Tiara kini tengah berada di ruang tamu rumah Yundhi. Tangannya telah siap dengan kapas yang telah di lumuri alkohol untuk mengobati luka Yundhi.
"Kamu luka begini gimana ceritanya sih?" oma Ranti bersuara paling awal. Terlihat jelas beliau adalah orang yang paling khawatir antara ke tiga orang tua yang memposisikan diri sebagai penonton saat Tiara mengobati luka Yundhi.
Citra tersenyum geli, sedangkan Hans memasang wajah datar yang sulit diartikan. Meski tidak mendapat penghakiman Tiara tetap merasa tidak enak hati menjadi penyebab sang pewaris tahta terluka seperti itu.
"Ini kejedot doang kok oma. Aaadoh." Tiara tanpa sengaja menekan sudut bibir Yundhi yang terluka karena mendengar jawaban asal lelaki itu.
Tiara yang awalnya melotot ingin marah malah melunak, "Maaf, tahan ya. Sakit banget ya?" tanyanya halus.
Yundhi yang di tanyai malah fokus melihat hidung Tiara yang memerah menahan tangis. Ia kemudian mengangguk mengiyakan.
"Yundhi tadi berantem oma, gara-gara Tiara. Tiara minta maaf ya bikin Yundhi jadi begini." ungkap Tiara tulus. Sementara tangannya mengobati Yundhi, hati Tiara menahan rasa bersalah yang teramat sangat. Tiara bahkan tidak berani membayangkan apa yang ada di pikiran ke tiga orang tua yang paling berpengaruh pada hidup Yundhi itu tentang dirinya. Wanita perusuh kah, blagu, sok cantik, aaaaargh.
"Lawannya rival kamu?" tanya Hans.
"He-oh pa."jawab Yundhi dengan suara tak jelas karena bibirnya masih dalam kendali Tiara.
"Menang atau kalah kamu sampai di obatin kayak gini?" tanya Hans lagi. Membuat Tiara semakin di rundung ngeri. Yundhi kemudian memegang tangan Tiara agar berhenti sejenak.
"Ya menang lah pa, ga mungkin Yundhi kalah." jawabnya jumawa.
"Bagus, kalau kalah kamu yang papa bikin jadi samsak."
Tiara menatap ke arah Hans seketika. "Om ga marah Yundhi luka kayak gini?"
"Kenapa harus marah? Bagus malah. Kalau dia kalah, om yang bakal ngehajar dia."
Tiara melongo seperti orang bodoh dan bingung secara bersamaan "Aa gitu ya?"
Sia-sia dong beta nangis.
"Laki-laki kalau luka di badan mah biasa Ra, pembuktian diri malah, we are strong, nah kalau yang luka itu hati ceritanya beda." jelas Hans dan kemudian tertawa di akhir kalimatnya. "Bener kan Yundhi?"
"Itu mah papa aja yang pernah luka hati, Yundhi enggak. Jauh-jauh, ga bakal."
"Belum ngerasain kamu."
"Nauzubillah, ga bakal, iya kan Ra?" Tiara yang saat itu membersihkan punggung tangan Yundhi yang lecet hanya tersenyum angguk.
"Awas lho jangan mau di hasut lagi sama si Ivan-Ivan itu." imbuhnya.
"Ck. Udah deh jangan di bahas."
***
10 menit menjelang rapat usai.
"Saya setuju dengan ibu Tiara, mengenai menurunnya nilai anak-anak pada UTS semester ini mungkin dikarenakan pemahaman kata-kata yang sangat kurang karena pengaruh lingkungan yang telah banyak melahirkan kata-kata baru di luar bahasa resmi dan tidak sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan). Maka dari itu saya meminta rekan-rekan guru sekalian untuk mencoba solusi yang juga di berikan ibu Tiara untuk sekali waktu membahas kata-kata baru itu dengan anak-anak kemudian mengaitkannya dengan bahasa resmi kita agar saat muncul dalam soal para siswa tidak bingung. Penggunaan kamus, baik manual atau digital agar lebih di aktifkan misalnya melalui penugasan berupa tulisan essay atau karangan lain.
