Tiara baru membuka matanya setelah tidur hanya empat jam karena semalam, satu jam pertama untuk menyiapkan materi ajarnya esok pagi, dan sisanya ia sibuk memutar kejadian-kejadian membahagiakan yang menimpanya seminggu terakhir. Efek aksi nekat Yundhi yang memintanya menjadi pacar sekaligus calon istri, membuat Tiara merasakan euforia tak berkesudahan dalam dadanya. Setiap saat bibirnya tanpa sadar mengukir senyum 90°, kadang Tiara tertawa sendiri seperti tak henti menonton acara lawak.
Tiara bangkit dari tidurnya, menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, sesekali menguap karena matanya masih terasa berat akibat kurang tidur. Tangannya meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Masih ada 30 menit waktu yang tersisa untuknya agar tidak terlambat datang ke sekolah. Jika pikirannya normal, waktu setengah jam mungkin dirasa tidak cukup bagi Tiara untuk tiba di sekolah tepat waktu, berhubung hatinya masih diliputi rasa bahagia. Tidak ada hal yang membuatnya merasa tidak senang. Sekali waktu boleh lah datang terlambat.
Satu notifikasi menariknya untuk ia segera buka dan pesan singkat dari Yundhi yang ia baca kembali sukses membuat paginya terasa wah kala itu.
Ya Tuhan hamba punya pacar, calon suami, ganteng, pilot pula.
Tiara sengaja melambat-lambatkan gerakannya ketika akan memulai setiap kegiatan entah itu mengambil handuk, menyiapkan baju, mengambil minum, membuka pintu, semua gerakan ia nikmati seolah semua benda yang ia sentuh memberinya vitamin kebahagiaan.
***
Yundhi menonaktifkan ponsel setelah mengirim pesan untuk wanita yang saat ini memenuhi kepalanya. Segera ia menarik nafas dalam dan merefresh kepalanya agar kembali fokus menjalankan tugasnya yang maha penting.
Langkahnya yang terasa ringan dibarengi wajah sumringah khas orang jatuh cinta membuat beberapa awak kapal yang mengenalnya bertanya-tanya. Pasalnya baru kali ini Yundhi merespon sapaan salam mereka karena sebelum-sebelumnya Yundhi selalu memperlihatkan wajah datar berkarisma.
Beberapa pramugari berbisik-bisik melihat tingkah polah Yundhi yang tak biasa pagi itu. Yundhi hanya membalas mereka dengan senyum memesonanya hingga membuat pramugari itu tertawa kegirangan.
"Pagi Cap, ready to fly?" Yundhi menyapa seseorang yang lebih dulu berada di kokpit pagi itu.
Raganya kini telah berada di kokpit pesawat, mendudukkan tubuhnya di singgasana co-pilot dan Yundhi mulai menyibukkan diri dengan memasang headset terlebih dulu baru kemudian mulai mengecek berkas-berkas yang harus ia isi.
"Wih yang lagi demam, lagi seneng-senengnya nih."
Lelaki matang berkumis tipis itu adalah Kapten Javier, rekan terbang Yundhi yang juga pilot utama di maskapai tersebut bersuara melihat tingkah tak biasa Yundhi.
"Bisa aja Capt, mohon bantuannya agar saya bisa pergi dan pulang dengan selamat, kasian pacar saya nunggunya lama," seloroh Yundhi sambil membaca berkas yang ada di tangannya.
"Belum juga ninggalin sebulan, penerbangan masih sekitar pulau di Indonesia, terbang ke luar negri baru cobaannya berat Dhi."
"Amit-amit, kalau yang ini nggak bakal saya lepas Capt kayak yang kemarin, biarpun cobaannya sebesar badai typhoon."
Javier tertawa lebar mendengar ucapan co-pilot terlamanya itu. Untuk pertama kalinya dia melihat Yundhi senyum-senyum saat membaca berkas.
"Well, good luck, kamu hati-hati, jaga anak orang!"
Yundhi terkekeh, "Don't worry, she's in the right hand!" lantangnya penuh keyakinan.
Yundhi mulai memusatkan pikiran, berkonsentrasi penuh pada tugasnya yang menanggung keselamatan orang banyak. Sejenak ia akan melupakan segala urusannya di darat, entah keluarga atau Tiara.
"Polonia tower Cloud 483." Suara Yundhi melapor ke menara pengawas.
"Cloud 483 Polonia tower go a head," laporan Yundhi mendapat respon dari menara pengawas. Suara lapor melaporpun terjadi antara Javier, Yundhi, dan menara pengawas bandara. Hal biasa yang dilakukan Yundhi dalam tugasnya.
"Cloud 483 parking stand number fourer pob 179 stand by level 330 request start at present position."
"Cloud 483 start approved report when ready for pushback."
"Start approved and report when ready for pushback Cloud 483."
