuan awal kita, aku menolak, tapi kalau untuk mempercepatnya sampai di tujuan yang seharusnya, aku bersedia."

Tiara membeku, bukan hanya karena kata-kata Yundhi, tapi posisi mereka saat ini dimana Yundhi tidak juga melepaskan tangannya dari wajah Tiara. Efek sentuhan Yundhi sungguh sangat dahsyat terasa dalam tubuhnya, menimbiulkan geleyar aneh yang harusnya tidak muncul.

"Kali ini pengecualian, aku dengar kata-kata itu lagi dari kamu, pernikahan kita ga akan terjadi dihari ulang tahun kamu, tapi detik itu juga."

Lagi tanpa aba-aba Yundhi ******* bibir Tiara lembut, menenggelamkan mereka dalam kehangatan. Tanpa ia sadari, cairan bening lolos begitu saja dari sudut mata Tiara dan mengenai tangan Yundhi, membuat Yundhi berhenti, melepaskan pagutannya dan menghapus jejak air mata Tiara.

"Ssst, kenapa nangis?"

Sejenak Tiara menunduk, mengumpulkan keberaniannya untuk menyatakan apa yang ia pikirkan selama ini tentang hubungan mereka. Terbersit ragu jika hubungan ini akan bertahan lama.

"Kalau sekarang aku memberikan semua hatiku, apa kamu bisa menjaganya, apa kamu yakin ga akan berpaling dan tetap memilihku kalau tiba-tiba masa lalu kamu datang lagi?"

Mendengar kata-kata Tiara, Yundhi tertegun. Wajahnya menegang, ia kemudian meraih tangan kanan Tiara dan duduk di pinggiran ranjang.

"Tuhan mungkin menakdirkanku melepas masa lalu, karena dia tidak pantas berada disisiku, kemudian Dia mempertemukanku dengan masa depan, artinya kamu yang paling pantas bersamaku selam sisa hidupku."

"Jangan memberiku hatimu jika itu berat, tapi biarkan aku mengambilnya dengan caraku asal kamu izinkan, dan saat aku sudah mendapatkannya aku tidak akan mengembalikannya."

Sebulir air mata kembali keluar dari sudut mata Tiara. Tiara kini yakin jika Yundhi adalah masa depannya dan tidak perlu berpikir lama dia menyanggupi permintaan Yundhi dengan anggukan.

Yundhi meraih tubuh Tiara dan memeluknya erat. "Thank you, aku mencintaimu Tiara Pradita Putri."

"Aku juga mencintaimu Yundhi Edward Prasetya."

Mereka tertawa berbarengan, merayakan momen indah mereka meski harus dilewati di IGD rumah sakit.

"Mungkin kita ga akan selalu mulus, akan banyak halangan, bisa jadi dari fans aku atau pengagum rahasiaku, kamu janji ya ga akan nyerah terus ninggalin aku."

"Huuuufffft baru juga minta maaf." Tiara mendengus kesal, momen romantisnya ternyata hanya sesaat.

"Aku serius, foto-foto itu kayaknya dari fans fanatik aku deh, aku malah udah hapus foto-foto itu dua tahun lalu."

"Iya tau, sok tenar."

"Janji dulu makanya!" Yundhi mengangkat jari kelingkingnya meminta janji Tiara, dan dengan berat hati memberikan Yundhi jari kelingkingnya. "Kamu belum tahu aja aku pilot idola nasional plus internasional. Aduh!"

Entah kenapa Tiara jengah mendengar ungkapan narsis Yundhi dan mendaratkan pukulan dengan tangannya yang tertusuk jarum infus.

"Kamu kayaknya peranakan tokek deh Ra, sekalinya mukul pedes, sakitnya nempel." Yundhi teringat kenbali saat Tiara memukulnya di acara resepsi Dimas dan Nadia.

"Biarin, kamu mau-mau aja sama tokek." Tiara mulai kesal.

"Asal tokeknya kamu."

"Ngga ada istilah lain?"

"Sorry sayang" sambil mencubit ringan pipi Tiara, "Aku suka kamu yang begini, jangan marah lagi, lupain foto-foto itu, oke!"

"Aku mau pulang."

Yundhi melirik cairan infus Tiara yang hampir habis, dilihatnya Tiara lagi dan menyadari wajah Tiara sudah tak sepucat awal mereka tiba di rumah sakit.

"Bentar aku panggil petugas dulu."