Dan mengenai soal ujian semester saya tunggu secepatnya, jangan lupa kisi-kisinya, dan mohon soalnya tidak sama dengan soal tahun kemarin. Sekian untuk rapat hari ini. Selamat siang." tutup Sahrul.
Para guru yang bokongnya telah panas sedari tadi segera membubarkan diri, tak terkecuali Tiara dkk. Wajah mereka di penuhi aura lapar.
"Girls, kantin!" ucap Tiara samar pada Jenny dan Mimi yang duduk di sampingnya. Merekapun segera beranjak.
***
Jenny dan Mimi hanya melongo melihat Tiara makan saat itu. Makan memang kebutuhan manusia. Wajib. Tapi melihat Tiara yang makan dengan porsi tidak biasa menimbulkan pemikiran tidak biasa pada otak dua insan betina itu.
"Anda kenapa, Ra?" tanya Jenny paling awal.
"Stress kali." tebak Mimi yang asik membuka snack kesukaannya, tapi Jenny menggeleng tak setuju. Stress urusan kerjaan bukan gaya Tiara menurutnya mengingat otak encer temannya itu yang tidak oernah ia raggukan.
Jenny kemudian mengingat bahwa Tiara yang kini telah memiliki pacar.
"Lo ga isi kan, hamil?" cetus Jenny tiba-tiba. Mimi yang mendengarpun menghentikan aktivitas makannya.
"Uhuk-uhuk-uhuk."
Pertanyaan itu sukses membuat Tiara tersedak kuah bakso yang telah ia bubuhi sambal tiga sendok makan.
"Gila lo, gue gini-gini orangnya lurus." jawabnya dengan susah payah.
"Lagian lo udah makan nasi pecel, bakso dua mangkuk, belum kerupuk, citos, piatos, taro, jetset, wafer selamat, nextstar, chocolatos lo makan semua nih, alasannya apa? Biasanya lo makan semangkuk mi ayam juga udah panik bb lo naik besok pagi." ketus Jenny.
Tiara tak acuh dan istiqomah menghabiskan sisa baksonya hingga asupan terakhir dan meminum es jeruk manis sebagai penutup.
"Lo ga tahu kalau marah perut gue nolak kenyang?" bela Tiara.
Jenny menggeleng. Mimi menyimak.
"Terakhir marah gue lihatnya lo kabur ninggalin ponsel dan laptop lo. Marah kenapa lagi? Yundhi selingkuh?" cecar Jenny.
Berarti sekarang marah versi beda.
"Si Ivan balik, kemarin nyamperin gue di toko buku." Tiara menarik nafas.
"Ivan ex lo, bukannya dia pindah kampus setelah lo mutusin?"
"Pindah kampus, pindah jurusan, ga pindah dendam dia, ga rela gue putusin sepihak kayaknya. Kemarin dia bikin malu gue, terus berantem sama Yundhi, kesel hayati. Udah hampir empat tahun lho, masa dia ga dapet ganti gitu, populasi cewek cantik berapa sih sekarang, argh."
"Terus siapa yang menang?"
"Yundhi lah."
"Ya bagus deh."
"Jangan sampe gue ketemu lagi sama tu orang."
"Kalau ketemu ya lo ngomong aja baik-baik, bicara dari hati ke hati, tapi jangan lupa lo bawa semprotan merica, ntar gue kasih punya gue." usul Jenny.
"Apa yang mau di omongin?"
"Ya lo minta maaf karena udah mutusin sepihak, tapi alasan lo mutusin juga masuk akal sih, ya udah jangan minta maaf deh." usul Jenny lagi.
"Itu dia, kemarin dia ngaku sms yang gue baca dulu itu sebenarnya dari pacarnya Yogi, teman sekelas kita juga. Kayaknya gue perlu ngomong deh sama dia biar clear, biar jalan gue menuju masa depan ga kesandung."
"Nah lho tu pinter, ya udah cari aja orangnya langsung."
"Nanti deh, gue omongin sama Yundhi dulu, mana tu anak di hajar habis-habisan lagi, lama ga ketemu mulutnya malah tambah lemes."
"Lemes gimana?"