***
Tiara melangkahkan kakinya keluar dari kelas setelah bel tanda pergantian jam pelajaran berbunyi. Sambil berjalan ia melihat pergelangan tangannya memastikan berapa jam Yundhi telah berada di udara dan kemungkinan sudah mendarat atau belum. Ia kemudian mengambil ponsel memastikan bahwa ia tidak melewatkan pesan atau panggilan dari Yundhi, namun usahanya sia-sia, Yundhi belum menghubunginya sama sekali.
Kecewa, tentu saja tidak. Ia bisa memahami pekerjaan Yundhi yang tidak sepele. Kedewasaannya berperan banyak dalam deposito rasa sabar dalam diri Tiara tapi khusus untuk profesi Yundhi, untuk yang lain nanti dulu.
Ketika sedang mengoreksi tugas siswanya, ponsel Tiara bergetar, seulas senyum terbit di wajahnya.
"Hai, udah sampai tujuan?"
"Udah, ini lagi di mes. Kamu dimana? Rencananya apa hari ini?"
"Mmm hari ini ya, sekarang sih masih di sekolah, abis ini mau ke kampus ambil toga, terus ketemu teman, sama ketemu dosen yang tawarannya aku mau terima."
"Temannya cewek atau cowok?"
"Cewek cowok."
"Mau ngapain ketemu teman?"
"Ada deh, kepo."
"Ciyeee yang LDR-an, hati-hati Ra saingan anda banyak, pramugari ga ada yang mukanya standar ke bawah, Ra." Jenny tak tahan menyela percakapan pasangan kekasih yang terpisah itu.
"Sssst." Tiara menaruh telunjuknya di bibir meminta privasi pada Jenny.
"Tiara!" suara Yundhi terdengar meninggi.
"Nanti juga tahu, udah ya aku ada kelas lagi, kamu istirahat dulu, jangan lupa makan sambil mikirin aku, nanti aku chat, ddaah!"
Tiara menyudahi panggilan itu lebih dulu, seandainya ia punya waktu lebih, ia juga ingin ngobrol lebih lama dengan Yundhi, apalah daya, kewajibannya sudah menanti di depan mata.
Yundhi yang mendengar kalimat-kalimat terakhir yang di ucapkan Tiara hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. Biasanya wanita yang iseng dia kencani tahu bahwa dia sedang bertugas ke daerah tertentu akan buru-buru meminta oleh-oleh atau barang tertentu yang mereka inginkan. Tapi tidak dengan Tiara, ia malah mendahulukan kesehatan Yundhi, mengucapkan kalimat nyeleneh tapi romantis menurut Yundhi plus mematikan panggilannya lebih dulu.
Bagaimana ini, Yundhi hampir tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak merasa bahagia. Kenapa Tiara tiba-tiba berpengaruh banyak dalam dirinya?
***
Di ruang pengambilan toga, para mahasiswa sudah ramai mengantri entah sejak kapan. Tiara yang datang terlambat tentu tidak akan mendapat giliran cepat. Mau tak mau ia berada di deretan paling belakang.
"Ra baru dateng?" seseorang yang sangat Tiara kenal menghampirinya dengan senyum paling mematikan bagi kaum hawa, tapi tdak berlaku bagi Tiara. Razkan, teman seangkatannya yang diam-diam menyukai Tiara.
"Iya, eh Razkan, kamu udah dapat toganya?"
"Udah, kamu baru selesai ngajar?"
"Iya, kelihatan ya, padahal udah pake jaket besar gini, ga sempat ganti, kayaknya bakal lama ya nih."
"Bisa jadi, mana kwitansi kamu, biar aku yang ambil."
"Jangan deh, ga apa-apa aku yang antri."
"Sini deh, aku ambilin dari belakang, jadi ga ngantri."
"Emang kamu bisa?"
"Makanya jangan berisik, sini!" Razkan berlalu setelah mengerlingkan sebelah matanya pada Tiara. Razkan teman sekelas Tiara yang pernah ia tolak saat menyatakan perasaannya pada Tiara saat semester tiga. Tiara lebih memilih pertemanan daripada harus menjalin asmara dengan orang yang harus ia temui setiap hari, kalau putus nanti bisa perang dingin, jadi kaku, ga enakan, ga sapaan, ga teguran, ribet. Itu alasannya menolak mentah-mentah tembakan cinta Razkan.
Tiara mendaratkan bokongnya pada bangku panjang yang tersedia di seberang ruangan. Rasa pegal yang sempat singgah di kakinya sedikit menghilang.
Suara instrumen dari ponsel dengan getaran khas membuat Tiara merogoh saku seragam kerjanya. Panggilan video call dari Yundhi segera ia sambut.
"Hai, kamu ga tugas?" Tiara dengan wajah cerianya menyapa Yundhi di seberang.
"Dua jam lagi, kamu dimana?" Yundhi yang melihat Tiara memakai jaketnya merasa senang luar biasa, tidak menyangka Tiara mau memakai jaket, yang di badan Tiara menjadi seperti mantel, ke tempat aktivitasnya.
"Di kampus, ambil toga."
"Udah dapet toganya?"