Tak lama kemudian seorang suster wanita datang menghampiri Tiara tanpa Yundhi. Dengan cekatan suster itu melepas jarum infus dari punggung tangan Tiara yang terasa seperti sengatan semut rang-rang. Suster itu lalu memberi plester luka pada titik dimana jarum infus itu ditancapkan pada tangan Tiara.

"Pacarnya masih nebus obat mba, mungkin sekalian ngurus administrasi." si suster tiba-tiba bersuara.

"Ah, iya sus. Makasi."

Teringat jelas di benak Tiara bagaimana Yundhi meminta suster itu menggunting bajunya. Membuat mereka geleng-geleng kepala dengan sikap berlebihan Yundhi. Mau bagaimana lagi, kalau tidak dituruti Yundhi mungkin akan komplain karena ditolak kemauannya. Entah jujur atau tidak Yundhi menyebut nama direktur rumah sakit itu sebagai tamengnya, membuat para suster itu menurut seketika. Mengenai hal itu ingin sekali Tiara tanyakan, mungkin nanti.

***

"Ayah kemana? Aku lumayan lama lho tadi nunggu di luar, aku ketok pintu ga ada yang nyahut."

Yundhi menyuarakan rasa ingin tahunya, karena tidak biasanya ayah Tiara yg tidak berada di rumah pada malam hari. Mereka kini dalam perjalanan pulang menuju rumah Tiara.

"Masa sih ga ada di rumah?" karena Yundhi bergegas mengajaknya ke rumah sakit Tiara tidak sempat memastikan ayahnya sudah berada di rumah atau belum.

Tiara melihat jam tangannya sambil menebak-nebak saat ini ayahnya sudah berada di rumah atau belum, harusnya jam segini sudah pulang.

"Mungkin ada urusan di luar. Sekarang mungkin udah di rumah."

Mendengar tebakan Tiara, Yundhi hanya menganggukkan kepala.

"Kita mampir sebentar beli bakso ya." Yundhi meminggirkan mobilnya di sebuah warung bakso sederhana pinggir jalan. Sejenak Tiara terkesiap melihat tampilan warung bakso itu, melihatnya bergiliran dengan Yundhi. Benarkah Yundhi ingin makan bakso dari warung itu?

Sepengetahuan Tiara, Yundhi biasanya makan di kafe mahal atau restoran berbintang, tapi kali ini tampilan warung itu berbanding terbalik dengan tempat-tempat yang biasa Yundhi datangi.

"Kamu tunggu di sini, biar aku aja yang keluar."

Tanpa menunggu jawabanTiara, Yundhi keluar dari mobil dan menghampiri pedagang bakso yang duduk di sebuah bangku panjang tepat di depan gerobaknya. Tiara kembali tertegun melihat Yundhi akrab berbicara dengan pedagang itu, berjabat tangan, entah apa yang di bicarakan.

Tak lama pemandangan aneh kembali terlihat di sana. Dua orang anak kecil, laki-laki dan perempuan, berumur kira-kira 5 tahun dan 3 tahunan, menghampiri Yundhi, merangkul paha laki-laki itu dan di balas dengn Yundhi menggendong mereka secara bersamaan.

Tiara membeku, melihat pemandangan tak biasa itu, seketika perasaan hangat menyelimutinya, melihat bagaimana Yundhi memperlakukan anak-anak itu, sesekali tertawa, dan si anak perempuan memberi kecupan singkat di pipi Yundhi. Membuat Yundhi terlihat seperti hot daddy di mata Tiara.

Yundhi dan anak- anak, merupakan pemandangan indah tak terbantahkan.

Pedagang itu menyodorkan bungkusan plastik pada Yundhi. Pesanan baksonya telah siap. Membuat Yundhi menurunkan kedua anak yang di gendongnya kemudian mengeluarkan dompet, menyodorkan beberapa lembar uang berwarna biru yang malah di tolak oleh pedagang itu. Tapi untuk ukuran harga bakso dengan jumlah uang yang ditawarkan Yundhi rasanya memang sangat berlebihan.

Yundhi tetap saja menyodorkan uang tersebut pada si pedagang sampai akhirnya pedagang itu menerimanya sambil Yundhi menganggukkan dagu ke arah mobil. Entah apa maksudnya. Yundhi melangkah kembali menuju mobil dengan sebuah kantong kresek berisi bakso di tangannya.

Ketika telah kembali duduk di belakang setir, pandangan Tiara tertuju pada Yundhi dengan sangat intens. Banyak pertanyaan yang ingin Tiara ajukan pada lelaki di sampingnya itu tapi tertahan oleh rasa kagum yang belum selesai sejak pemandangan Yundhi menggendong anak kecil tadi. Untungnya Yundhi tidak sadar jika Tiara kini hampir meneteskan saliva di sudut bibirnya.