"Dia ngatain gue, makanya Yundhi emosi."
"Beta do'ain ga sampe ribet ya Ra." sela Mimi yang tetap asik dengan ponselnya.
Sejenak keheningan meliputi tiga sekawan itu, masing-masing sibuk dengan ponselnya.
"Bimbel lo apa kabar?" tanya Jenny memecah keheningan.
"On the way, proposalnya udah gue kirim ke beberapa tempat, kalau dapet sponsor sukur, ga dapet, gue pake dana sendiri, lo bedua harus bantu gue."
Jenny menyatukan telunjuk dan jemponya membentuk huruf 'O', Mimi hanya mengangguk.
"Tujuh deretan artis yang balikan sama mantan, terpesona mantan, gagal move on." tiba-tiba Mimi bersuara.
"Apaan sih lo? Nyindir gue?" tanya Tiara ketus.
"Widiiiiiih mana berani beta, Ini judul artikel dol, lagian emang situ artis."
***
"Mang Jay udah lama nunggu ya? in time banget?"
"Lumayan non, abis zuhur langsung ke sini, itu pesen den Yundhi."
Tiara kini tengah memasuki mobil jemputan utusan Yundhi, sebenarnya dia risih dan menunggu sekolah sepi sebelum pulang. Hanya tinggal beberapa rekannya yang masih di sana, itupun yang tak terlalu akrab dengannya.
"Motor saya gimana mang?"
"Udah beres non, ada di rumah, tadi pagi udah saya panasin."
"Ya udah kita ke rumah dulu ambil motor saya."
"Jangan, ga berani saya, pesannya den Yundhi nanti kalau dia pulang baru motornya saya antar ke rumah non Tiara, den Yundhi baru berangkat tadi pagi, lah masih sembilan hari lagi toh non." ujar mang Jay.
"Tapi saya ga enak nih mang, udah biasa pake motor, bener deh ga apa-apa, nanti saya yang ngomong sama Yundhi."
"Kalau gitu non ngomong dulu deh, nanti kalau den Yundhi setuju baru motornya saya antar ke rumah, dari tadi malam udah di wanti-wanti soalnya ga di bolehin kalau non Tiara minta motor, malah semua orang rumah di kasih peringatan, sekarang konci kontaknya di pegang nyonya."
Tiara bersandar pasrah, padahal tadinya dia yakin motornya bisa kembali jika hanya meminta pada mang Jay, tak di sangka Yundhi ternyata sudah lebih dulu sigap.
"Gila ya tu orang mainnya rapi banget." gerutunya.
"Seneng atu non, den Yundhi perhatian."
"Iya mang." ujar Tiara berat. Sebenarnya dia mau mengeluh, tapi mau curhat sama lelaki paruh baya ini rasanya percuma, yang ada malah nanti mengadu pada tuannya.
Suara ponsel membuyarkan keheningan yang terjadi dan nama Yundhi muncul di layar.
Panjang umur.
"Hmm."
"Kok hmm? Ga suka aku telpon?" Yundhi di seberang merebahkan badannya di atas tempat tidur.
"Bukan gitu, lagi capek aja, tadi ada rapat setelah ngajar, sempat ngantuk setelah minum obat." kilah Tiara. "Udah di mana?" tanyanya lagi.
"Di mess, kamu dimana? udah di jemput mang Jay?"
"Iya, ini lagi di jalan, aku ga enak lho mamang nunggunya lama tadi, aku bawa motor aja ya?!" rayunya.
"Ga boleh, tadi katanya ngantuk, capek, minum obat, kamu mau tidur di jalan sambil bawa motor? Hebat banget sih." tukas Yundhi
"Ya kalau bawa motor aku ga minum obat du..."
Belum saja selesai omongan Tiara terputus.
"Enggak ga ga, kamu di anter mang Jay, bilang aja ke mamangnya mau kemana, aku udah nyuruh dia stand by sama kamu sampai jam sembilan malam, ga ada bantahan masalah ini." telak Yundhi.
Malas berdebat dan demi perdamaian dunia Tiara tak membantah, takut juga harus bersitegang dengan Yundhi saat pilot itu tengah bertugas, lagi, profesi Yundhi menjadi pertimbangan Tiara. Untung pilot.