"Belum sih masih di ambilin."
"Siapa?" Yundhi bertanya penuh selidik, perasaannya tidak enak.
"Ada, teman."
Mulut Yundhi sudah gatal ingin menanyakan gender teman yang mengambilkan toga untuk Tiara. Entah kenapa hatinya merasa berat untuk bertanya.
"Raaaa! Enak ya lo baru dateng main di ambilin aja ama si Razkan, lo di ajak balikan?"
Suara seorang wanita yang cukup jauh jaraknya dari ponsel Tiara tapi bisa dengan jelas di dengar Yundhi membuat hati Yundhi cenat cenut.
"Enak aja lo ngomong, kita mana pernah jadian, jangan asal anda!" Sesaat Tiara mengabaikan wajah Yundhi yang masih terpampang nyata di layar ponselnya, Yundhipun sengaja diam, ingin mendengar lebih lanjut percakapan Tiara dan entah siapa itu.
"Ya dulu kan alasan lo nolak karena ketemu tiap hari, takut bosan, kalo putus bisa kaku, sekarang kita udah mau alumni, lo ga ada niat gitu nerima dia, secara dia kayaknya masih nyimpen rasa sama lo," ucap wanita itu panjang lebar.
"Buat lo deh, Put. Gue udah doble." Tiara menjawab tanpa ragu, membuat Yundhi merasa senang luar biasa dirinya 'dianggap' meski kenytaannya diabaikan saat ini karena Tiara meladeni sang teman.
"Ga tahu terima kasih lo."
"Gue udah nolak buat diambilin, dianya aja yang maksa, gue juga pegel bediri dari pagi, ya udah gue ikhlaskan," jawab Tiara enteng.
"Sialan lo, tapi lo doblenya sama siapa?"
"Eh iya." Tiara baru menyadari ada seseorang yang mengawasinya di seberang sana. Wajah Yundhi sudah di tekuk, tapi juga menahan senyum. Kesal karena ada yang mengincar kekasihnya, senang karena Tiara terbuka dengan statusnya dan hubungan mereka.
"Masih di sana ya, sorry ini ada tawon gengges."
"Siapa Ra, pacar lo? Kenalin dong."
"Kagak, ntar lo ngincer." Tiara mencoba menjauhkan ponselnya yang di coba di rebut paksa oleh Putri. "Sayang, udah dulu ya, nanti telpon lagi, kamu hati-hati, jangan lupa ngerem kalo ada burung terbang, daaa, love you." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir mungil Tiara tapi dengan cara susah payah karena Putri masih saja ingin mengambil alih, buru-buru Tiara mematikan sambungan karena tidak ingin mengumbar sosok Yundhi.
"Sesama penyandang nama Putri lo pelit banget sih kenalin pacar doang."
"Pamali Put. Kita masih hitungan hai, nanti juga lo ketemu."
"Sok misterius deh lo."
"Getaran dari ponsel kembali membuat Tiara mengalihkan perhatian, bukan panggilan telpon atau vc dari Yundhi, tapi subuah notifikasi direct message dari akun instagramnya. Bersamaan dengan itu Razkan datang dengan membawa toga untuk dirinya sehingga membatalkan niatnya membuka isi pesan itu.
Nun jauh di seberang, Yundhi tersenyum tertawa sendiri secara bergantian gara-gara kata-kata 'sayang, love you, doble ' yang ia dengar dari Tiara. Membuat hatinya merasa dipenuhi desiran aneh. Meski sempat kesal karena di abaikan, kata-kata itu menjadi penawar bagi Yundhi. Rasa rindunya pada Tiara semakin berkembang.
Berbeda dengan kekasihnya yang dulu, dengan Tiara Yundhi merasa lebih lepas, lebih berani menunjukkan rasa sayangnya. Lebih ingin menunjukkan sisi posesifnya. Mungkin karena pembawaan Tiara yang lebih kekanakan karena Tiara tiga tahun lebih muda dari Yundhi. Karena itu rasa ingin menjaga apa yang menjadi miliknya menjadinlebih besar.
Sedangkan dengan kekasihnya yang dulu, perbedaan umur mereka hanya beberapa bulan, hampir seumuran. Yundhi dan kekasihnya sama-sama memiliki pikiran yang dewasa, jadi Yundhi tidak melulu bisa menunjukkan perasan sayangnya. Akan terlihat kekanakan di saat Yundhi harus bersikap dewasa ketika ia harus melarang kekasihnya berteman dengan laki-laki lain misalnya.
Dalam diam Yundhi membuka media sosial yang memperlihatkan foto dirinya dengan Tiara di hari pertama mereka resmi menjadi pasangan. ''Tiara Pradita Putri, I'll make sure you'll be mine."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
T.N
aaahhh....jadi terlope...lope
2023-01-27
0
Farida Wahyuni
so sweet nya 😍
2022-12-27
0
erna erfiana
suka banget Thor, ceritanya menarik, ringan.gaya bahasanya mudah difahami.
2022-10-14
0