"Aku udah beli tiga bungkus, nanti kamu cobain juga ya, enak pastinya, itu warung bakso langgananku dari dulu, dari jaman sekolah."

Kalimat Yundhi menyadarkan Tiara dari khayalan kekagumannya.

"Oh, oke."

Tiara mengusap sudut bibirnya, air liurnya benar-benar meleleh di sana. Buset.

Terpopuler

Comments

Ety

Ety

jangan lama2 up nya thor

2019-12-27

1

love more

love more

lama baru up thor... ttp semangat

2019-12-27

0

lihat semua
Episodes
1 Cari Jodoh Seperti Cari Sepatu
2 Dia adalah Yundhi Edward Prasetya
3 Teacher Meets Pilot
4 Tertangkap Basah
5 Proper Date
6 Proper Date 2
7 Resepsi
8 Resepsi 2
9 Bukan Tahun Ini
10 Ceritanya
11 Pertemuan
12 Interview
13 Bukan Mantan
14 Sakit
15 Keyakinan
16 Calon Orang ke Tiga
17 17
18 Dia Kembali
19 Bersamaan
20 Graduation
21 Wanita Toilet
22 22
23 Jendos vs Duren
24 Salah Kostum, Lagi
25 25
26 Guru Baru
27 Just Talk
28 Jangan Libatkan Perasaan
29 Ditinggalkan
30 Pergi
31 Sakit
32 Keluarkan!
33 Kenyataan Lain
34 Blank
35 Jeda
36 Menemukanmu
37 Perhitungan
38 Gegara Kartu
39 Kecolongan
40 Baikan
41 Trauma
42 Belum Kelar
43 Home, is You
44 Brankar Talk
45 Gerimis dan Kencan Mendadak
46 Janji
47 Farewell Party
48 Helma
49 Drive Me Crazy
50 Cleopatra
51 Emma
52 Dinner
53 Rival
54 Kabar Gembira
55 Honeymoon (extra part)
56 Mustahil Nentang
57 Unpredictable Moment
58 Another Extra Part
59 Baby Moon
60 End, Wait For Season 2
61 61
62 62 Serangan
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67 Surprise
68 68
69 Chash When Teacher Meets Pilot
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 Masa Lalu
76 76
77 77
78 This Pilot Meets His Teacher 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84 Ceritanya Sensitif
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 Pengumuman
97 96: Bucinnya Yundhi
98 97: Bucinnya Tiara
99 Final Extra Part
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Cari Jodoh Seperti Cari Sepatu
2
Dia adalah Yundhi Edward Prasetya
3
Teacher Meets Pilot
4
Tertangkap Basah
5
Proper Date
6
Proper Date 2
7
Resepsi
8
Resepsi 2
9
Bukan Tahun Ini
10
Ceritanya
11
Pertemuan
12
Interview
13
Bukan Mantan
14
Sakit
15
Keyakinan
16
Calon Orang ke Tiga
17
17
18
Dia Kembali
19
Bersamaan
20
Graduation
21
Wanita Toilet
22
22
23
Jendos vs Duren
24
Salah Kostum, Lagi
25
25
26
Guru Baru
27
Just Talk
28
Jangan Libatkan Perasaan
29
Ditinggalkan
30
Pergi
31
Sakit
32
Keluarkan!
33
Kenyataan Lain
34
Blank
35
Jeda
36
Menemukanmu
37
Perhitungan
38
Gegara Kartu
39
Kecolongan
40
Baikan
41
Trauma
42
Belum Kelar
43
Home, is You
44
Brankar Talk
45
Gerimis dan Kencan Mendadak
46
Janji
47
Farewell Party
48
Helma
49
Drive Me Crazy
50
Cleopatra
51
Emma
52
Dinner
53
Rival
54
Kabar Gembira
55
Honeymoon (extra part)
56
Mustahil Nentang
57
Unpredictable Moment
58
Another Extra Part
59
Baby Moon
60
End, Wait For Season 2
61
61
62
62 Serangan
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67 Surprise
68
68
69
Chash When Teacher Meets Pilot
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
Masa Lalu
76
76
77
77
78
This Pilot Meets His Teacher 78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84 Ceritanya Sensitif
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
Pengumuman
97
96: Bucinnya Yundhi
98
97: Bucinnya Tiara
99
Final Extra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!