"Iya, ga bantah lagi."
"Si Kompor ga nyamperin kamu kan?"
Paham orang yang di maksud Tiara menanggapi. "Ivan Yundhi, ga baik ngatain orang. Enggak, Ivan ga tahu kok tempat kerja aku."
"Ya, tau. Kalau dia dateng kamu lari aja, ngerti!"
"Hmm, aku udah di kasih semprotan merica tau sama Jenny, katanya buat jaga-jaga." cerita Tiara sambil terkekeh.
"Bagus tuh, nanti aku beliin sengatan listrik juga."
"Apa sih, enggak perlu. Kapan terbang lagi?" Tiara mencoba mengalihkan pikiran Yundhi.
"Tiga jam lagi."
"Kapan aku bisa naik pesawat yang kamu terbangin?"
"Hmm kapan ya, nanti kita cari waktu kalau kamu libur, gimana?" jawab Yundhi dengan senyum merekah di seberang sana
"Hm, oke."
Obrolan mereka terus berlanjut, dari masalah sepele, yang tidak penting, sampai masalah terpenting yang mereka rencanakan, apalagi kalau bukan pernikahan. Perdebatan kecil pasti muncul, tapi keduanya bisa sama-sama mengatasi dan menahan ego masing-masing.
***
Yundhi masih merebahkan badannya di atas tempat tidur. Setelah menutup telpon dari Tiara, pikirannya kembali tertuju pada wanita yang berpapasan dengannya di toko buku waktu itu.
Kenapa baru sekarang?
Kemana saja dia selama ini?
Sejenak ia memejamkan mata. Sekelebat kejadian masa lalu berputar kembali dalam pikirannya.
"*Kamu mau rasa apa?" tanya Yundhi, waktu itu mereka sedang liburan bersama di negara tempat sang wanita menimba ilmu. Yundhi sengaja mengunjunginya setelah mendapat libur beberapa hari.
"Aku mau coba yang green tea." jawab Emmy.
"Yakin, ga vanilla?"
"Pengen rasa baru dong, bosen."
"Oke*."
Kala itu mereka berjalan-jalan di pusat kota dan ingin menikmati gellato di sebuah kedai. Yundhi sangat hafal kalau wanita itu penyuka rasa vanilla hingga dia meyakinkan lagi ketika Emmy meminta rasa green tea.
Kini Yundhi mengaitkan bahwa dirinya lah rasa vanilla yang di rasa bosan oleh Emmy sampai wanita itu meninggalkannya tanpa kata putus. Tanpa penjelasan apapun. Ia ingat sebelumnya pernah membahas masalah pernikahan dengan wanita itu dan sejak saat itu tingkahnya berubah pada Yundhi. Yundhi menyimpulkan bahwa Emmy memang tidak ingin berkomitmen, tidak ingin terikat pernikahan. Mungkin karena kuliah di negara asing membuat pandangannya berubah.
Biar saja, toh sekarang ada Tiara, wanita yang bersedia menerima ajakannya menikah tanpa syarat.
Beberapa menit kemudian dia tertawa. Andai ada yang melihat pasti akan bergidik ngeri, dari terpejam tiba-tiba tertawa.
Satu hal baru disadarinya. Orang dari masa lalunya dan masa lalu Tiara muncul secara bersamaan di tempat dan waktu yang sama pula.
Wah, rencana semesta yang luar biasa.
Untungnya Tiara tidak menyadari kehadiran Emmy. Tapi ia mencatat bahwa Tiara perlu tahu bagaimana perjalanannya dulu dengan sang mantan. Dia akan bercerita jika sudah waktunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Farida Wahyuni
ini nih bikin bete, masa lalu yg belum usai, masa lalu datang kembali mengacaukan masa depan.
2022-12-27
0
𝙿𝙾𝙿𝙿𝚈 𝚂𝚄𝚂𝙰𝙽
bukannya diawal nama mantannya evelyn
2021-01-16
1
Srie Didit
cerita sdh bagus..tp yg like sikit amat..heran
2020-10-08
2